Home » , , , , » Menjangkau Pendidikan Menengah di Perbatasan

Menjangkau Pendidikan Menengah di Perbatasan

Written By p3joeang45 on Jumat, 25 November 2011 | 11.34


Wilayah perbatasan identik dengan daerah pinggiran yang tentunya serba terbatas
Sebab, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memiliki segudang program cemerlang yang dikhususkan bagi pengembangan pendidikan menengah di wilayah perbatasan. Bahkan, saking pentingnya peranan pendidikan di wilayah perbatasan, Kemendikbud pun menempatkan wilayah serba terbatas ini menjadi salah satu fokus perhatian pengembangan pendidikan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud Prof Dr Khairil Anwar Notodiputro MS mengatakan, daerah-daerah terpencil dan perbatasan memang dijadikan prioritas perhatian dalam pengembangan pendidikan nasional. Kenapa harus menjadi prioritas?. Menurut dia, pengembangan pendidikan di daerah terpencil penting untuk mencapai pemerataan kesempatan dan akses masyarakat.

Mereka yang tinggal di pelosok dan daerah terpencil, ungkap Prof Khairil, tetap harus mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama dengan yang tinggal di kota. Pemerataan akses dan kesempatan pendidikan sama pentingnya dengan peningkatan kualitas. “Kami berupaya agar tidak ada kesenjangan akses layanan pendidikan bagi masyarakat perkotaan dengan yang tinggal di perdesaan serta daerah-daerah terpencil,” tegasnya.

Selain meningkatkan layanan pendidikan daerah terpencil, Kemendikbud mulai September 2011 juga meningkatkan pengembangan pendidikan di semua wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan negara-negara tetangga. Bahkan, pada awal September 2011, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Panglima TNI untuk mengembangkan pendidikan di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara-negara tetangga.

Selain mengembangkan pendidikan wilayah perbatasan, Mendikbud juga ingin memperluas basis pendidikan di daerah-daerah konflik. Begitu juga dengan daerah-daerah rawan bencana, baik tsunami, gempa bumi, longsor, maupun letusan gunung berapi. Kesemua wilayah itu akan menjadi fokus perhatian Kemendikbud dalam pengembangan pendidikan berkualitas.

“Pengembangan pendidikan di daerah terpencil, perbatasan, konflik, maupun rawan bencana dilakukan dengan merehabilitasi bangunan yang rusak, membangun gedung baru, serta menyiapkan semua sarana maupun sumber daya manusia yang dibutuhkan,” tegas Prof Khairil Anwar Notodiputro.

Sejumlah metode pendidikan daerah perbatasan pun sedang digodok Kemendikbud. Salah satunya adalah dengan melakukan pengelompokan di satu titik. Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, permasalahan pendidikan di perbatasan memang cukup beragam. Kadang, ujarnya, di satu wilayah terdapat guru yang berkualitas, namun tidak memiliki satu murid pun. Atau sebaliknya, banyak murid yang tertarik melanjutkan pendidikan, namun tidak tersedia sumber daya guru yang memadai. Selain itu masih adanya persoalan keterbatasan sarana dan prasarana.

Dengan banyaknya persoalan di wilayah perbatasan ini, menurut Mendikbud, pemerintah akan merancang pola pendidikan asrama. Di mana di dalamnya pemerintah menyiapkan sekolah, asrama, membiayai biaya hidup, dan biaya operasional sekolahnya, sekaligus menyiapkan gurunya. “Tahap pertama akan dilakukan di Papua,” ujar Nuh.

Meski demikian, ungkap Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini, program ini sudah disiapkan untuk dikembangkan di seluruh perbatasan NKRI. Selain itu, kata Nuh, Kemendikbud mulai mengintervensi pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan metode khusus, karena daerah ini jauh tertinggal dari daerah lain. “Di Papua, sumber dayanya ada karena adanya dana otonomi khusus. Tapi, di NTT tidak ada,” ujarnya. Paket kebijakan khusus ini, jelasnya, disusun agar daerah cepat keluar dari mata rantai ketertinggalan.

Mantan Rektor ITS ini pun menegaskan, Kemendikbud akan mem-breakdown kebutuhan pendidikan di perbatasan. Paling tidak, Pemerintah Australia sudah memberikan komitmen bantuan dan sebesar Rp4,4 triliun untuk pengembangan pendidikan di wilayah perbatasan dan terpencil. “Dana tersebut untuk 5 tahun dengan sasaran bukan sekadar provinsi, tapi sampai pada titik daerahnya. Ini harus kami pegang langsung. Pembangunanya akan secara paralel, mulai menambah guru dan infrastukturnya,” tegasnya.

Program ini pun langsung mendapat “restu” dan dukungan sejumlah kalangan. Bahkan, anggota komisi X DPR, Alamudin Dimyati Rois (Gus Alam) secara tegas menyatakan mendukung percepatan pembangunan sarana pendidikan di kawasan perbatasan dan daerah daerah tertinggal lainnya. “Ini harus jadi fokus. Agar ketertinggalan pendidikan bisa diselesaikan secara cepat,” tegas Gus Alam.

Tidak hanya kalangan DPR saja, dukungan juga diberikan dari kalangan militer. Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono pun akan memerintahkan para perwiranya untuk menjadi guru di daerah perbatasan. Para perwira TNI ini akan menjalani pelatihan guru pada saat masa pra tugas sebelum ditempatkan di wilayah perbatasan. Pelatihan ini, jelas Panglima TNI, langsung di bawah kewenangan Kemendikbud.

Selain pelatihan guru, para perwira TNI juga akan ditambah dengan pendidikan psikologi dan metode mengajar. Mengenai jumlah petugasnya, Agus menyatakan, jumlahnya akan mencukupi karena petugas yang menjaga perbatasan itu selalu bergantian. Berdasarkan data, ada 9.000 prajurit TNI bertugas di seluruh wilayah perbatasan Indonesia.

“Jadi, yang sedang tidak jaga akan dilatih menjadi guru diperbatasan seperti Papua, Kalimantan, dan Timor Leste. Kalau di Papua ada 1.500 petugas yang berjaga,” tegas Panglima TNI.

Agus juga menyatakan, kerja sama dengan Kemendikbud tidak berhenti di sini saja, melainkan selama lima tahun ke depan, kedua belah pihak akan terus mengagendakan program di bidang pendidikan anak usia dini, nonformal dan informal, pembinaan pendidikan dasar, menengah dan tinggi, pendidikan layanan khusus, dan juga penelitian.

Mendikbud Mohammad Nuh menjelaskan, mengapa perlu bekerja sama dengan TNI. Sebab, TNI ada diseluruh pelosok wilayah Indonesia, terlebih lagi di perbatasan. Sementara layanan pendidikan itu pun harus merambah wilayah perbatasan akan tetapi masalahnya tenaga pengajar yang dibutuhkan masih terbatas. “Yang paling tahan banting bertugas di perbatasan itu ya TNI ini. Oleh karena itu, kami sepakat untuk memadukan kerja sama mulai dari pendidikan anak usia dini hingga kebahasaan,” terangnya.

Nuh menambahkan, para TNI yang akan mengajar bahasa di perbatasan akan menjadi penting, karena diperkirakan banyak warga Indonesia di perbatasan mengkonversi pemakaian bahasa Indonesia dengan bahasa negara tetangganya.

Kerja sama lain dengan TNI, ungkap Mendikbud, adalah di lingkup pendidikan dasar, yakni memperbaiki sekolah rusak dan mengembangkan kapasitas sekolah binaan TNI. Selain itu, juga ada kerja sama di ranah pendidikan tinggi, yakni penelitian sains dan teknologi pertahanan. Sedangkan kerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud akan mencakup kegiatan pemasyarakatan bahasa, penelitian kebahasaan di wilayah perbatasan, dan penamaan pulau-pulau terluar di wilayah negara Indonesia.

Mendikbud juga mengungkapkan, aparat TNI juga akan membantu Kemendikbud untuk mendistribusikan bahan Ujian Nasional (UN) untuk wilayah perbatasan, pulau terdepan, daerah terpencil, daerah konflik, dan pasca konflik, serta daerah korban bencana. ”Mereka juga akan membantu mengembangkan enkulturasi empat pilar kebangsaan melalui penelitian, pengembangan, dan kurikulum,” lugasnya. (*)


Share this article :

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Education - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger