MASIH banyak dosen yang kualitas tulisan ilmiah atau artikelnya tergolong rendah. Untuk menghindari karya yang “asal-asalan”, budaya kepenulisan dosen perlu ditingkatkan. Juga ditunjang peningkatan kualitas referensi dan pendalaman materi tulisan.
Demikian disampaikan Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Suja’i ketika membuka Workshop Penulisan Artikel Jurnal Ilmiah di Kampus II IAIN Walisongo, baru-baru ini.
Ia menyatakan, tak mudah menulis di jurnal ilmiah terakreditasi. Sebab topik yang disajikan para dosen masih miskin rujukan dan tidak ada solusi. “Untuk menjadi dosen sejati, perlu dibuktikan dengan pemuatan karya dalam jurnal, terutama yang telah terakreditasi,” jelas Doktor Bahasa Arab alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Hal senada disampaikan Prof Mudjahirin Thohir. Selaku narasumber ia prihatin jurnal kampus hanya dijadikan media sosial. Siapa yang kenal dengan pengelola jurnal pasti dimuat, walaupun tulisannya tidak berkualitas. “Sudah saatnya jurnal kampus berubah. Jurnal kampus harus benar-benar memuat karya ilmiah” tegas Guru Besar Undip itu.
Jurnal harus menjadi referensi ilmiah yang berisi artikel berbobot dan layak jual. Walaupun memang penyakit utama pengelola jurnal adalah krisis penulis. Untuk itu, dosen muda harus bangkit dan menjadi sosok intelektual yang rajin menulis.
Narasumber lain, Sulaiman Alkumay, Pimred Jurnal Theologia IAIN Walisongo mengatakan, pada dasarnya menulis di jurnal ilmiah tidak sulit. Bahkan, siapa saja bisa menulis di jurnal ilmiah. “Banyak dosen yang tulisannya terpaksa tidak dimuat. Itu lebih karena faktor teknis. Misalnya referensi yang digunakan sudah kuno dan bukan sumber primer,” tegasnya.
Sementara, Saiful Amin Redaktur Jurnal Millah UII Yogyakarta membagikan trik bagi dosen agar mudah menembus jurnal ilmiah. “Asal kuat argumentasinya dan sangat akademis, pasti dimuat di jurnal akreditasi,” tegasnya. (sna/nji)
Demikian disampaikan Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Suja’i ketika membuka Workshop Penulisan Artikel Jurnal Ilmiah di Kampus II IAIN Walisongo, baru-baru ini.
Ia menyatakan, tak mudah menulis di jurnal ilmiah terakreditasi. Sebab topik yang disajikan para dosen masih miskin rujukan dan tidak ada solusi. “Untuk menjadi dosen sejati, perlu dibuktikan dengan pemuatan karya dalam jurnal, terutama yang telah terakreditasi,” jelas Doktor Bahasa Arab alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Hal senada disampaikan Prof Mudjahirin Thohir. Selaku narasumber ia prihatin jurnal kampus hanya dijadikan media sosial. Siapa yang kenal dengan pengelola jurnal pasti dimuat, walaupun tulisannya tidak berkualitas. “Sudah saatnya jurnal kampus berubah. Jurnal kampus harus benar-benar memuat karya ilmiah” tegas Guru Besar Undip itu.
Jurnal harus menjadi referensi ilmiah yang berisi artikel berbobot dan layak jual. Walaupun memang penyakit utama pengelola jurnal adalah krisis penulis. Untuk itu, dosen muda harus bangkit dan menjadi sosok intelektual yang rajin menulis.
Narasumber lain, Sulaiman Alkumay, Pimred Jurnal Theologia IAIN Walisongo mengatakan, pada dasarnya menulis di jurnal ilmiah tidak sulit. Bahkan, siapa saja bisa menulis di jurnal ilmiah. “Banyak dosen yang tulisannya terpaksa tidak dimuat. Itu lebih karena faktor teknis. Misalnya referensi yang digunakan sudah kuno dan bukan sumber primer,” tegasnya.
Sementara, Saiful Amin Redaktur Jurnal Millah UII Yogyakarta membagikan trik bagi dosen agar mudah menembus jurnal ilmiah. “Asal kuat argumentasinya dan sangat akademis, pasti dimuat di jurnal akreditasi,” tegasnya. (sna/nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.