Alit Agung Wijaya melukis sketsa wajah wartawan Semarang. Dua tahun
silam dia memecahkan rekor MURI kategori melukis 100 sketsa wajah dalam
waktu 6 jam. |
ANAK penyandang different ability (diffable) bukanlah produk Tuhan yang gagal. Meski dilingkupi kekurangan fisik, sebenarnya mereka memiliki potensi dan talenta hebat. “Tuhan tidak pernah gagal menciptakan makhluknya. Jadi, meski mereka yang terlahir dalam kondisi difabel terlihat memiliki kekurangan, tetapi mereka dikaruniai kelebihan yang terkadang tidak dimiliki orang kebanyakan,” kata Ciptono praktisi pendidikan anak berkebutuhan khusus, Jumat (3/2).
Untuk itu, menurut Ciptono, orangtua yang memiliki anak difabel tidak sepantasnya malu dan menyembunyikan anaknya. Sebaliknya, orangtua harus memberikan kesempatan bagi si anak untuk mengembangkan potensi dan talenta yang dimiliki.
“Anak-anak berkebutuhan khusus mulai anak penyandang tuna netra, tuna rungu, hingga
tuna grahita memiliki potensi yang harus digali dan dikembangkan, bahkan potensinya bisa lebih dari orang biasa,” jelas ia yang juga Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang itu.
Ciptono mengaku telah membuktikan sendiri hal itu. Dengan pembelajaran yang mengedepankan pendekatan potensi masing-masing anak, banyak anak-anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang telah berhasil mendulang prestasi membanggakan.
Anak-anak difabel dengan potensi yang dimilikinya, ia mengatakan, bahkan tak jarang juga mampu menginspirasi banyak orang. “Maka sangat keliru menurut saya jika anak-anak berkebutuhan khusus dipandang sebelah mata. Di balik kekurangannya mereka juga memiliki kelebihan. Yang mereka butuhkan hanyalah kesempatan mengembangkan potensinya,” ucapnya.
Segudang Prestasi
Satu contoh dari sekian banyak anak difabel berprestasi yang pernah diasuh di SLB Negeri Semarang adalah Alit Agung Wijaya (22). Penderita tuna rungu asal Magelang tersebut terbilang memiliki segudang prestasi.
Baru-baru ini Alit mencetak rekor menggambar 100 karikatur dalam waktu 6 jam non-stop di Museum Rekor Indonesia (Muri). Selain itu, remaja yang lahir prematur dengan berat tubuh 1,6 kilogram juga pernah menjuarai lomba desain animasi dan juara nasional lomba komik (2008), juara II ajang Coverstar (2009), menjadi bintang Elmosta Semarang (2010), serta menjadi coverboy majalah Aneka Yess pada 2011.
Ari Supriyatna, ayahanda Alit, mengungkapkan jika ia dan istrinya mengetahui keganjilan pada diri anak keduanya tersebut setelah berumur 1 tahun. Pada usia itu, Alit sama sekali belum bisa bicara meski hanya bersuara. Dari hasil pemeriksaan dokter Alit dinyatakan tuna rungu dengan memiliki gendang telinga belum sempurna karena lahir prematur. “Berbagai upaya sudah dilakukan kedua orang tuanya untuk memperbaiki organ pendengaran Alit. Namun, hal itu tidak membuahkan hasil,” kata Ari.
Mulai usia dua tahun, Ari melanjutkan, anaknya sudah mulai menunjukkan kegemaran menggambar berbagai obyek. “Jika dia minta apa-apa juga selalu dilakukannya dengan mengambar,” terangnya.
Sadar memiliki bakat tersendiri, Ari dan istrinya kemudian mendorong bakat tersebut, seperti mengikutsertakannya dalam berbagai ajang lomba menggambar. “Kami sama sekali tidak malu dengan kondisi Alit. Sudah kewajiban kami selaku orangtua untuk membimbing dan mengembangkan potensinya hingga Alit bisa membuat kami bangga seperti sekarang ini,” tandasnya. (sokhibun ni’am/nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.