Home » , , , , » Prof dokter Sultana MH Faradz PhD: Obat Kerancuan Kelamin Mahal

Prof dokter Sultana MH Faradz PhD: Obat Kerancuan Kelamin Mahal

Written By amoy ya annisaa on Selasa, 28 Agustus 2012 | 11.13


SEMARANG- Tahun ini, Freedom Institute menganugerahkan penghargaan Achmad Bakrie kepada tokoh-tokoh inspiratif, salah satunya pakar histologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Prof dokter Sultana MH Faradz PhD. Seperti apa sepak terjang sang profesor itu dalam mengembangkan ilmu genetika?

Di ruangan sekitar 10 x 12 meter dan berpendingin di gedung Rektorat Undip inilah Prof dr Sultana MH Faradz PhD menjalankan rutinitas harian sebagai Pembantu Rektor Pengembangan Kerja Sama (PRPKS). Pakar histologi ini juga getol meneliti gangguan perkembangan intelektual dan kerancuan kelamin (interseks).

Ibu tiga anak ini tergabung ke dalam tim penyesuaian kelamin laboratorium genetika di RSUP Dr Kariadi. Tim tersebut antara lain meliputi dokter anak, ahli hormon hingga psikiater dan psikolog.  Sejak 2001, laboratorium itu didirikan hingga kini lebih dari 500 pasien interseks yang telah dirawat.

Dosen genetika medik pada program  Pascasarjana Undip ini mengatakan, kerancuan kelamin adalah penyakit dan harus diobati. Hanya saja, obat ini mahal dan tidak tersedia di Tanah Air. Karena itu, pihaknya menjalani kerja sama dengan Belanda, sehingga mendapat bantuan obat ataupun pembacaan hasil tes yang sebelumnya dikirimkan ke sana.

Pada mulanya, istri dr M Hussein ini tergugah menggeluti penelitian genetika karena merasa prihatin terhadap banyaknya pasien dengan kerancuan kelamin yang datang berobat. Terlebih mereka cenderung berasal dari kalangan ekonomi lemah dan terkadang untuk ongkos transportasi pun tidak punya, ketika mereka harus datang kontrol.

’’Belum lagi jika masuk pada pemeriksaan hormon, biayanya mahal karena sekali periksa bisa mencapai Rp 200.000. Lantas terbersit ide bagaimana membantu mereka melalui kegiatan usaha,’’ katanya, kemarin.

Dengan difasilitasi Pemprov, berdiri warung makan yang melayani mahasiswa kedokteran Undip. Kegiatan usaha itu dikelola pasien kerancuan kelamin yang tergabung pada Forum Komunikasi Interseks Indonesia (Fokis). Para pasien interseks tersebut menerima gaji, sedangkan keuntungan dari hasil penjualan warung digunakan untuk menolong penderita interseks lainnya yang membutuhkan.

Dicurigai

 
Perjalanan anggota American Society of Human Genetics  dan Human Genetics Society Australia itu dalam membantu pasien interseks tidak hanya berhenti di situ saja. Untuk sekadar melacak riwayat kesehatan pasien, reviewer riset Iptek Kedokteran Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes ini kerap mendapat tekanan keluarga pasien. Tidak hanya itu saja, dia juga pernah dicurigai oleh istri dokter yang merawat pasien itu sebelumnya.

Hal itu terjadi ketika menangani penderita interseks yang mengalami gangguan perut. Dari keterangan adik pasien, dia mencari tahu siapa dokter yang merawatnya. Perjuangan Sultana tidak berhenti di situ saja. Sebab, dokter tersebut telah berpindah rumah sakit.

’’Saya diberi nomor dokter tersebut, tapi nomor telepon rumah. Setelah bisa dihubungi dan yang menerima istrinya, ternyata saya malah dicurigai dikira ada apa-apa dengan dokter tersebut,’’ katanya sembari tersenyum.

Setelah bisa diketahui nomor ponsel tersebut, baru diketahui bahwa dokter yang menangani penderita interseks dengan gangguan perut ini  tidak tahu. Dokter tersebut mengatakan, pasien tidak cerita sehingga tidak dilakukan pemeriksaan alat kelamin. Sebaliknya, jika pemeriksaan alat kelamin dilakukan sudah pasti si pasien menolak.

’’Tentu pasien menolak, lha wong yang sakit perut tapi kok alat kelamin ikut diperiksa. Terkadang etika ketimuran kita tidak memungkinkan untuk memeriksa alat kelamin. Tapi setelah diperiksa, ternyata benar alat kelaminnya rancu,’’ imbuhnya.

Atas dedikasinya tersebut, Sultana dinobatkan Freedom Institute sebagai salah seorang pakar Indonesia yang mendalami dan mengembangkan genetika untuk menghadapi sejumlah masalah besar yang memengaruhi mutu kesehatan, pendidikan, dan layanan masyarakat sebuah bangsa.

Sumbangan ilmiahnya yang paling menonjol adalah pemahaman aspek seluler dan molekuler dari kelambanan intelektual dan kerancuan kelamin, beserta pewarisan genetis dan penanganannya.

Sumbangannya tak terbatas pada kajian laboratorium tapi meluas sampai ke pembangunan institusi. Wanita kelahiran Purbalingga, 2 Februari 1952 ini memrakarsai berdirinya program Magister of Genetic Counseling yang pertama di Asia Tenggara. Program ini telah menghasilkan para konselor genetik dari beberapa daerah di Indonesia.  (Hartatik/JBSM/15)

Share this article :

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Education - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger