Diberdayakan oleh Blogger.
Latest Post

Kurikulum Kedokteran Belum Seragam

Written By p3joeang45 on Jumat, 02 Desember 2011 | 11.36

Prof Tjahjono
UNIVERSITAS Diponegoro bekerjasama dengan Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) mengadakan pertemuan nasional guna membahas etika dunia kesehatan. Temanya adalah Bioethic, Biorisk and Professionalism in Medical Education, Research, Health Services and Community Safety. Diadakan Kamis-Sabtu (1-3/12) di Hotel Patrajasa Semarang.

Ketua Panitia Prof Tjahjono mengatakan, saat ini penting untuk memasukkan unsur etika dalam kurikulum pendidikan dokter. "Konsul kedokteran Indonesia sudah merumuskan standar kompetensi seorang dokter. Dokter yang dididik FK di Indonesia harus etis dan humanis kepada masyarakat lalu profesionalisme baru skill dan knowledge-nya," ujarnya.

Dijelaskan, ilmu untuk menjadikan dokter menjadi etis dan peduli bisa diperoleh dari buku. “Sebetulnya ada kompetensi seorang dokter, tapi belum dimasukkan ke dalam kurikulum secara jelas,” kata dia.

Hal tersebut akhirnya membuat kurikulum di setiap daerah berbeda. “Pendidikan dokter di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari Medan, Aceh hingga Surabaya, karena kurikulum mereka juga berbeda,” jelasnya.

Untuk itu, dengan adanya pertemuan JBHKI yang dilakukan dua tahun sekali. Diharapkan antara satu dokter dengan lainnya bisa sharing. Salah satunya cara memasukkan unsur etika di dalam pendidikan kedokteran sehingga dapat saling meningkatkan mutu tiap-tiap universitas.

Urgensi dari pertemuan ini adalah bagaimana menumbuhkan rasa kemanusiaan dalam diri seorang dokter. “Hingga akhirnya ada perubahan sikap,” terangnya.

Dikatakan, masalah etika dalam dunia kedokteran tidak akan pernah tuntas karena setiap ada kemajuan di bidang iptek kedokteran pasti dibarengi akan masalah etika.”Seperti penelitian masalah stemcell, merupakan teknologi baru sehingga etikanya menyusul kemudian. Harus didiskusikan masalah-masalah etika yang akan muncul,” terangnya.

Selain itu, dijelaskan dokter juga harus mendidik masyarakat agar hubungan antara dokter dengan pasien bisa setara.

Sementara, Rektor Undip Prof Sudharto P Hadi mengemukakan, saat ini masalah etika tidak hanya menjadi konsern di dunia kedokteran saja tapi juga di dalam dunia pendidikan secara luas. “Saat ini universitas tidak hanya diharuskan melahirkan lulusan yang cerdas tapi juga memiliki etika dan kepedulian sosial tinggi,” tandasnya.

Ditambahkan, tugas dokter bukan hanya mengobati dan mendiagnosa, tetapi mendidik masyarakat agar bergaya hidup sehat. (awi/nji)

Pengukuhan Guru Besar Tuhan Pun Gunakan Matematika

Rektor Prof Sudijono Sastroatmodjo (kiri) mengukuhkan St Budi Waluya sebagai guru besar bidang matematika
BETAPA pentingnya matematika. Nenek moyang kita sudah menggunakan petung untuk menetapkan putusan penting. Bahkan, Tuhan ‘menggunakan matematika’ untuk menghitung amal hambanya..”Dalam agama, Tuhan diperkenalkan sebagai sosok Yang Maha Menghitung amal dan perbuatan hamba-Nya,” papar Rektor Unnes Prof Sudijono Sastroatmodjo, dalam sambutan pengukuhan Prof St Budi Waluya sebagai guru besar Unnes, kemarin.

Dalam pengukuhannya, Budi Waluya yang merupakan dosen Jurusan Matematika FMIPA Unnes menyampaikan pidato ilmiah berjudul Kontribusi Matematika dalam Pengembangan Ilmu dan Teknologi.

Menurutnya, persamaan diferensial sebagai salah satu cabang matematika memegang peranan penting dalam bidang rekayasa, fisika, ilmu ekonomi, ekologi, dan berbagai disiplin ilmu. “Melalui simbol-simbol dalam persamaan diferensial, hubungan antarvariabel yang kurang jelas menjadi lebih muda dipahami,” ungkapnya.

Persamaan diferensial telah diterapkan dalam berbagai bidang. Antara lain penghitungan pertumbuhan populasi, suspensi kabel jembatan, vibrasi kabel, dan penerapan pada ilmu geografi.
Dalam pidatonya, dia berharap perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan sarjana cerdas dan berdaya saing, namun juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan bangsa melalui pengetahuan dan budaya.

Satu pesan lagi, dia meminta dosen tak melulu mengejar kenaikan pangkat. “Jangan melakukan penelitian hanya sebatas untuk kenaikan pangkat. Namun dengan banyaknya penelitian yang dilakukan, maka pangkat akan dinaikkan,” jelasnya.

Acara pengukuhan dihadiri segenap anggota senat, dekan, dan pejabat di lingkungan Unnes. Dalam sambutannya, Rektor Prof Sudijono Sastroatmodjo mengemukakan pentingnya matematika. Menurutnya, matematika merupakan bidang ilmu pengetahuan penting. Sayangnya, sampai saat ini, prestasi matematika kita belum menggembirakan.

Memang terdapat sejumlah siswa yang mendapat penghargaan internasional di bidang ini, tetapi jumlah mereka terlampau sedikit dibanding jumlah keseluruhan siswa sekolah dan generasi muda Indonesia umumnya.

“Karenanya, dengan kehadiran guru besar baru di bidang matematika ini diharapkan akan meningkatkan kontribusi Unnes dalam perbaikan capaian belajar matematika siswa,” harapnya. (nji)

TK ABA 30 Semarang Tahan Ijazah, Halangi Siswa Masuk SD

Written By p3joeang45 on Kamis, 01 Desember 2011 | 09.52

Guru tengah menata ruang kelas TK ABA 30 Semarang
TK ABA 30 Semarang ternyata kerap menahan ijazah siswanya. Banyak siswa yang ingin mendaftar ke SD, namun gagal karena ijazahnya ditahan pihak sekolah. Hal itu diakui sendiri oleh guru kelas Sri Handayani mewakili Kepala TK Wasiatun kepada Harsem, pekan lalu.

Handayani mengungkapkan, pihaknya memang mengambil kebijakan untuk menahan ijazah siswa yang belum lulus. Pasalnya, banyak orangtua yang kebelet memasukkan anaknya ke SD secara dini. “Bahkan seringkali sang anak belum lulus, sudah didaftarkan masuk SD. Jika ada kasus seperti itu, sekolah mengambil kebijakan untuk menahan ijazah,”jelasnya.

Dia mengaku tak punya hak melarang orangtua untuk memasukkan anaknya ke SD secara dini. Langkah yang dilakukan sekolah, paling menghimbau agar orangtua memberikan pendidikan sesuai tingkat perkembangan anak.

Dikatakan, hal tersebut penting untuk menjaga nama baik sekolah. “Karena kalau memang belum tuntas di TK namun memaksakan diri masuk SD, tentu kemampuannya juga belum maksimal,” jelasnya.

Selanjutnya, jika sudah demikian dan terbukti anak kurang bisa mengikuti pelajaran di SD dengan baik, maka pasti guru SD atau pihak lain akan mempertanyakan dari TK mana anak tersebut berasal. “Kalau alumni TK kami belum bisa mengikuti pelajaran SD dengan baik, maka nama baik sekolah kami akan tercemar,” jelasnya.

Dengan begitu, orang yang mendengar asal TK anak tersebut, mereka akan mempertanyakan kredibilitas TK ABA 30. “Itu yang tidak kami inginkan. Tapi di lain pihak kami juga tidak bisa menahan keinginan orangtua yang ingin memasukkan anaknya ke SD,” terangnya.

Yang bisa dilakukan oleh sekolah hanya memberikan pengarahan kepada orangtua. “Ada sebagian orangtua yang bisa mengerti dan akhirnya mengurungkan keinginan untuk memasukkan anak mereka ke SD,” tuturnya.

Dikatakan, paling tidak siswa yang lulus dari TK tersebut yaitu usia enam tahun. “Kalau untuk kelompok A yaitu untuk anak usia 4 hingga 5, sedangkan untuk kelompok B yaitu usia 5 sampai 6 tahun,” kata dia.

Namun untuk kelompok B ini tak jarang ada orangtua yang ingin memasukkan anak mereka meski usia belum sampai di usia empat tahun. “Kadang ada yang anak mereka masih usia 3,8 tahun ingin dimasukkan. Jika sudah demikian kami memberikan penjelasan kepada orangtua, bahwa boleh saja masuk tapi konsekuensinya yaitu waktu di TK lebih lama dari yang biasanya,” paparnya.

Tak seperti TK lain, TK ABA 30 ini menggunakan sistem pembelajaran sudut. “Jadi kamu mengoptimalkan ruang yang kami punya. Kalau mengggunakan sistem area yang saat ini banyak diterapkan TK lain, kami terkendala terbatasnya ruangan,” urainya.(awi/nji)


Atikah Siswi SDIT Harapan Bunda Cerpenis Cilik Semarang yang Juara Nasional

Penyerahan kembali hadiah lomba kepada Atikah oleh Kepala Sekolah Lusiana Fatmawati
KECIL-KECIL cabe rawit. Istilah itu agaknya pantas disematkan pada diri Atikah. Siswi kelas VI SDIT Harapan Bunda ini berhasil menyebet juara pertama lomba menulis cerpen kategori pemula tingkat nasional yang diselenggarakan penerbit Mizan kerjasama dengan Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).

Tak disangka, gadis cilik  manis yang pembawaannya kalem ini ternyata menyimpan bakat menulis luar biasa. Putri pasangan Abdul Hakim dan Tadzkirotul Latifah ini sejak kelas III SD mempunyai kegemaran membaca buku Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK) yang merupakan kumpulan cerita-cerita pendek (cerpen).

Seperti dituturkan  Abdul Hakim, setiap selesai baca buku KKPK, selalu minta dibelikan lagi. “Hingga kini koleksinya hampir seratusan buku,” jelasnya kepada Harsem, baru-baru ini.

Melihat kecenderungan putrinya yang suka membaca KKPK dan menulis diari inilah kedua orangtua Atikah mendorong dan memotivasi untuk belajar membuat cerpen, seperti yang dibaca. Akhirnya mulailah Atikah kecil membuat cerita-cerita pendek.

“Atikah pada awalnya suka membuat cerita-cerita pendek tapi tidak tuntas, terus berganti tema lagi,” tutur sang ibu, Tadzkirotul Latifah. Tapi pola itu dijalaninya dengan terus menerus sambil belajar memperbaiki. 

Berawal dari ketidaksengajaan membuka internet ada lomba menulis cerpen, Atikah bersemangat mencoba membuat karya cerpen dan mengirimkannya. Ternyata Atikah mampu bersaing dengan 500 naskah cerpen yang masuk. 

Selanjutnya diambil 176 anak  yang diundang pada konferensi penulis cilik Indonesia 2011 di Jakarta. Di sana Atikah bertemu dengan penulis-penulis cilik yang selama ini hanya akrab dalam tulisan. “Saya senang bisa bertemu penulis cilik Kak Yunda yang selama ini aku idolakan karyanya,” kata Atikah. 

Lebih membahagiakan lagi adalah ketika mendapatkan penghargaan yang diserahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Prof Muhammad Nuh, sebagai juara pertama. “Rasanya seperti mimpi saja,“ kata gadis cilik yang bercita-cita sebagai penulis terkenal dan dokter ini.

Dalam lomba cerpen itu Atikah membuat cerpen dengan judul Naila Bintang Bersinar. Gadis kecil kelahiran Kendal, 24 Agustus 2000 menuturkan dengan apik kisah gadis yatim miskin bernama Naila yang cerdas dan pekerja keras hingga akhirnya menemui kesuksesan. (aris wasita widiastuti/nji)


Kuliahnya di Kampus, Ngajinya pada Kiai

Dari Kiri Imam Munajat (moderator), KH Haris Sodaqoh, dan KH Abdul Muhith
SUDAH memilih pendidikan moderen dengan kuliah di kampus, malah balik disuruh ngaji kepada kiai. Barangkali ini merupakan bukti, pendidikan ‘kuno’ di pesantren masih diandalkan untuk membentuk karakter mahasiswa.

Seperti dilakukan seribuan mahasiswa dan dosen Unissula, selasa (20/11). Para sivitas akademika kampus cyber ini malah ngangsu pendidikan karakter pada KH Hrais Shodaqoh, pengasuh Ponpes Al Itqon Gugen Semarang, yang notabene ‘hanya’ ponpes salaf.

Acara  halaqah ulama dengan tema Pembangunaan Karakter Bangsa melalui Pendidikan  itu diadakan di Masjid Abu Bakar Assegaf komplek Kampus Unissula, Jl Kaligawe Semarang.

Pada sesi pertama, tiga kiai memberi mauidhoh hasanah dilanjutkan tanya jawab. Ketiganya adalah KH Maimun Zubeir dari Ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang, KH Syukron Ma’mun (Ponpes Daarul Rahman  Jakarta), dan KH Dimyathi Rois (Ponpes Al-Fadhlu wal Fadhilah Kaliwungu Kendal).

Di sesi kedua, taushiah disampaikan Pengasuh Ponpes Al-Itqon KH Haris Sodaqoh dan Pengasuh Ponpes Al-Kholidin Jakarta KH Abdul Muhith.

Kiai Maimun dan Kiai Dimyathi yang mengasuh ponpes salafiyah menjelaskan bahwa pendidikan karakter itu butuh waktu lama dan intensitas serius. Butuh perhatian prima dan konsisten. Maka, mengasramakan mahasiswa/mahasiswi adalah salah satu cara yang baik, dan itu telah dilakukan Unissula.

Sementara Kiai Sukron Ma’mun yang mengasuh pesantren berpola paduan modern dan salaf memaparkan pentingnya penguasaan bahasa Arab dan bahasa asing lain untuk menambah bekal sukses hidup manusia. Itu setelah dia mantap ilmu agamanya dan telah terbentuk menjadi orang soleh.

Pembiasaan Membaca Alquran
Adapun Kiai Haris Sodaqoh dan Kiai Abdul Muhith yang mengasuh pesantren semimoderen dengan kurikulum salaf menekankan pentingnya penanaman iman dan pembiasaan baca Alqur'an. Syukur menghafalkan Alquran. Jika iman sudah ditanamkan, salah satunya dengan pendalaman Alquran, maka di manapun berada, akan menjadi orang yang berakhlak mulia. Karakter yang baik menjadi ciri khasnya dan dibawa sampai menghadap Tuhannya.

Rektor Unissula Prof Laode M Kamaluddin dalam sambutan pembukaan, Unissula  telah menjadikan pendidikan karakter sebagai hal penting sejak didirikan 49 tahun silam. Bahkan saat ini memasuki fase penting menjadi universitas terdepan dalam membangun pendidikan karakter.

“Sejak didirikan, Unissula menjadikan pendidikan karakter sebagai hal penting. Saat sekarang memasuki fase penting, kami mengundang ulama untuk menyusun rumusan pendidikan karakter di kampus ini. Momennya kami ambil tahun baru hijriyah 1433 ini,” ujarnya

“Rumusan pendidikan karakter sangat penting. Karena kami ingin mengkader calon pemimpin bangsa.  Terlebih universitas ini didirikan oleh ulama, bangsawan, pengusaha, dan pejuang,” terangnya.

Dijelaskannya, tiga tujuan Unissula yakni melahirkan generasi khaira ummah (generasi umat terbaik), kompetensi lulusan berrkelas global, dan mempersiapkan mahasiswa berkarakter unggul. (nji)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Education - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger