Mihtahul Huda (kiri) menerima ucapan selamat dari Rektor Prof Muhibbin usai dinyatakan lulus promosi doktor |
JANGAN anggurkan aset wakaf, tapi kembangkan agar asetnya beranak pinak. Di antaranya dengan cara fundraising. Selama ini, wakaf sering dimaknai kaku, yakni berupa tanah atau bangunan sebagai aset tak bergerak. Padahal, wakaf bisa berupa uang tunai atau benda yang mudah dipindahkan seperti Alquran Braille untuk penyandang tunanetra.
Wakaf yang dikelola profesional dan kreatif, serta menerapkan manajemen fundraising, manfaatnya terus menerus dan berkesinambungan meski nadhir-nya berganti-ganti. Jika pengelola wakaf ‘mata duitan’, maka aset wakaf tak mati, justru semakin berkembang.
Hal itu dipaparkan Miftahul Huda dalam ujian promosi doktor dalam Rapat Senat Terbuka Terbatas di Aula Gedung Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, kemarin.
Ia berhasil mempertahankan disertasi berjudul Pengelolaan Wakaf dalam Perspektif Fundraising: Studi tentang Penggalangan Wakaf pada Yayasan Hasyim Asy’ari Ponpes Tebuireng Jombang, Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah Surabaya.
Dia yakin, eksistensi Ponpes Tebuireng Jombang karena pengurus yayasan menerapkan fundraising.
Sedangkan Yayasan Badan Wakaf UII Yogyakarta, berkembang seusia republik karena menerapkan fundraising pemberdayaan masyarakat berbasis universitas.
Adapun Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Surabaya sebagai lembaga filantrofi tertua di Indonesia, yang berbasis kaum dhuafa, berhasil menggalang dana wakaf masyarakat kota dan mengembangkan wakaf itu dalam program investasi dan ekonomi produktif.
“Ketiga nadhir wakaf tersebut menerapkan fundraising dengan mehimpun wakaf dari sumber yang tersedia, membuat unit usaha sehingga aset wakaf produktif, serta mampu mendatangkan penghasilan (earned income) plus pemberdayaan masyarakat,” terangnya.
Atas hasil penelitian dan karya tulisnya itu, promovenda dinyatakan lulus sangat memuaskan dengan indeks prestasi 3,74.
Para pengujinya ialah Prof Ibnu Hadjar, Prof Khoirudin Nasution, Prof Ahmad Gunaryo, Ahmad Hakim, serta Abu Hafsin. Adapun promotornya adalah Rektor IAIN Walisongo Prof Muhibbin dan co-promotor M Nafis.
Miftahul Huda merupakan doktor kelima yang diluluskan IAIN Walisongo. Huda adalah dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo yang menempuh jenjang S1 dan S2 di IAIN (UIN) Sunan Kalijaga.
Pria kelahiran Kediri, 17 Mei 1976 ini juga mengajar di STAI Nahdlatul Ulama Madiun dan aktif di kepengurusan NU Cabang Ponorogo. Yakni menjadi Sekretaris II Litbang PCNU Ponorogo dan sekretaris Lajnah Tallif wa an-Nasr PCNU Ponorogo. (moi/nji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.