Sekda dan dua anggota DPRD Kota Semarang ditangkap KPK. Mereka didakwa terlibat suap untuk memuluskan pengesahan APBD Kota Semarang 2012. Salah satu mata anggaran yang akan diloloskan dalam APBD adalah Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dengan nilai Rp 101 Miliar.
Pantaskah pejabat dan PNS Kota Semarang mendapat tambahan penghasilan (lagi), dengan nilai mencapai ratusan miliar? Padahal, sebagian besar APBD sudah tersedot untuk belanja pegawai? Bagaimana kita menyikapi adanya mata anggaran TPP tersebut?
___
Manfaatkan Anggaran Sebaik-baiknya
Dana yang jumlahnya Rp 101 milar hanya digunakan untuk penambahan gaji pegawai? Apa tidak terlalu banyak dan menjadi kurang bermanfaat? Apakah mereka tidak takut kualat akibat menggunakan dana yang tidak semestinya?
Dana yang jumlahnya Rp 101 milar hanya digunakan untuk penambahan gaji pegawai? Apa tidak terlalu banyak dan menjadi kurang bermanfaat? Apakah mereka tidak takut kualat akibat menggunakan dana yang tidak semestinya?
Anggaran dana tersebut pastinya akan sia-sia juga jika hanya digunakan untuk penambahan gaji pegawai. Jika kita dapat melihat di sekitar kita masih banyak dibutuhkan anggaran untuk keperluan lainnya. Semisal, pembangunan jalan yang kian hari menjadi parah, perbaikan saluran air pinggir jalan raya dan lain sebagainya.
Pemerintah seharusnya memikirkan ulang akan hal ini. Jangan sampai APBD hanya digunakan untuk keperluan yang tidak begitu penting. Serta pemerataan alokasi dana juga perlu diperhatikan, supaya tidak hanya kalangan atas saja yang merasakan. Akan tetapi lapisan bawah juga ikut merasakan. Benar- benar direalisasikan penggunaan anggaran ini.
Selain itu Pemerintah Kota Semarang harus selektif dalam mengesahkan APBD. Sehingga jelas akan kemana anggaran itu digunakan dan benar-benar terealisasi penggunaanya. Dengan demikian dapat meminimalisir terjadinya suap dalam hal pengesahan APBD.
Alif Adibatul Lathifah.
Mahasiswa Fakultas Syari'ah, Jurusan Muamalah IAIN Walisongo Semarang
Anggaran TPP Kurang Pantas
Anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dirasa kurang pantas. Karena gaji para pegawai di kota Semarang saat ini bisa dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Apalagi gaji para pejabat seperti walikota, sekda, DPRD dan pejabat tinggi lainnya yang mungkin dapat dikatakan lebih dari cukup.
Anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dirasa kurang pantas. Karena gaji para pegawai di kota Semarang saat ini bisa dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Apalagi gaji para pejabat seperti walikota, sekda, DPRD dan pejabat tinggi lainnya yang mungkin dapat dikatakan lebih dari cukup.
Dengan penghasilan yang mencapai nilai jutaan rupiah bahkan mungkin puluhan juta rupiah ini, apakah masih kurang sehingga diajukan tambahan penghasilan? Pengajuan anggaran sebesar Rp 101 miliar dianggap kurang sesuai dengan prinsip atau indikator pemberian TPP yang diatur pemerintah pusat. Yakni meliputi beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi dan prestasi kerja.
Namun dalam hal ini Pemkot menyampaikan komponen TPP terdiri atas unsur tambahan penghasilan minimal (10%), tambahan penghasilan unsur kekompakan tim (20%), tambahan penghasilan unsur loyalitas pada pekerjaan (20%), dan tambahan penghasilan unsur kedisiplinan kerja (50%). Yang menjadikan faktor penting seperti bobot jabatan malah terabaikan.
Percuma ada tambahan penghasilan tanpa peningkatan kikerja. Seharusnya mereka menengok keadaan masyarakat yang harus memikul beratnya beban hidup karena kondisi ekonomi jauh dari kecukupan.
Ana Rizki Saputri
Mahasisiwa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Gunakan Untuk yang Lebih Penting
RP 101 miliar! Sungguh dana yang sangat fantastik untuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Inilah realita yang sedang terjadi di dunia birokrasi.
RP 101 miliar! Sungguh dana yang sangat fantastik untuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Inilah realita yang sedang terjadi di dunia birokrasi.
Baru-baru ini, Sekda dan dua anggota DPRD Kota Semarang ditangkap KPK. Mereka diduga terlibat suap untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Semarang Tahun 2012.
Biaya tambahan penghasilan pegawai yang mencapai seratus miliar ini, hampir saja diloloskan dalam anggaran APBD tahun 2012. Padahal realita ini berbanding terbalik dengan keadaan para pegawai yang lebih mementingkan kemewahan dalam kesehariannya. Bukankah lebih baik dana digunakan untuk yang lebih penting? Bila dilihat lebih lanjut, sebagian besar APBD sudah tersedot untuk biaya belanja pegawai.
Dana APBD seharusnya tidak untuk memanjakan pegawai. Tetapi untuk kepentingan lain yang jauh lebih penting dari sekadar tambahan penghasilan pegawai. Contohnya perbaikan insfrastuktur, pembangunan fisik maupun nonfisik, maupun biaya tambahan pendidikan.
Bukankah lebih baik, dibanding harus memberi tambahan pengasilan para pegawai yang kini sudah jauh di atas kata rata-rata? Andai dana tersebut benar-benar terealisasikan, maka makin banyak penyelewengan di ranah pemerintahan.
Annisa Yuniawati
Mahasiswi Jurusan Mualamah Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Kenaikan Gaji Ajarkan Hedonisme
GAYA hidup hedonis yang dipertontonkan pejabat pemerintahan menunjukan tidak adanya sense of crisis. Sensitifitas akan krisis di masyarakat adalah oasis kemanusiaan seorang pejabat. Padahal masyarakat tengah mengalami krisis ekonomi dengan angka kemiskinan yang tak kunjung turun. Justru pejabat berfoya-foya dengan gaya hidup hedonis. Melakukan berbagai manipulasi politik, menuntut berbagai fasilitas mewah dan kenaikan tunjangan.
GAYA hidup hedonis yang dipertontonkan pejabat pemerintahan menunjukan tidak adanya sense of crisis. Sensitifitas akan krisis di masyarakat adalah oasis kemanusiaan seorang pejabat. Padahal masyarakat tengah mengalami krisis ekonomi dengan angka kemiskinan yang tak kunjung turun. Justru pejabat berfoya-foya dengan gaya hidup hedonis. Melakukan berbagai manipulasi politik, menuntut berbagai fasilitas mewah dan kenaikan tunjangan.
Padahal, mereka duduk sebagai pejabat adalah sebagai wakil rakyat memperjuangkan hak dan kesejahteraan rakyat. Sehingga seharusnya dana APBD adalah untuk kepentingan rakyat dan kemajuan kota secara keseluruhan.
Melihat gaya hedonis mereka sesungguhnya kenaikan gaji bukanlah kebijakan yang rasional, bahkan cenderung mengajarkan gaya hidup yang boros dan bermata duitan. Lebih baiknya anggaran itu untuk menunjang kepentingan publik secara luas dan berjangka panjang.
Dengan kata lain belanja publik harus ditingkatkan. Yaitu untuk memberikan bantuan dan kesejahteraan bagi masyarakat terutama yang miskin dan membutuhkan biaya pendidikan. Serta secara ekstern di antaranya dengan upaya menggenjot pemasukan PAD (pendapatan asli daerah) secara maksimal dan peningkatan promosi pariwisata Kota Semarang.
Di mana dana itu harus dimaksimalkan untuk ‘menjual’ potensi dan daya nilai kota, misalnya dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas pariwisata, sehingga kota akan memiliki nilai jual dan dilirik masyarakat luas sehingga dampaknya dapat terasa bagi kemajuan kota dan masyarakatnya.
Hilfa Millati Azka
Mahasiswi Tadris Bahasa Inggris IAIN Walisongo Semarang
Motivasi agar Giat Bekerja
PRILAKU elit pemerintah kembali mencoreng dirinya sendiri. Diduga, Sekda dua anggota DPRD kota Semarang terlibat suap sebagai upaya meloloskan pengesahan APBD Kota Semarang. Salah satunya, mata anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar Rp 101 miliar. Muncul pertanyaan, pantaskah pejabat dan PNS mendapat tambahan penghasilan?
PRILAKU elit pemerintah kembali mencoreng dirinya sendiri. Diduga, Sekda dua anggota DPRD kota Semarang terlibat suap sebagai upaya meloloskan pengesahan APBD Kota Semarang. Salah satunya, mata anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar Rp 101 miliar. Muncul pertanyaan, pantaskah pejabat dan PNS mendapat tambahan penghasilan?
Berbicara tentang pantas dan tidak pantas, tentu bersifat debatable. Sebagian orang akan menilai, penambahan penghasilan pejabat kurang etis. Pasalnya, selain sebagian besar anggaran telah tersedot belanja pegawai. Sementara masih banyak bidang lain yang perlu diberi subsidi tambahan.
Di sisi lain, tambahan penghasilan dapat dikatakan sebagai apresiasi pemerintah terhadap kinerja elemen birokrasi sekaligus motivasi agar mereka lebih giat bekerja. Dapat kita ingat misalnya kebijakan Presiden Aburrahman Wahid (Gus Dur) yang menaikkan gaji guru hingga mencapai 100%. Hal itu dilakukan tiada lain ingin mengangkat derajat guru sekaligus mendorong mereka agar memiliki etos tinggi untuk memajukan pendidikan.
Dengan dimikian, pemerintah hendaknya menklarifikasi dan menimbang setiap kebikajakan yang akan dikeluarkan. Kebijakan hendaknya bersifat obyektif dan diprioritaskan pada kemashlahatan masyarakat secara umum. Sehingga, tidak ada kecemburuan sosial dan adanya pihak-pihak yang dirugikan. Wallahu a’lam
Miftahul Arifin
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Program Khusus (FUPK) IAIN Walisongo Semarang.
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.