Abu Rusydan (kiri) menyampaikan materi dalam seminar nasional Revitalisasi Cinta Tanah Air dalam Mencegah Radikalisme dan Terorisme |
TIDAK ada pertentangan antara nasionalisme dan Islam. Dalam konteks Indonesia, Pancasila merupakan hasil dari semangat nasionalisme tokoh bangsa yang digerakkan nilai-nilai Islam. Maka tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak menjadi nasionalis.
Demikian disampaikan Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, Nasihun Amin dalam seminar nasional Revitalisasi Cinta Tanah Air dalam Mencegah Radikalisme dan Terorisme kerjasama Jurusan Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin dengan Kelompok Ilmuwan Tafsir Hadist IAIN Walisongo di Aula 1 kampus 1, Kamis (27/10). Seminar menghadirkan sejumlah tokoh dari dua kelompok berbeda, yaitu kelompok Islam radikal dan kelompok Islam moderat.
Lebih lanjut, Nasihun Amin mengatakan, upaya menumbuhkan semangat nasionalisme pernah dicontohkan Nabi Muhammad ketika memimpin negara Madinah. Dia berhasil membuat Piagam Madinah yang disepakati seluruh komponen masyarakat waktu itu.
“Namun, nasionalisme yang diartikan perasaan cinta tanah air ini kemudian menjadi bahan perdebatan oleh sebagian muslim. Mereka menganggap nasionalisme bertentangan dengan Islam dengan alasan berasal dari Barat yang sekuler,” ucapnya.
Menurutnya, sikap itu wajar. Kedudukan agama sebagai ideologi, identitas, dan legitimasi etis hubungan sosial, jika tidak dipahami secara proporsional juga dapat menumbuhkan radikalisme yang bisa memecah-belah kesatuan bangsa.
Sementara pembicara lain, Abu Rusydan, mantan panglima Jama’ah Islamiyah mengatakan, Islam garis keras (radikal) memiliki pandangan berbeda mengenai keislaman itu sendiri.
Penganut Islam radikal, dikatakannya, memiliki pendapat bahwa pemerintahan yang menerapkan hukum di luar hukum Allah adalah kafir juhud. Pemerintahan dengan hukum Islam tapi tidak dilaksanakan adalah kafir dholim, dan pemerintah dengan hukum Islam namun keputusannya dipengaruhi keterpaksaan adalah kafir fasiq.
“Indonesia termasuk yang mana? Silakan disimpulkan sendiri. Dengan memahami kesimpulan itu, saya pastikan Anda akan bisa memahami jalan pikiran teman-teman Islam radikal,” ujarnya.
Hadi Surya Abu Ghifar mengatakan, nasionalis adalah orang yang mencintai produk Indonesia. Jadi mereka yang berbelanja di Singapura termasuk bukan nasionalis. Begitupula orang yang mengorupsi uang negara. (sna/nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.