Kru Teru-Teru Bozu saat roadshow di Universitas Semarang (USM) |
Masuk akal atau tidak, itulah kisah yang diangkat film Teru-Teru Bozu karya Langkah Orang Langit (LOL) Production Udinus. Di dunia nyata, perempuan sesetia itu tentu langka. Tapi, barangkali ini salah satu pesan moral yang diangkat, betapa mulianya kesahajaan di era serba materi. Ini tampak dari adegan saat saudara Jarwo memintanya beralih profesi yang lebih menjanjikan. Atau ekspresi Jarwo yang malu-malu kucing menerima amplop dari pengorder jasanya sebagai pawang hujan.
Bukan hanya tema, proses pembuatan film ini juga sarat idealisme. Lantaran untuk mengongkosi film garapannya, komunitas ini harus merogoh kocek sendiri.
Film ini pada Selasa (3/01) dipentaskan di Universitas Semarang (USM), Sebagai tuan rumah adalah Komunitas Sinema Canopus USM. Pemutaran film dalam dua sesi itu berhasil menyedot dua ratusan penonton.Bukan hanya mahasiswa USM, tetapi juga dari Unnes, IAIN Walisongo, Undip, serta beberapa pelajar SMA. “Penonton mencapai dua ratusan,” jelas Ketua Canopus USM, Dading Prasojo.
Sutradara Teru-Teru Bozu, Dimas Tirta Franata alias Dimek menurutkan, film produksi 2011 berusaha memotret dua budaya yang relatif mirip: Jawa dan Jepanag. “Jepang dan Jawa sama-sama menuju puncak modernitas, namun tetap menghargai tradisi. Pawang hujan merupakan profesi yang ada di Jepang maupun Jawa, sampai sekarang,” jelasnya.
Menurut Humas LOL Faruq Dermawan, banyak kisah menarik mengiringi syuting film di Desa Guci Kecamatan Godong, Grobogan ini. “Syuting nyaris batal karena terganggu kerumunan penonton dari warga setempat. Mungkin saking penasarannya, penonton sampai naik pohon,” cerita Faruq.
Akhirnya kru bersiasat melakukan ‘pengalihan isu’, yakni dengan memutar film layar tancap di lapangan desa setempat. “Setelah penonton pergi ke layar tancap, baru kami bisa syuting,” kenangnya perihal syuting film berbujet Rp 6 juta ini.
Kenangan menarik lain, kru harus ‘menanam’ beberapa batang pohon bambu untuk seting tempat. “Berat banget, hujan-hujan harus menamam pohon bambu utuh,’ ceritanya tergelak.
Film dengan durasi 17 menit ini dilengkapi narasi dalam bahasa Jepang. “Kami ingin ikut festival film internasional,” jelasnya.
Sayangnya, obsesi terkendala dana. Pasalnya harus mengubah format menjadi pita seluloid 35 mm. Biaya transfer mahal. Padahal, selama ini mereka kerap bantingan untuk ngongkosi biaya bikin film.
Semua pemeran film adalah mahasiswa ‘pribumi’. Naomi misalnya, diperankan Diah Ayu Suki, mahasiswa Unisbank. Adapun pembuatan narasi berbahasa Jepang, dibantu Komunitas Hikari Udinus.
LOL sudah bikin empat film. Selain Teru-teru Bozu (2011), ada Kost 420 (2009), Refleksio (2010), dan Good Job Mr Tripp (2011). (nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.