Home » , » Di IAIN Walisongo Diskusi PKI Diduga Disabotase

Di IAIN Walisongo Diskusi PKI Diduga Disabotase

Written By putra on Jumat, 05 Oktober 2012 | 08.49

DISKUSI  PKI: Diskusi Rekontruksi Pemahaman Sejarah G30S/PKI di kampus Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
(HARSEM/JBSM)




SEMARANG- Diskusi  Rekontruksi Pemahaman Sejarah G30S/PKI di kampus Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, kemarin siang diduga disabotase, karena adanya intel yang mengawasi.

Beberapa peserta pun menyelutuk, "Wah, jangan-jangan ada sabotase ini, soalnya diskusi soal PKI,'' ujarnya. Diskusi yang menghadirkan mantan Ketua Lembaga Sejarah Comite Central Partai Komunis Indonesia Semaun Utomo dan Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Tedi Kholiludin itupun hanya menggunakan megaphone dengan suara yang tidak jelas.

Beberapa mahasiswa menduga kuat sabotase itu, setelah mereka melihat ada sejumlah intel yang mengawasi diskusi. "Jika pemadaman listrik ini disengaja, berarti pemerintah belum sepenuhnya menyadari kesalahan sejarah itu,'' ungkap mahasiswa yang lainnya.

Dalam acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian dan Penerbitan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Tarbiyah dan Majalah Edukasi itu, Semaun menuturkan, lahirnya Partai Komunis Indonesia berhubungan erat dengan gerakan Islam, karena didirikan oleh aktivis Sarekat Islam (SI) pada 23 Mei tahun 1920. Tujuan didirikannya PKI, menurutnya juga sederhana, melawan penjajahan Belanda dan mewujudkan Indonesia yang sosialis.

''Karena, yang bisa membebaskan kolonialisme dan merubah tatanan hanya dengan sosialisme. Pengaruh PKI pun meluas, hingga berdiri organisasi-organisasi serikat buruh. PKI juga menjadi partai pertama yang membawa nilai nasionalisme dan sifat ke-Indonesiaan yang tidak mempersoalkan agama, suku, pendidikan dan ras,'' tuturnya.

Perkembangan PKI pun terus meluas dan diikuti masyarakat baik dari Jawa sendiri, hingga Sumatera, Ambon, dan suku-suku yang ada. Akan tetapi, perjalanan PKI tidaklah semulus apa yang diharapkan. Beberapa mantan anggota Syarikat Islam pun mendapatkan provokasi dari Belanda untuk membubarkan partai itu.

Tragedi Madiun
Tragedi Madiun pun menurut Semaun merupakan persekongkolan Amerika dan Perdana Menteri Mohamad Hatta. Dalam pertemuan Sarangan ini, yang belakangan terkenal dengan sebutan "Perundingan Sarangan", dihasilkan "Red Drive Proposals" atau "Usul-usul Pembasmian Kaum Merah."

Setelah pertemuan Sarangan ini, atas laporan Cochran, State Department (Kementerian Luar Negeri AS) berpendapat posisi Hatta harus cepat diperkuat agar supaya dapat menahan perkembangan Komunisme. Setelah pertemuan Sarangan ini pula Kepala Polisi Sukanto dikirim ke Amerika untuk mengurus bantuan.
 
''Temyata tidak tanggung-tangggng bantuan yang diterima oleh Hatta, 56 juta dollar AS dari State Department Amerika. Uang itu oleh Hatta antara lain untuk memperlengkapi pasukan dalam pemerintah, Divisi Siliwangi. Ini artinya, pembersihan PKI merupakan persekongkolan kolonial dan aktor pemegang kekuasaan,'' tandasnya.

Semaun yang juga Ketua Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR-KROB) itu juga menandaskan jika peristiwa G30S/PKI tidak dilakukan oleh anggota PKI, akan tetapi skenario besar dan hembusan isu dari pemegang kekuasaan yang mengatakan jika PKI telah membunuh para kiai dan para jenderal. ''Sesaat setelah peristiwa itu, anggota PKI yang tengah tidur tiba-tiba ditangkap,'' katanya dengan suara parau.

Direktur eLSA Tedi Kholiludin menambahkan, sejarah tentang PKI selama ini dibuat untuk mengadu domba antara muslim dan komunis dan menjadi memori kolektif masyarakat di Indonesia yang bertutur tentang duka, luka dan nestapa. Baik melalui dokumen, data maupun film yang kini tak lagi diputar.

''Bahkan museum pun menjadi alat untuk menafsirkan sejarah,” paparnya. Untuk itu dibutuhkan rekonsiliasi dan rehabilitasi. “Karena tragedi itu memiliki skala dan korban yang besar kemudian menciptakan stigma tidak hanya kepada korban, tapi juga keluarga,'' paparnya.

Ditambahkan pula, untuk melakukan rekonsiliasi, beberapa pihak terus mengalami kebuntuan. Pasalnya, penciptaan pola "sejarah resmi" yang diproduksi dan dikendalikan oleh negara dan militer itu membuat masyarakat merasakan ada "musuh negara."

''Negara telah berhasil memainkan aparat secara represif maupun aparat negara yang ideologis. Untuk itu, rekonsiliasi dan rehabilitasi adalah jalan keluar yang dimungkinkan,'' tandasnya. (Muhammad Syukron/JBSM/15)


Share this article :

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Education - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger