Jangan Tolak Kesempatan
Akhir-akhir ini ada berita heboh tentang akan beroperasinya perguruan tinggi asing (PTA) di Indonesia. Ini mempunyai keuntungan sekaligus kerugian bagi Indonesia, khususnya dalam bidang pendidikan. Masuknya PTA ke Indonesia akan menguntungkan pendidikan di Indonesia karena selama ini kita tahu pendidikan di Indonesia belum bonafid.
Jika PTA positif masuk, maka pendidikan di Indonesia akan bertambah maju. Sebagaimana kita ketahui bahwa para profesor dan guru besar yang ada di hampir setiap kampus di bangsa ini, biasanya jebolan luar negeri.
Tidak sedikit mahasiswa mati-matian mencari beasiswa ke luar negeri. Karena dirasa, kuliah di luar negeri jauh lebih berbobot daripada kuliah di indonesia. Tidak sedikit tayangan film luar yang menggambarkan kemajuan kampus mereka.
Lihat saja seperti di film Love Story in Hardvard atau 3 Idiot. Film-film tersebut menggambarkan jam perkuliahan yang sangat efektif dan dosennya sangat kaya akan kreativitas sebagai fasilitator mahasiswa saat kuliah berlangsung. Ini membuktikan, bahwa kualitas PTA dengan PTN itu sangat jauh berbeda, bagai langit dan bumi.
Maka, kapan lagi indonesia akan maju jika kesempatan ini dibiarkan begitu saja. Jangan mudah menuding PTA sebagai agen kapitalis yang akan menambah kemiskinan di negeri ini. Mari kita sedikit melihat ke belakang. Dulu, Malaysia pernah menjadi muridnya Indonesia dan sekarang dia sudah maju. Bahkan bagi mahasiswa kita, negeri jiran itu sudah menjadi salah satu menu favorit mereka untuk kuliah ke luar negeri. Lantas, kapan indonesia dapat menyusulnya? (Khotibul Umam, mahasiwa Syariah IAIN Walisongo Semarang, santri Darun Najah Jrakah)
Jangan Biarkan Indonesiaku Dijajah
RENCANA akan diperbolehkannya perguruan tinggi asing (PTA) di Indonesia menjadi berita heboh di kalangan mahasiswa. Pemerintah menilai hal ini akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, karena kita dapat belajar dari kurikulum mereka yang sudah melonjak tinggi. Keberadaanya akan memudahkan warga Indonesia yang ingin kuliah di PTA dengan tidak mengeluarkan biaya untuk pergi keluar negeri.
Dalam jangka pendek, mungkin saja penilaian pemerintah akan terwujud. Mereka (orang asing) akan mematuhi peraturan pemerintah terhadap PTA tersebut. Tetapi, kita harus memikirkan akibat yang akan terjadi dalam jangka waktu panjang.
Awalnya, ketika PTA dibangun, maka mayoritas mahasiswa akan memilih kuliah di sana. Sehingga perguruan tinggi negari (PTN) terancam punah karena dinilai kurang berkualitas. Berkaca pada produk yang sering dikonsumsi warga kita, yang dominan menggunakan produk luar dibanding produk dalam negeri. Ini terjadi karena produk luar dinilai lebih berkualitas. Nah, itulah yang terjadi ketika PTA dibangun, mahasiswa akan lebih memilih kuliah di PTA, sehingga PTN semakin kehilangan mahasiswa.
Banyaknya mahasiswa Indonesia yang kuliah di PTA, akan memudahkan orang asing menanamkan ideologi kapitalisme dan liberalisme. Akibatnya, hilanglah kaderisasi Indonesia yang berjiwa Pancasila dan nasionalisme. Jiwa yang terkontaminasi ideologi kapitalisme tidak akan memikirkan sesama.
Terjadilah, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Akhirnya persatuan akan hancur. Jika ini terjadi, sangat tidak mustahil Indonesia akan dijajah untuk yang kesekian kalinya. (Mariatul Kiptiyah, mahasiswa Syariah IAIN Walisongo Semarang, Anggota CSS MORA).
Pembeli adalah Raja
MASUKNYA perguruan tinggi asing di Indonesia akan melecut semangat PTN dan PTS untuk terus meningkatkan kualitasnya agar tidak kalah bersaing. Perguruan tinggi dalam negeri seharusnya menganggap perguruan tinggi asing sebagai mitra supaya kemajuan luar negeri dapat diimplementasikan dan diaktualisasikan dalam konten indonesia. Jadi hadirnya perguruan tinggi asing jangan hanya dianggap sebagai penggerus eksistensi perguruan tinggi lokal.
Jamak diketahui, sejak WTO menyatakan bahwa pendidikan bagian dari perdagangan. Muncullah istilah liberalisasi dalam pendidikan yang artinya hukum ekonomi pasar bebas juga bermain dalam dunia akademik perguruan tinggi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari perguruan tinggi lokal akan kalah bersaing dengan perguruan tinggi asing yang notabene lebih maju. Tak ayal, hubungan perguruan tinggi dengan mahasiswa tidak hanya hubungan guru dengan murid akan tetapi juga hubungan antara penyedia jasa dan costumer.
Oleh karena itu, pengelola perguruan tinggi lokal harus mampu menjamin kepuasan costumer. Pengelola perguruan tinggi lokal jangan hanya memberlakukan mahasiswa sebagai produk tetapi pembeli adalah raja. Perguruan tinggi harus memastikan kepuasan costumer tercapai pada setiap tahapan interaksi dengan universitas.
Jika kedekatan customer sudah mencapai tingkat “pelanggan”, maka brand perguruan tinggi itu akan selalu diusungnya. Sehingga tak perlu lagi takut kalah saing dengan perguruan tinggi asing.
Langkah terakhir dipegang oleh pemerintah. Akan dibawa ke mana nasib perguruan tinggi lokal di Indonesia. Jika pemerintah tak mampu menghadapi manuver perguruan tinggi asing, mungkin nasib perguruan tinggi lokal akan berujung seperti usaha kecil menengah (UKM) yang hancur diserang barang Cina yang lebih “murah” akibat perdagangan bebas. (Muhammad Iqbal, mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, anggota CSS MORA).
Pintu Masuk Ideologi Asing
WACANA pembukaan perguruan tinggi asing (PTA) di Indonesia yang muncul pada pembahasan RUU Pendidikan Tinggi layaknya perlu digodok sampai benar-benar matang. Pasalnya, wacana ini langsung mendapatkan kritikan keras dari beberapa perguruan tinggi) di Indonesia dengan berbagai alasan.
Kehadiran PTA memang bisa menjadi terobosan baru dari pemerintah untuk mendongkrak kemajuan pendidikan Indonesia. Tapi, sekarang Indonesia dirasa belum siap dengan semua itu. Banyak PTN yang belum siap untuk bersaing dengan PTA sebagai penyeimbangnya. Tanpa penyeimbang, kehadiran PTA sangatlah berbahaya. PTA akan berkuasa penuh pada dunia pendidikan. Hal itu sangat riskan dan rentan resiko. Salah resikonya adalah pemasukan ideologi asing oleh PTA melalui mahasiswa.
Ideologi yang dimaksud adalah liberalisme dan kapitalisme. Idelogi liberalisme akan merubah suasana pendidikan menjadi bebas dalam artian sebebas-bebasnya. Mulai dari pola pikir, berinteraksi dengan lawan jenis, sampai gaya berpakaian. Sedangkan ideologi kapitalisme akan menjadikan pendidikan sebagai lahan perdagangan (komersil). Nanti dampaknya akan sangat terasa oleh kaum menengah kebawah, karena biaya pendidikan yang akan terus naik.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa adanya indikasi yang kurang baik tentang kehadiran PTA di Indonesia. Bukan menjadi pendongkrak kemajuan pendidikan tetapi malah bisa menjadi bumerang. Maka dari itu pemerintah dituntut bersikap bijak atas keputusan yang nantinya dikeluarkan. Pertimbangkan matang-matang dampak positif dan negatif yang akan timbul dengan memperhatikan rakyat kecil sebagai tolak ukur utama. (Noor Aflah, reporter Majalah Zenith, mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang).
Maksimalkan Tujuan Pendidikan
Melihat tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjadikan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Dari tujuan tersebut mengemangkan kemampuan bangsa, apakah sudah terealisasikan dengan baik?. Jawabanya masih sangat kurang. Bagaimana untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki anak bangsa?, apakah dengan cara membandingkannya dengan pelajar asing?.
Kebijakan pemerintah tentang rencana pertukaran pelajar dengan negara lain dengan maksud agar pendidikan Indonesia berkualitas dan diakui dunia internasional. Ini merupakan kebijakan yang harus dipertimbangkan lagi. Lihat dahulu, apa manfaat dan madharat yang akan terjadi kalau ini benar-benar diadakan.
Kunjungan mahasiswa/pelajar dari luar negeri ditakutkan akan memanfaatkan segala sesuatu yang ada di indonesia.Bisa saja mereka belajar budaya kita dan nantinya akan mengklaim, kerena dibalik kerjasama mereka menyembunyikan misi tersendiri. Dengan muka dan sikap baik, perlahan-lahan mencaplok indonesia.
Tidak harus dengan mengundang mahasiswa asing untuk menunjang pendidikan di negeri kita, maksimalkan saja anak-anak bangsa yang dimiliki negara. Kalau bener-bener dibimbing, penulis menilai anak bangsa tidak akan kalah dengan warga asing,contohnya banyak pelajar Indonesia yang menang olimpiade luar negeri dengan membawa emas.
Sayangnya, pemerintah kurang apresiatif dengan bakat-bakat yang dimiliki anak bangsa dan dibiarkan saja tanpa ada pengembangan bakat mereka sehingga mereka cenderung memilih beasiswa luar negeri dan lebih senang mengabdi di negara orang lain karena di sana lebih dihargai.
Pelajar sendiri malah diabaikan dan lebih mengagung-agungkan pelajar asing. Ini adalah fakta yang terjadi. Memberi beasiswa untuk orang lain, tetapi diri sendiri malah ditelantarkan. Masih banyak anak-anak yang tidak bersekolah karena tidak ada biaya.
Mari kita rubah orientasi pendidikan kita pada tujuan pendidikan semula, bahwa kualitas pendidikan yang baik adalah diukur dari kesejahteraan bangsanya. Kalau hanya mementingkan persaingan dan melupakan bangsa, negara ini akan segara mati karena tidak bisa bersaing dengan yang lain. Kualitas pendidikan sangat penting, tetapi bukan harga mati kalau hanya mengharapkan pujian. Perbaiki intern lebih penting daripada hubungan ekstern agar tidak menjadi bahan tertawaan bangsa-bangsa lain. (Tinwarotul Fatonah, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Walisongo Semarang)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.