Home » , » Menunggu Sekolah Unggul Tanpa Kasta

Menunggu Sekolah Unggul Tanpa Kasta

Written By arnoldy septiano on Jumat, 11 Januari 2013 | 08.35

“Anak muda berbondong-bondong mengidentifikasi diri semirip-miripnya dengan budaya asing.”
SETELAH RSBI/SBI dibubarkan oleh MK, kini semua satuan pendidikan memiliki kasta yang sama. Yakni sekolah standar nasional (SSN) atau sekolah reguler. Lantas, sekolah unggulan macam apa yang dibutuhkan masyarakat?

KEBERADAAN RSBI dan SBI merupakan keteledoran Kemendikbud dalam menyusun sistem pendidikan yang seharusnya dinikmati semua lapisan masyarakat. Pada UU Sisdiknas No 20/2003 Pasal 50 ayat (3) dan PP No 19 Tahun 2005 memang disebutkan, setiap daerah berkewajiban
menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional dan sekolah bertaraf internasional.

Namun di lapangan terjadi. Ada kesenjangan antara sekolah RSBI dengan ‘sekolah biasa’.  RSBI  ‘direstui’ memungut biaya tambahan. Kesenjangan ini bertentangan dengan UUD 1945 bahwa warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Amanat UUD 45 mengatakan bahwa pendidikan adalah hak seluruh rakyat. Namun ditelikung menjadi komersialisme. Kondisi ini menciptakan jurang pemisah antara kaya dan miskin.

John Dewey berpendapat demokrasi dalam pendidikan  bukan produk berbentuk barang. Bukan seperti pendidikan kita yang terjebak kungkungan world class.  Produk pendidikan yang benar adalah yang bebas dan bermartabat. Inilah inti pendidikan.

Harapannya, ke depan tidak lagi ada pengkotakan status sosial. Pemerintah harus membuat rencana pemerataan kualitas. Seluruh wilayah tanpa terkecuali harus diupayakan mendapat pendidikan berkualitas. Jangan hanya dinikmati segelintir orang.

Dua Syarat
Paling tidak ada dua syarat pendidikan berkualitas. Pertama, membuat kurikulum yang sesuai kondisi masyarakat. Kurikulum harus disusun pakar independen, tanpa campur tangan pemerintah.

Jika masih disusun pemerintah, akan muncul banyak kepentingan. Akibatnya siswa dan guru menjadi korban.

Syarat kedua adalah, pendidikan harus diarahkan keunggulan lokal. Sudah saatnya budaya dan identitas lokal muncul ke dunia internasional.

Kita minder dengan budaya asing. Misalnya Korea, Japanish, American Style, Arabian, dan lainnya. Anak muda berbondong-bondong mengidentifikasi diri semirip-miripnya dengan budaya asing.

Selain budaya, corak keunggulan daerah perlu disisipkan. Kita bisa mencontoh China. Di daerah yang potensi utamanya pertanian, kurikulum yang diterapkan bertumpu pertanian. Siswa-siswa di daerah dibekali cara mengelola lahan dengan baik serta mental enteurpreneruship.

Sehingga kelak dapat mengembangkan serta memajukan daerahnya sesuai potensi daerah itu sendiri. (M Iqbal Birsyada M Pd adalah  Direktur ANSA Institute dan Kepala Homeschooling Kak Seto).
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

Anonim
14 Maret 2013 pukul 20.17

MH-Com * Master Hitech * Your Path To Success * Visit http://www.mhcom.tk * All Smart People Like It

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Education - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger