Biaya yang lebih mahal tak mengurangi animo siswa masuk kelas model. Selain pembelajaran lebih intensif, siswa disiapkan menjadi juara olimpiade.
BERADA di pinggir sungai dan dekat pusat penjualan barang bekas tidak mengurangi semangat SMA Negeri 14 Semarang untuk berprestasi.
Hal itu diungkapkan Waka Humas SMAN 14 Semarang, Fadlun Aprilia Ayuwati kepada Harsem. Dijelaskan, pada tahun ajaran 2010-2011 ini sekolah membuka kelas unggulan yang disebut dengan istilah kelas model. “Meski baru angkatan pertama, kami berharap siswa-siswi yang masuk kelas model dapat diandalkan,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya, di Jalan Kokrosono, kemarin.
Dijelaskan, siswa yang tersaring masuk kelas model akan memperoleh pelajaran tiga unsur, antara lain ilmu pengetahuan, religius, dan cinta budaya bangsa. “Kami ingin siswa menguasai ilmu pengetahuan dengan tetap berbasis agama dan selalu cinta serta tidak boleh meninggalkan budaya bangsa,” paparnya.
Dijelaskan, siswa dimatangkan dengan mengasah karakter. “Sebelumnya kami telah melakukan pematangan terhadap siswa-siswi yang masuk dalam kelas model untuk belajar di luar kelas. Salah satunya di Bandungan, Ungaran. Hal ini bertujuan agar karakter dan mental siswa terasah,” lanjutnya.
Tujuan lain di antaranya agar siswa siap menghadapi era global. “Memang kami agak khawatir dengan tren saat ini yang berdampak buruk bagi pribadi siswa. Itu yang ingin kami jauhkan dari siswa,” imbuhnya.
Oleh karenanya penggodokan bukan hanya di bidang akademis, namun juga mental. “Selain itu kami juga ingin siswa menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Mereka diharapkan lancar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa internasional tersebut,” urainya.
Guru yang mengajar kelas model dituntut menguasai Bahasa Inggris. “Untuk sementara kelas model bersifat pilihan. Namun kami ingin ke depan semua guru mampu mengajar kelas model. Saat ini sejumlah guru masih memperdalam Bahasa Inggris,” paparnya.
Kelas model dibuka untuk dua kelas. “Setiap kelas terdiri atas 34 siswa, jadi untuk kelas model ada 68 siswa,” tukasnya.
Biaya Lebih Mahal
Penyaringan dimulai ketika siswa baru masuk tahun ajaran baru. “Jadi kelas memang sudah dibentuk sejak siswa berada di kelas sepuluh,. Kami juga mempersiapkan mereka untuk mengikuti lomba dan olimpiade,” jelasnya.
Mengenai olimpiade, siswa kelas model diharuskan memilih salah satu mata pelajaran yang diikutkan olimpiade. “Harus memilih salah satu mata pelajaran olimpiade. Kami juga tidak menutup kemungkinan siswa kelas reguler mengikuti olimpiade, namun pengayaan materinya harus mengikuti pelajaran mata pelajaran di kelas model,” urainya. Fadlun mengakui biaya kelas
model lebih mahal daripada reguler.
“Perbedaan sekitar Rp 100 ribu. Untuk itu penyaringan siswa melalui beberapa tahap, antara lain tes, kesanggupan orangtua serta kesanggupan anak. Karena ini terkait keuangan dan waktu pembelajaran yang lebih lama,” terangnya.
Mengenai jam pelajaran yang lebih lama, kerapkali ketidaksanggupan muncul dari si anak. “Mereka mungkin tidak ingin waktu bermain atau jalan bersama teman berkurang karena mengikuti kelas ini. Karena pelajaran berakhir pukul 16.00. Namun mayoritas orangtua justru ingin anaknya masuk kelas model,” lanjutnya.
Fasilitas dari kelas model juga lebih baik dibanding kelas reguler. “Kelas model dilengkapi AC, komputer serta LCD. Hal ini untuk mendukung kelancaran belajar siswa,” pungkasnya. (aris)
BERADA di pinggir sungai dan dekat pusat penjualan barang bekas tidak mengurangi semangat SMA Negeri 14 Semarang untuk berprestasi.
Hal itu diungkapkan Waka Humas SMAN 14 Semarang, Fadlun Aprilia Ayuwati kepada Harsem. Dijelaskan, pada tahun ajaran 2010-2011 ini sekolah membuka kelas unggulan yang disebut dengan istilah kelas model. “Meski baru angkatan pertama, kami berharap siswa-siswi yang masuk kelas model dapat diandalkan,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya, di Jalan Kokrosono, kemarin.
Dijelaskan, siswa yang tersaring masuk kelas model akan memperoleh pelajaran tiga unsur, antara lain ilmu pengetahuan, religius, dan cinta budaya bangsa. “Kami ingin siswa menguasai ilmu pengetahuan dengan tetap berbasis agama dan selalu cinta serta tidak boleh meninggalkan budaya bangsa,” paparnya.
Dijelaskan, siswa dimatangkan dengan mengasah karakter. “Sebelumnya kami telah melakukan pematangan terhadap siswa-siswi yang masuk dalam kelas model untuk belajar di luar kelas. Salah satunya di Bandungan, Ungaran. Hal ini bertujuan agar karakter dan mental siswa terasah,” lanjutnya.
Tujuan lain di antaranya agar siswa siap menghadapi era global. “Memang kami agak khawatir dengan tren saat ini yang berdampak buruk bagi pribadi siswa. Itu yang ingin kami jauhkan dari siswa,” imbuhnya.
Oleh karenanya penggodokan bukan hanya di bidang akademis, namun juga mental. “Selain itu kami juga ingin siswa menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Mereka diharapkan lancar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa internasional tersebut,” urainya.
Guru yang mengajar kelas model dituntut menguasai Bahasa Inggris. “Untuk sementara kelas model bersifat pilihan. Namun kami ingin ke depan semua guru mampu mengajar kelas model. Saat ini sejumlah guru masih memperdalam Bahasa Inggris,” paparnya.
Kelas model dibuka untuk dua kelas. “Setiap kelas terdiri atas 34 siswa, jadi untuk kelas model ada 68 siswa,” tukasnya.
Biaya Lebih Mahal
Penyaringan dimulai ketika siswa baru masuk tahun ajaran baru. “Jadi kelas memang sudah dibentuk sejak siswa berada di kelas sepuluh,. Kami juga mempersiapkan mereka untuk mengikuti lomba dan olimpiade,” jelasnya.
Mengenai olimpiade, siswa kelas model diharuskan memilih salah satu mata pelajaran yang diikutkan olimpiade. “Harus memilih salah satu mata pelajaran olimpiade. Kami juga tidak menutup kemungkinan siswa kelas reguler mengikuti olimpiade, namun pengayaan materinya harus mengikuti pelajaran mata pelajaran di kelas model,” urainya. Fadlun mengakui biaya kelas
model lebih mahal daripada reguler.
“Perbedaan sekitar Rp 100 ribu. Untuk itu penyaringan siswa melalui beberapa tahap, antara lain tes, kesanggupan orangtua serta kesanggupan anak. Karena ini terkait keuangan dan waktu pembelajaran yang lebih lama,” terangnya.
Mengenai jam pelajaran yang lebih lama, kerapkali ketidaksanggupan muncul dari si anak. “Mereka mungkin tidak ingin waktu bermain atau jalan bersama teman berkurang karena mengikuti kelas ini. Karena pelajaran berakhir pukul 16.00. Namun mayoritas orangtua justru ingin anaknya masuk kelas model,” lanjutnya.
Fasilitas dari kelas model juga lebih baik dibanding kelas reguler. “Kelas model dilengkapi AC, komputer serta LCD. Hal ini untuk mendukung kelancaran belajar siswa,” pungkasnya. (aris)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.