Amerika Serikat akan mendirikan pangkalan militer di Darwin, Australia. Pangkalan hanya berjarak 820 kilometer dari Indonesia. Paman Sam berdalih, keberadaan pangkalan yang diperkuat 250 ribu marinir itu untuk siaga bencana.
Bagaimana kita menyikapi keberadaan pangkalan tersebut? Haruskah keberadaan pangkalan itu dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia?
___
Datangnya Ancaman bagi Indonesia
PENDIRIAN pangkalan militer di Darwin harus diwaspadai. Karena pangkalan militer tersebut akan diperkuat ribuan marinir. Tentunya secara logistik Indonesia sulit untuk mengimbangi Amerika yang mempunyai senjata lengkap.
Apalagi, letak pangkalan tidak jauh dari Indonesia sehingga berpotensi menimbulkan ancaman. Dari pihak Amerika, memang misi awal adalah untuk siaga bencana. Akan tetapi misi pasti akan berubah setiap saat. Bisa saja mereka masuk ke wilayah Indonesia.
Apalagi Amerika Serikat merupakan negara adikuasa yang ingin berkuasa di seluruh dunia. Maka dari itu pemerintah harus terus waspada terhadap ancaman yang bisa datang setiap saat.
Hal ini paling tidak dapat diimbangi Indonesia dengan memperketat keamanan di perbatasan Indonesia Sehingga keamanan Indonesia dapat terkontrol dengan mudah. Ini dilakukan dengan cara menempatkan komponen keamanan negara untuk bersiaga di perbatasan.
Tidak hanya pemerintah, komponen keamanan harus ikut dalam mempertahankan keamanan Indonesia. Warga juga harus berpartisipasi sehingga tercipta kekuatan yang besar untuk mempertahankan NKRI.
Alif Adibatul Lathifah, Mahasiswa Jurusan Muamalah Fakultas Syariah IAIN Walisongo
Bagai Buah Simalakama
RENCANA pendirian pangkalan militer AS di Darwin harus disorot secara tajam. Kalau perlu, manuver itu diteropong dengan jelas karena kemungkinan akan berdampak langsung terhadap Indonesia.
Darwin relatif dekat, hanya berjarak sekitar 820 kilometer dari Indonesia. Jika pangkalan militer AS itu jadi digelar di Darwin, sama saja menyuruh preman di gang rumah. Bisa banyak persoalan banyak preman petantang-petenteng depan rumah. Kawasan yang tadinya aman dan tenteram, bisa tegang karena ada preman yang hilir mudik bawa golok.
Indonesia menjadi serba salah dan serba susah. Adanya pangkalan militer AS di Australia menunjukkan Indonesia ditempatkan pada sebuah geostrategi dan geopolitik baru di Asia dan Pasifik. Indonesia tergencet dalam adu kuat hegemoni AS dengan Cina.
Ketegangan Cina atas Australia juga dialamatkan ke Indonesia, jika Jakarta salah bersikap. Ini yang membuat pusing pejabat dan pengambil keputusan di Indonesia. Kalau tidak dikasih izin, AS marah. Kalau dikasih izin, Cina yang marah. Indonesia betul-betul terjepit. Jika dua gajah berantem, pelanduk di tengah bisa jadi korban.
Padahal, kebijakan politik luar negeri AS selalu memberi garis demarkasi yang jelas, lugas dan tegas: are you with us or with else. Kalau kamu sahabatku, kamu harus bersamaku. Kalau tidak mau, berarti kamu bersama musuhku. Itu seperti memilih buah simalakama.
Jalan terbaik bagi Indonesia untuk terhindar dari simalakama adalah berdoa agar rakyat Australia bisa memutuskan dengan arif dan bijaksana perihak kehadiran pasukan mariner AS di rumahnya yang berada di ujung gang rumah Indonesia. Apakah pangkalan AS di Darwin itu sebuah ide yang baik bagi Australia.
M Zainul Mushthofa, Mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak IAIN Walisongo Semarang
Jangan Tanggapi Berlebihan
AMERIKA Serikat merupakan negara superpower. Negara yang mungkin terkesan menakutkan bagi -negara lain. Begitu juga bagi Indonesia. Pendirian pangkalan militer AS di Darwin Australia kemungkinan akan menimbulkan gejolak. Apalagi, jaraknya hanya 820 kilometer dari Indonesia.
Memang niat awal Amerika bukan untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan akan situasi Papua maupun kondisi negara Asia lainnya. Tapi menyediakan pangkalan bagi pasukan yang ditugaskan untuk penanggulangan bencana.
Namun, kita perlu waspada serta adanya antisipasi strategi jangka panjang. Karena mungkin akan berimplikasi terhadap keberadaan Papua.
Meskipun demikian, kita tidak perlu berlebihan menanggapinya sebagai ancaman. Yang jsutru akan memicu kepanikan bagi warga negara Indonesia sendiri, terutama bagi masyarakat Papua. Kita perlu waspada namun tetap harus positive thinking.
Ana Rizki Saputri, Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Kirim BIN ke Australia
RENCANA pendirian pangkalan militer AS di Darwin, Australia dengan dalih siaga bencana, sangat tidak logis. Menengok peristiwa bencana Tsunami Aceh pada tahun 2004, AS tetap bisa membantu Indonesia menangani bencana besar itu meski tanpa mendirikan pengkalan militer. Pasti ada udang di balik batu.
RENCANA pendirian pangkalan militer AS di Darwin, Australia dengan dalih siaga bencana, sangat tidak logis. Menengok peristiwa bencana Tsunami Aceh pada tahun 2004, AS tetap bisa membantu Indonesia menangani bencana besar itu meski tanpa mendirikan pengkalan militer. Pasti ada udang di balik batu.
Kedatangan Obama pada KTT ASEAN di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu kian memperkuat dugaan bahwa Negeri Paman Sam berniat menancapkan taring hegemoninya di kawasan Asia Tenggara. Dengan ikut serta pada KTT ASEAN, Obama dapat mengamati peta perpolitikan negara-negara ASEAN, kemudian memetakan langkah selanjutnya. Maka, tak heran bila sepulang dari KTT, Obama memutuskan akan mendirikan pangkalan militer di Australia.
Dari sudut pandang Indonesia, pendirian pangkalan militer itu bisa jadi untuk mengawasi perkembangan konflik PT Freeport di Papua. Selama ini, AS kerap menjajah negara-negara yang tengah dilanda konflik dengan mengatasnamakan Dewan Keamanan PBB. Di kemudian hari, bila konflik Freeport kian memanas, bukan tak mungkin AS akan memakai dalih itu untuk melakukan invasi ke Indonesia.
Langkah preventif yang harus dilakukan pemerintah Indonesia adalah mengirim personil Badan Intelijen Negara (BIN) guna mengawasi pergerakan AS di Australia. Rencana tersembunyi AS yang sebenarnya, wajib diketahui Indonesia. Informasi dari BIN ini akan sangat menentukan arah kebijakan politik dan militer presiden SBY selanjutnya. Bila niatan AS memang hendak menguasai kawasan Asia Tenggara dengan pasukan militernya, maka Indonesia perlu bersiap menghadapi resiko terburuk sekalipun.
Ahmad Asrof Fitri, Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang
Waspadai Preman Berkedok Pahlawan
SAMPAI saat ini, AS merupakan negara adikuasa di kancah dunia. Ia juga menjabat keamanan tertinggi di PBB sehingga bebas mengepakkan sayap dan menyerang siapa saja yang dianggap musuh.
SAMPAI saat ini, AS merupakan negara adikuasa di kancah dunia. Ia juga menjabat keamanan tertinggi di PBB sehingga bebas mengepakkan sayap dan menyerang siapa saja yang dianggap musuh.
Bisa dibilang, pembangunan pangkalan AS adalah kerjasama billateral antara AS dan Australia. Namun, Indonesia seharusnya dilibatkan karena ikut menerima dampaknya. Jika ikut dilibatkan, maka Indonesia dapat memprediksi risiko dari kehadiran pangkalan militer itu sehingga dapat menyiapkan langkah antisipasi lebih dini.
Paling tidak, ada pemberitahuan secara resmi kepada pemerintah disertai rekomendasi mengenai dampak negatif dari keberadaan pangkalan ini. Sebagai acuan bagi pemerintah dalam mengambil langkah antisipasi.
Indonesia pernah memiliki pengalaman pahit ketika Australia membangun pangkalan militer di Kupang sekitar tahun 1940. Keberadaan pangkalan militer Australia itu telah menimbulkan kerusakan dan masalah sosial. Tetapi sejauh ini tidak ada perhatian dari Pemerintah Australia untuk membuka diri soal ganti rugi.
Jadi nasib Indonesia, selama pangkalan militer AS berada di Darwin, berada di ujung tanduk. Namun di balik itu, semoga AS akan menjadi pahlawan sejati yang siap menolong. Bukan menjadi preman yang ingin berkuasa di ASEAN.
Siti Asmaul Husna, Mahasiswa Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.