Burhan Arif dari Papillon tengah memberikan materi dalam Workshop Comic di Udinus |
ZAMAN dulu, bikin komik rada ribet. Harus menggambar di atas kertas, kemudian ditransfer ke komputer. Di era komik Kho Ping Ho dulu, barangkali Asramaman S harus bikin komik di kertas untuk dicetak menggunakan mesin yang sangat sederhana.
“Tapi zaman sekarang, bikin komik bisa lebih mudah dengan bantuan teknologi. Di antaranya menggunakan tablet. Nggambar langsung di atas layar, lantas proses dengan digital coloring,” jelas Ketua Papillon Studio Fajar Buana, di sela Workshop Comic yang diselenggarakan Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Udinus, kemarin.
Harga tablet bervariasi, dari yang 800-an ribu rupiah sampai 20-an juta. Piranti teknologi itu sudah jamak dipakai studio komik, besar maupun kecil. Berbekal pen write, komikus tinggal menggoreskan pena ke layar tablet untuk bikin komik.
Bikin komik menggunakan tablet merupakan salah satu materi workshop yang dihelat selama tiga hari, Selasa-kamis (14-16) di gedung D Udinus Jalan Nakula Sadewa. Namun materi itu akan diajarkan pada sesi-sesi akhir.
Ketua Himpunan Mahasiswa DKV Udinus Agung Nugroho, workshop diikuti 50 siswa SMA dan mahasiswa DKV Udinus. Jumlah peserta memang dibatasi, sesuai jatah sponsor dari sebuah produk sponsor tablet. “Kami dapat sponsor dari sebuah produsen tablet,” jelasnya.
Menurut Agung, tujuan workshop adalah menambah wawasan peserta seputar dunia perkomikan. “Juga mengajak peserta membuat komik yang baik,” jelasnya.
Pada workshop itu, peserta mendapat materi pembuatan komik dari awal hingga akhir. Mulai dari proses nyari tema, bikin storyboard, script, alur cerita, bikin panel, bikin karakter, hingga pewarnaan. “Kerangka cerita dan storyboard adalah unsur penting dalam pembuatan komik. Gunanya sebagai panduan agar komik tidak keluar dari ide awal,” jelas Burhan Arif pembicara pertama.
Menurut Arif, ada 12 langkah penting pembuatan komik. Selain kerangka cerita dan storyboard, penting pula bagi komikus untuk belajar membuat karakter. “Agar penggambaran karakter bisa konsisten,” jelasnya.
Salah satu peserta, Reza Firmansyah siswa SMA Negeri 3 Semarang mengatakan mengikuti workshop karena ingin belajar membuat komik. “Saat ini saya baru penikmat komik, biasanya membaca Naruto. Setelah ikut workshop, saya akan berusaha bikin komik,” jelasnya yang datang bersama dua rekannya, Aurelia Ketawang dan Aqila.
Ketua Papillon Studio Fajar Buana mengatakan, di negara maju komik banyak digunakan dalam dunia pendidikan. Komik digunakan untuk buku pelajaran, petunjuk how to, dan sarana edukasi lain. “Misalnya, pelajaran bilogi di sekolah, disajikan melalui komik. Bahkan matematika juga bisa dibuat komik,” jelasnya.
Sayangnya, di Indonesia, komik masih dipersepsikan sebagai bacaan ringan dan hiburan anak-anak. Persepsi yang salah itu yang membuat dunia komik di Indonesia kurang berkembang. Papillon sendiri memilih menggarap komik untuk pangsa pasar di luar negeri, di antaranya Amerika Serikat dan Yunani.
“Sebagai industri kreatif, profesi komikus sangat menjanjikan. Namun memang masih sedikit anak muda yang terjun ke industri ini,” jelasnya. (nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.