HARSEM/M ICHWAN Rektor baru Unimus Prof Djamaluddin Darwis menandatangi surat serah terima disaksikan Prof Soesanto |
BERSAMAAN dengan pertengahan Ramadan kemarin (15/8), Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) dipimpin rektor baru. Prof Djamaluddin Darwis, Guru Besar Tarbiyah IAIN Walisongo yang pernah studi di Sydney University, diangkat Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggantikan Prof Soesanto yang telah empat tahun memimpin Unimus.
Pakar Studi Islam yang ahli bahasa Inggris kelahiran Klaten, 1 Oktober 1943 ini dilantik Ketua PP Muhammadiyah Abdul Malik Fajar di Aula Kampus Unimus Jl Kedungmundu Raya 18 Semarang.
Pelantikan dan serah terima jabatan disaksikan para rektor universitas Muhammadiyah yang ada di Jawa Tengah, perwakilan rektor PTN di Semarang, pejabat Muspida Jateng dan Muspida Kota Semarang, serta anggota Senat dan keluarga besar Unimus. Hadir pula Ketua PW Muhammadiyah Jawa Tengah H Musman Tholib dan jajarannya.
Djamaluddin yang menulis buku laris English for Islamic Studies dan Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah, Ragam dan Kelembagaan ini diserahi tugas memimpin Unimus periode 2011-2015.
Lulusan PGAN Surakarta tahun 1962 ini diberi amanah melanjutkan program yang telah dirintis rektor sebelumnya. Prioritasnya adalah pembukaan fakultas kedokteran gigi dan pembangunan rusunawa sebagai asrama pesantren untuk mahasiswa. Yakni melaksanakan program bantuan dari Kementrian Perumahan Rakyat yang beberapa waktu lalu meresmikan rusunawa pesantren untuk mahasiswi.
Prof Malik Fajar dalam sambutannya menyampaikan, memimpin perguruan tinggi swasta (PTN) lebih sulit dari pada perguruan tinggi negeri (PTN). Sebab harus bersaing dengan PTS lain yang semakin lama semakin ketat.
Dengan bergurau dia mengatakan, rektor PTN tidur pun tetap dapat dana dari pemerintah dan mahasiswa datang sendiri tanpa diberi promosi. Sedangkan PTS, meski sudah menawarkan sambil berteriak lantang, bisa saja tak ada yang mendaftar.
“Memimpin PTS itu lebih sulit karena harus bersaing. Kalau rektor PTN tidur pun tetap dapat dana dan mahasiswa datang. Saya pernah memimpin PTS jadi bisa merasakannya,” ujar mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini dengan nada canda.
Mantan Menag dan Mendiknas ini berpesan, agar berhasil mengemban tugas berat tersebut, kuncinya adalah kepercayaan. Plus silaturahmi yang dalam bahasa modern disebut networking. Dia tegaskan, perguruan tinggi boleh kecil, tetapi jika mendapat kepercayaan, maka akan hidup lestari dan selalu jadi pilihan.
Malik percaya, Djamaluddin bisa mengemban amanah itu. Maka ia pun mewanti-wanti, jika ingin Unimus dipercaya, harus berangkat dari Semarang. Yakni melayani masyarakat dengan cara Semarang. Jangan memakai model Solo, Malang, atau lainnya. Artinya harus berpijak pada akar budaya setempat.
(moi/nji)
Pakar Studi Islam yang ahli bahasa Inggris kelahiran Klaten, 1 Oktober 1943 ini dilantik Ketua PP Muhammadiyah Abdul Malik Fajar di Aula Kampus Unimus Jl Kedungmundu Raya 18 Semarang.
Pelantikan dan serah terima jabatan disaksikan para rektor universitas Muhammadiyah yang ada di Jawa Tengah, perwakilan rektor PTN di Semarang, pejabat Muspida Jateng dan Muspida Kota Semarang, serta anggota Senat dan keluarga besar Unimus. Hadir pula Ketua PW Muhammadiyah Jawa Tengah H Musman Tholib dan jajarannya.
Djamaluddin yang menulis buku laris English for Islamic Studies dan Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah, Ragam dan Kelembagaan ini diserahi tugas memimpin Unimus periode 2011-2015.
Lulusan PGAN Surakarta tahun 1962 ini diberi amanah melanjutkan program yang telah dirintis rektor sebelumnya. Prioritasnya adalah pembukaan fakultas kedokteran gigi dan pembangunan rusunawa sebagai asrama pesantren untuk mahasiswa. Yakni melaksanakan program bantuan dari Kementrian Perumahan Rakyat yang beberapa waktu lalu meresmikan rusunawa pesantren untuk mahasiswi.
Prof Malik Fajar dalam sambutannya menyampaikan, memimpin perguruan tinggi swasta (PTN) lebih sulit dari pada perguruan tinggi negeri (PTN). Sebab harus bersaing dengan PTS lain yang semakin lama semakin ketat.
Dengan bergurau dia mengatakan, rektor PTN tidur pun tetap dapat dana dari pemerintah dan mahasiswa datang sendiri tanpa diberi promosi. Sedangkan PTS, meski sudah menawarkan sambil berteriak lantang, bisa saja tak ada yang mendaftar.
“Memimpin PTS itu lebih sulit karena harus bersaing. Kalau rektor PTN tidur pun tetap dapat dana dan mahasiswa datang. Saya pernah memimpin PTS jadi bisa merasakannya,” ujar mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini dengan nada canda.
Mantan Menag dan Mendiknas ini berpesan, agar berhasil mengemban tugas berat tersebut, kuncinya adalah kepercayaan. Plus silaturahmi yang dalam bahasa modern disebut networking. Dia tegaskan, perguruan tinggi boleh kecil, tetapi jika mendapat kepercayaan, maka akan hidup lestari dan selalu jadi pilihan.
Malik percaya, Djamaluddin bisa mengemban amanah itu. Maka ia pun mewanti-wanti, jika ingin Unimus dipercaya, harus berangkat dari Semarang. Yakni melayani masyarakat dengan cara Semarang. Jangan memakai model Solo, Malang, atau lainnya. Artinya harus berpijak pada akar budaya setempat.
(moi/nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.