MENULIS cerita bisa digunakan sebagai terapi bagi penulisnya. Pasalnya, dengan menulis, apa yang mengganjal di hati bisa keluar. Sehingga trauma atau pengelaman jelek bisa ditumpahkan meskipun harus meneteskan air mata. Seperti pernah dialami Gunawan Budi Susanto (Putu), seorang cerpenis asal Semarang.
Hal itu dikatakan Budi Maryono, dalam pelatihan menulis kreatif di Kalireyeng, yang diikuti oleh puluhan guru SMP mata pelajaran bahasa Indonesia, kemarin (12/12). Penulis cerita yang sudah membukukan beberapa karya itu menambahkan, tidak gampang menceritakan kembali pengalaman hidup melalui tulisan. Tapi kalau diupayakan terus menerus akan membuahkan hasil yang diinginkan. “Meski sulit untuk, kalau terus berupaya pasti akan bisa,” katanya.
Gunawan Budi Susanto yang biasa disapa Putu, mengaku bahwa buku kumpulan cerpennya berjudul Sang Penggali Kubur, adalah pengalaman hidupnya sewaktu kecil. Dari 7 karya itu, semuanya ditulis dengan perasaan sakit. Sebab ia mengalami dan melihatnya sendiri. “Sangat sakit, untuk menulis cerita-cerita itu,” kata Putu di depan para guru.
Putu mengaku, sebelum menulis cerita- cerita tersebut ia sering kali bermimpi jeelek. Ada trauma yang menimpa dirinya. “Itu cerita tentang pembunuhan di tahun 1965. Manusia seperti hewan, dibunuh begitu saja. Celakanya, saya melihat mayat mayat itu,” kata Putu, yang mengaku punya pengalaman jelek di tahun 1965. Sehingga untuk membukukan ceritanya tersebut dan kemudian dijual umum, harus meminta izin dulu pada semua keluarganya.
Sementara, Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia Kabupaten Kendal, Sawali mengaku sengaja menghadirkan dua penulis asal Semarang, agar para guru bahasa Indonesia tahu bagaimana menulis cerita. Sehingga bisa ditularkan kepada siswa-siswanya.
“Banyak guru bahasa Indonesia yang tahu teori menulis, tapi tidak bisa menulis. Ini bisa berakibat fatal pada dirinya dan murid yang diajar,” kata Sawali.
Ia menambahkan, bahwa seperti yang dikatakan oleh Budi Maryono dan Putu, menulis cerita tidak harus berpedoman kaidah-kaidah atau teori sastra. Sebab malah bisa berakibat tidak menghasilkan karya. (ono/nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.