Latest Post
08.15
Sempat Diremehkan, “Si Kutu Buku” Sukses Gelar Olimpiade
Written By Harian Semarang on Rabu, 27 Oktober 2010 | 08.15

WALAU baru kali pertama digelar, Ganesha Saince Olympiad (GSO) yang diselenggarakan SMA Negeri 3 beberapa waktu lalu sukses. Dalam kegiatan yang dibuat sebagai stimulus minat dan kecintaan pelajar terhadap sains tersebut, panitia penyelenggara berhasil menjaring sedikitnya 400-an pelajar tingkat SLTP dari berbagai pelosok kota di Jawa Tengah.
Tentunya menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi Firsty Ilminovia (17) sang ketua panitia dan rekan-rekan di kepanitiaan GSO lainnya. Pasalnya, ketika persiapan pelaksanaan acara, beberapa pihak sempat meragukan kemampuan mereka.
“Awalnya kami mendapat tanggapan miring dari beberapa pihak. Mereka meragukan kemampuan kami menyelenggarakan olimpiade ini. Mereka kira, kami kutu buku hanya bisa belajar teori dan membaca buku,” jelas Firsty saat ditemui di sekolahnya kemarin. Sempat merasa down juga semangatnya karena hal itu.
Namun berkat motivasi yang diberikan rekan-rekan panitia lainnya, siswi kelas XII tersebut berhasil memupuk keyakinannya sendiri. Bahwa ia dan timnya pasti mampu menggelar acara tersebut hingga sukses.
“Beruntung tim kepanitiaan GSO kemarin sangat solid. Ketika salah satu dari kami mengalami krisis semangat, rekan-rekan lainnya memberikan motivasi,” imbuh siswi yang juga menjabat Ketua Seksi Pendidikan Politik dan Kepemimpinan pada OSIS SMA Negeri 3 itu.
Butuh kegigihan dan pengorbanan waktu untuk menyukseskan acara itu. Mengaku belum mempunyai pengalaman menyelenggarakan olimpiade sains sebelumya, Firsty dan timnya berusaha menggali informasi dan pengetahuan tentang teknis pelaksanaan acara dari kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan di sekolahnya.
Bahkan “peras otak” pun sempat harus mereka lakukan, lantaran tiga minggu jelang pelaksanaan lomba ternyata peserta yang mendaftar masih di bawah batas kuota. Dari permasalahan ini, dengan sigap mereka lantas melayangkan permohonan bantuan kerjasama kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
“Beruntung Dinas Pendidikan Provinsi Jateng kemudian menyambut permohonan bantuan yang kami ajukan dengan memberikan disposisi ke dinas pendidikan di kabupaten-kabupaten untuk mensosialisasikan acara kami ke sekolah-sekolah,” jelasnya.
Ditambahkannya, dari hasil kerjasama itu pihaknya akhirnya bisa bernafas lega. Sekolah-sekolah SLTP di berbagai kabupaten kemudian mendaftarkan siswa-siswinya untuk mengikuti lomba tersebut, baik secara online maupun offline. Bahkan hingga hari H, peserta yang mendaftar masih membludak.
“Selain merasa gembira karena bisa menyumbangkan hal positif kepada sekolah melalui kegiatan olimpiade, pelajaran berharga juga bisa kami dapatkan. Bahwa pada dasarnya modal yang paling utama dalam melaksanakan sebuah kegiatan adalah optimisme, kerjasama, dan yang tak kalah penting juga selalu berdoa,” tandasnya mengakhiri. (niam)
Tentunya menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi Firsty Ilminovia (17) sang ketua panitia dan rekan-rekan di kepanitiaan GSO lainnya. Pasalnya, ketika persiapan pelaksanaan acara, beberapa pihak sempat meragukan kemampuan mereka.
“Awalnya kami mendapat tanggapan miring dari beberapa pihak. Mereka meragukan kemampuan kami menyelenggarakan olimpiade ini. Mereka kira, kami kutu buku hanya bisa belajar teori dan membaca buku,” jelas Firsty saat ditemui di sekolahnya kemarin. Sempat merasa down juga semangatnya karena hal itu.
Namun berkat motivasi yang diberikan rekan-rekan panitia lainnya, siswi kelas XII tersebut berhasil memupuk keyakinannya sendiri. Bahwa ia dan timnya pasti mampu menggelar acara tersebut hingga sukses.
“Beruntung tim kepanitiaan GSO kemarin sangat solid. Ketika salah satu dari kami mengalami krisis semangat, rekan-rekan lainnya memberikan motivasi,” imbuh siswi yang juga menjabat Ketua Seksi Pendidikan Politik dan Kepemimpinan pada OSIS SMA Negeri 3 itu.
Butuh kegigihan dan pengorbanan waktu untuk menyukseskan acara itu. Mengaku belum mempunyai pengalaman menyelenggarakan olimpiade sains sebelumya, Firsty dan timnya berusaha menggali informasi dan pengetahuan tentang teknis pelaksanaan acara dari kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan di sekolahnya.
Bahkan “peras otak” pun sempat harus mereka lakukan, lantaran tiga minggu jelang pelaksanaan lomba ternyata peserta yang mendaftar masih di bawah batas kuota. Dari permasalahan ini, dengan sigap mereka lantas melayangkan permohonan bantuan kerjasama kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah.
“Beruntung Dinas Pendidikan Provinsi Jateng kemudian menyambut permohonan bantuan yang kami ajukan dengan memberikan disposisi ke dinas pendidikan di kabupaten-kabupaten untuk mensosialisasikan acara kami ke sekolah-sekolah,” jelasnya.
Ditambahkannya, dari hasil kerjasama itu pihaknya akhirnya bisa bernafas lega. Sekolah-sekolah SLTP di berbagai kabupaten kemudian mendaftarkan siswa-siswinya untuk mengikuti lomba tersebut, baik secara online maupun offline. Bahkan hingga hari H, peserta yang mendaftar masih membludak.
“Selain merasa gembira karena bisa menyumbangkan hal positif kepada sekolah melalui kegiatan olimpiade, pelajaran berharga juga bisa kami dapatkan. Bahwa pada dasarnya modal yang paling utama dalam melaksanakan sebuah kegiatan adalah optimisme, kerjasama, dan yang tak kalah penting juga selalu berdoa,” tandasnya mengakhiri. (niam)
Label:
Pendidikan,
SMA
07.59
Dulu Mencari Sekarang Menolak

Dulu kekurangan siswa sehingga harus mencari. Sekarang terpaksa menolak siswa karena sudah
melebihi kuota.
Peristiwa tersebut terjadi hampir setiap tahun di SDN Pandean Lamper 10. Kepala sekolah setempat, Sudarno menjelaskan, banyaknya orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di SD tersebut karena meningkatnya kualitas sekolah.
“Dulu kami selalu kekurangan siswa, Karena memang banyak sekali sekolah di kawasan ini, ada sekitar lima hingga enam sekolah. Pesaingnya banyak sekali,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya di Jalan Gajah Barat IV, kemarin.
Sudarno mengatakan, jika dulu sekolah hanya membuka satu kelas, sekarang setiap tingkat dibuka dua kelas.
“Hal itu sudah kami lakukan sejak empat tahun yang lalu. Itu juga karena banyaknya orangtua siswa yang meminta sekolah menambah kuota siswa. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan dinas pendidikan, kami diperbolehkan menambah jumlah kelas,” ujarnya.
Itupun, dijelaskan Sudarno masih melebihi kuota. “Karena satu kelas mestinya dihuni 35 hingga 40 siswa. Namun karena banyaknya jumlah pendaftar, kami menerima 90 siswa untuk dua kelas,” lanjutnya.
Dirinya menambahkan setiap tahun siswa yang mendaftar SDN Pandean Lamper 10 mencapai 200 anak. “Jadi kami harus selektif memilih mana yang memenuhi standar,” imbuhnya.
Dijelaskan, kualitas sekolah tersebut salah satunya terlihat dari seringnya siswa SDN Pandean Lamper 10 menjadi juara siswa berprestasi. “Bahkan siswa sini sering menjadi wakil kecamatan Gayamsari untuk mengikuti lomba siswa berprestasi, baik putra maupun putri,” jelasnya.
Sekolah juga pernah menjuarai lomba gugus tingkat kota sebagai juara II. “Sedangkan untuk UASBN, kami sering menduduki peringkat kedua atau ketiga untuk tingkat kecamatan,” imbuhnya.
Untuk mencapai hal tersebut, Sudarno mengatakan, salah satu sistem yang sering diterapkan adalah diadakannya studi banding untuk guru-guru ke sekolah-sekolah yang unggul.
“Kami melakukan studi banding setiap tahun. Kota yang pernah kami kunjungi antara lain Yogyakarta dan Magelang,” terangnya.
Studi banding dimanfaatkan untuk menimba ilmu. “Kami mengunjungi sekolah yang memiliki peringkat bagus dan kualitas tinggi,” lanjutnya.
Mengenai jam tambahan pelajaran, Sudarno mengatakan, langkah tersebut hampir sama seperti yang dilakukan oleh sekolah-sekolah lain.
“Tidak jauh berbeda dengan sekolah yang lain, hanya saja, selain tambahan jam pelajaran secara kolektif, sekolah juga mengadakan pembinaan khusus untuk anak yang kurang pandai,” paparnya.
Mengenai anak yang kurang pandai, Sudarno mengatakan dari 427 siswa, yang tergolong anak kurang pandai tidak lebih dari 5%. “Jumlahnya tidak lebih dari 10 siswa,” terangnya.
Selain memberikan pembinaan, sekolah juga melakukan pendekatan kepada orangtua. “Orangtua kami minta membimbing anaknya selama di rumah. Karena banyak siswa yang menggunakan jam belajar di rumah untuk bermain,” paparnya. (aris)
melebihi kuota.
Peristiwa tersebut terjadi hampir setiap tahun di SDN Pandean Lamper 10. Kepala sekolah setempat, Sudarno menjelaskan, banyaknya orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di SD tersebut karena meningkatnya kualitas sekolah.
“Dulu kami selalu kekurangan siswa, Karena memang banyak sekali sekolah di kawasan ini, ada sekitar lima hingga enam sekolah. Pesaingnya banyak sekali,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya di Jalan Gajah Barat IV, kemarin.
Sudarno mengatakan, jika dulu sekolah hanya membuka satu kelas, sekarang setiap tingkat dibuka dua kelas.
“Hal itu sudah kami lakukan sejak empat tahun yang lalu. Itu juga karena banyaknya orangtua siswa yang meminta sekolah menambah kuota siswa. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan dinas pendidikan, kami diperbolehkan menambah jumlah kelas,” ujarnya.
Itupun, dijelaskan Sudarno masih melebihi kuota. “Karena satu kelas mestinya dihuni 35 hingga 40 siswa. Namun karena banyaknya jumlah pendaftar, kami menerima 90 siswa untuk dua kelas,” lanjutnya.
Dirinya menambahkan setiap tahun siswa yang mendaftar SDN Pandean Lamper 10 mencapai 200 anak. “Jadi kami harus selektif memilih mana yang memenuhi standar,” imbuhnya.
Dijelaskan, kualitas sekolah tersebut salah satunya terlihat dari seringnya siswa SDN Pandean Lamper 10 menjadi juara siswa berprestasi. “Bahkan siswa sini sering menjadi wakil kecamatan Gayamsari untuk mengikuti lomba siswa berprestasi, baik putra maupun putri,” jelasnya.
Sekolah juga pernah menjuarai lomba gugus tingkat kota sebagai juara II. “Sedangkan untuk UASBN, kami sering menduduki peringkat kedua atau ketiga untuk tingkat kecamatan,” imbuhnya.
Untuk mencapai hal tersebut, Sudarno mengatakan, salah satu sistem yang sering diterapkan adalah diadakannya studi banding untuk guru-guru ke sekolah-sekolah yang unggul.
“Kami melakukan studi banding setiap tahun. Kota yang pernah kami kunjungi antara lain Yogyakarta dan Magelang,” terangnya.
Studi banding dimanfaatkan untuk menimba ilmu. “Kami mengunjungi sekolah yang memiliki peringkat bagus dan kualitas tinggi,” lanjutnya.
Mengenai jam tambahan pelajaran, Sudarno mengatakan, langkah tersebut hampir sama seperti yang dilakukan oleh sekolah-sekolah lain.
“Tidak jauh berbeda dengan sekolah yang lain, hanya saja, selain tambahan jam pelajaran secara kolektif, sekolah juga mengadakan pembinaan khusus untuk anak yang kurang pandai,” paparnya.
Mengenai anak yang kurang pandai, Sudarno mengatakan dari 427 siswa, yang tergolong anak kurang pandai tidak lebih dari 5%. “Jumlahnya tidak lebih dari 10 siswa,” terangnya.
Selain memberikan pembinaan, sekolah juga melakukan pendekatan kepada orangtua. “Orangtua kami minta membimbing anaknya selama di rumah. Karena banyak siswa yang menggunakan jam belajar di rumah untuk bermain,” paparnya. (aris)
Label:
SD
07.48
Hiasi Tembok Sekolah dengan Mural

Dunia yang indah tersaji di SMAN Semarang. Mereka mengubah tembok sekolah menjadi surga mural yang ekspresif.
DUNIA anak muda adalah dunia penuh ekspresi. Apa saja bisa dijadikan pelampiasan untuk menuntaskan hasrat diri untuk tampil. Dari sekadar update status facebook, bikin grafiti di tembok, hingga merebut prestasi. Bukan sekadar narsis, tetapi ingin eksistansi mereka diakui.
SMA Negeri 6 Semarang punya saluran untuk mewadahi hasrat itu. Mereka merelakan tembok sekolah dijadikan medium ekspresi: mural. Sekaligus menjadi wahana mengasah jiwa seni siswa.
Urgennya ranah keindahan (seni) bagi kehidupan manusia menjadi salah satu pijakan bagi sekolah yang berjarak sepelontaran batu dari Bundaran Kalibanteng ini untuk mengembangkan
seni secara serius. Khususnya di bidang seni rupa.
Kepala Sekolah Totok Widyanto mengatakan, hal itu dilakukan juga karena melihat kuatnya antusiasme anak didiknya dalam mengembangkan bakat dan minat.
“Pengembangan bakat seni tidak hanya melalui pembelajaran mapel seni dan budaya. Namun juga melalui kegiatan ekstrakurikuler,” terang Totok didampingi Nur Fajri Guru mapel budaya dan kesenian kemarin (26/10).
Dikatakannya, pengembangan seni di SMA Negeri 6 dilakukan dengan berlandaskan keunggulan lokal (local genius). Hal itu dilakukan untuk menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren melalui pendidikan.
Melalui mapel budaya dan seni, secara khusus siswa dikenalkan dengan seni rupa yang dianggap sebagai kekayaan tradisi kota semarang.
Salah satunya, seperti pengenalan terhadap corak batik khas semarangan tanpa mengabaikan pembelajaran ilmu dasar seni rupa pada umumnya.
Di antaranya materi desain dasar yang diperuntukkan bagi siswa kelas X, proyeksi perspektif untuk siswa kelas XI, dan materi pengembangan untuk siswa Kelas XII.
Pada kegiatan pembelajarannya, setiap minggu siswa mendapatkan tugas menggambar dari guru pengampu mapel tersebut. Lalu karya siswa yang dinilai bagus akan dipajang di mading sekolah selama seminggu.
“Pemajangan gambar siswa ini selain sebagai bentuk apresiasi juga untuk memotivasi siswa agar lebih serius,” jelasnya.
Tidak hanya sampai di situ, keseriusan sekolah dalam mengembangkan seni rupa juga dilakukan tanpa melakukan pengekangan terhadap kreativitas siswa. Seperti kepada kelompok siswa yang menekuni mural misalnya. Oleh sekolah mereka diberikan kebebasan untuk berkarya di lingkungan sekolah. Salah satu karya mural mereka saat ini bisa dilihat di tembok kantin.
“Untuk pengembangan mural, kami berencana memenuhi tembok kelas dengan karya siswa. Jadi nanti tak hanya Yogyakarta yang disebut sebagai surga mural, tapi SMA Negeri 6 juga,” imbuhnya. (niam)
DUNIA anak muda adalah dunia penuh ekspresi. Apa saja bisa dijadikan pelampiasan untuk menuntaskan hasrat diri untuk tampil. Dari sekadar update status facebook, bikin grafiti di tembok, hingga merebut prestasi. Bukan sekadar narsis, tetapi ingin eksistansi mereka diakui.
SMA Negeri 6 Semarang punya saluran untuk mewadahi hasrat itu. Mereka merelakan tembok sekolah dijadikan medium ekspresi: mural. Sekaligus menjadi wahana mengasah jiwa seni siswa.
Urgennya ranah keindahan (seni) bagi kehidupan manusia menjadi salah satu pijakan bagi sekolah yang berjarak sepelontaran batu dari Bundaran Kalibanteng ini untuk mengembangkan
seni secara serius. Khususnya di bidang seni rupa.
Kepala Sekolah Totok Widyanto mengatakan, hal itu dilakukan juga karena melihat kuatnya antusiasme anak didiknya dalam mengembangkan bakat dan minat.
“Pengembangan bakat seni tidak hanya melalui pembelajaran mapel seni dan budaya. Namun juga melalui kegiatan ekstrakurikuler,” terang Totok didampingi Nur Fajri Guru mapel budaya dan kesenian kemarin (26/10).
Dikatakannya, pengembangan seni di SMA Negeri 6 dilakukan dengan berlandaskan keunggulan lokal (local genius). Hal itu dilakukan untuk menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inheren melalui pendidikan.
Melalui mapel budaya dan seni, secara khusus siswa dikenalkan dengan seni rupa yang dianggap sebagai kekayaan tradisi kota semarang.
Salah satunya, seperti pengenalan terhadap corak batik khas semarangan tanpa mengabaikan pembelajaran ilmu dasar seni rupa pada umumnya.
Di antaranya materi desain dasar yang diperuntukkan bagi siswa kelas X, proyeksi perspektif untuk siswa kelas XI, dan materi pengembangan untuk siswa Kelas XII.
Pada kegiatan pembelajarannya, setiap minggu siswa mendapatkan tugas menggambar dari guru pengampu mapel tersebut. Lalu karya siswa yang dinilai bagus akan dipajang di mading sekolah selama seminggu.
“Pemajangan gambar siswa ini selain sebagai bentuk apresiasi juga untuk memotivasi siswa agar lebih serius,” jelasnya.
Tidak hanya sampai di situ, keseriusan sekolah dalam mengembangkan seni rupa juga dilakukan tanpa melakukan pengekangan terhadap kreativitas siswa. Seperti kepada kelompok siswa yang menekuni mural misalnya. Oleh sekolah mereka diberikan kebebasan untuk berkarya di lingkungan sekolah. Salah satu karya mural mereka saat ini bisa dilihat di tembok kantin.
“Untuk pengembangan mural, kami berencana memenuhi tembok kelas dengan karya siswa. Jadi nanti tak hanya Yogyakarta yang disebut sebagai surga mural, tapi SMA Negeri 6 juga,” imbuhnya. (niam)
Label:
Pendidikan,
SMA
09.58
Antikorupsi Tak Sulit Diterapkan
Written By Harian Semarang on Jumat, 15 Oktober 2010 | 09.58
SD Negeri Mangunharjo
BAGI Kepala Sekolah Mangunharjo Kecamatan Tugu Semarang, penanaman sembilan nilai dasar antikorupsi sebagai nilai yang harus diterapkan di dunia pendidikan untuk penanggulangan dan pemberantasan korupsi sejak dini merupakan salah satu solusi efektif untuk pemberantasan budaya korupsi yang sekarang ini merajalela di negara Indonesia.
“Guru dituntut mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada anak didik tanpa terkecuali, mengingat pentingnya nilai tersebut,” jelas Kepala SD Negeri Mangunharjo Khoiri kepada Harsem kemarin.
Melihat pengalaman, dirinya yakin guru akan mampu menerapkan kurikulum pendidikan antikorupsi yang sedang dicanangkan. “Sembilan nilai antikorupsi sudah ada di masyarakat, tinggal menerapkannya di sekolah secara optimal,” tambahnya.
Untuk menerapkan pendidikan antikorupsi, Khoiri berencana mencari dan mengiventarisir budaya-budaya masyarakat sekitar, lalu dipilih berdasarkan tingkat efektivitasnya untuk diterapkan di sekolah.
“Pembelajaran nilai-nilai tersebut tidak harus dengan kantin kejujuran, namun bisa dengan bentuk lain yang dekat dengan lingkungan kita,” jelasnya.
Secara garis besar, program pendidikan antikorupsi di dunia pendidikan merupakan program yang bagus. Karena hal itu akan menumbuhkan mental dan sikap arif di kalangan pelajar untuk menghindari dan memberantas korupsi. Namun hal yang lebih penting dalam memberantas korupsi di dunia pendidikan, adalah membersihkan instansi pendidikan dari korupsi. (niam)
BAGI Kepala Sekolah Mangunharjo Kecamatan Tugu Semarang, penanaman sembilan nilai dasar antikorupsi sebagai nilai yang harus diterapkan di dunia pendidikan untuk penanggulangan dan pemberantasan korupsi sejak dini merupakan salah satu solusi efektif untuk pemberantasan budaya korupsi yang sekarang ini merajalela di negara Indonesia.
“Guru dituntut mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada anak didik tanpa terkecuali, mengingat pentingnya nilai tersebut,” jelas Kepala SD Negeri Mangunharjo Khoiri kepada Harsem kemarin.
Melihat pengalaman, dirinya yakin guru akan mampu menerapkan kurikulum pendidikan antikorupsi yang sedang dicanangkan. “Sembilan nilai antikorupsi sudah ada di masyarakat, tinggal menerapkannya di sekolah secara optimal,” tambahnya.
Untuk menerapkan pendidikan antikorupsi, Khoiri berencana mencari dan mengiventarisir budaya-budaya masyarakat sekitar, lalu dipilih berdasarkan tingkat efektivitasnya untuk diterapkan di sekolah.
“Pembelajaran nilai-nilai tersebut tidak harus dengan kantin kejujuran, namun bisa dengan bentuk lain yang dekat dengan lingkungan kita,” jelasnya.
Secara garis besar, program pendidikan antikorupsi di dunia pendidikan merupakan program yang bagus. Karena hal itu akan menumbuhkan mental dan sikap arif di kalangan pelajar untuk menghindari dan memberantas korupsi. Namun hal yang lebih penting dalam memberantas korupsi di dunia pendidikan, adalah membersihkan instansi pendidikan dari korupsi. (niam)
Label:
Pendidikan,
SD
09.53
Antikorupsi Jadi Budaya Sekolah
SD Negeri Karangroto 1
PENCANANGAN pendidikan antikorupsi di seluruh tingkatan pendidikan mendapat sambutan baik dari kepala sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Salah satunya Kepala SD Negeri Karangroto 1 Ali Ngatmin. Ditemui seusai menandatangani nota komitmen antikorupsi pada acara Penyuluhan Pendidikan Antikorupsi yang diselenggarakan Disdik Kota Semarang dan KP2KKN, dia mengatakan pendidikan antikorupsi harus ditanamkan di dunia pendidikan karena sangat berguna bagi anak didik.
“Penerapan sembilan karakter nilai dasar antikorupsi di lingkungan sekolah akan menciptakan siswa yang memiliki moral dan mental baik,” ungkapnya.
Melihat banyaknya manfaat yang bisa dituai dari pendidikan antikorupsi, Ali Ngatmin bertekad lebih menjadikan pembelajaran nilai kejujuran, disiplin, tanggung jawab, adil, peduli, berani, sederhana, kerja keras, dan mandiri sebagai budaya di lingkungan sekolah yang ia pimpin.
“Sedikit banyak SD Negeri Karangroto 1 sudah menerapkan kegiatan-kegiatan yang orientasinya untuk penanaman nilai tersebut. Namun setelah ada program ini, ke depan kami berencana semakin mengaktualisasikannya menjadi budaya sekolah,” ungkapnya.
Alasan lain yang membuatnya semakin serius menjadikan nilai dasar antikorupsi sebagai budaya di sekolahnya karena dirinya yakin jika guru mampu menerapkan pendidikan antikorupsi.
“Selama ini mereka sudah menerapkan, tinggal mengoptimalkannya,” tegasnya. (niam)
PENCANANGAN pendidikan antikorupsi di seluruh tingkatan pendidikan mendapat sambutan baik dari kepala sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Semarang.
Salah satunya Kepala SD Negeri Karangroto 1 Ali Ngatmin. Ditemui seusai menandatangani nota komitmen antikorupsi pada acara Penyuluhan Pendidikan Antikorupsi yang diselenggarakan Disdik Kota Semarang dan KP2KKN, dia mengatakan pendidikan antikorupsi harus ditanamkan di dunia pendidikan karena sangat berguna bagi anak didik.
“Penerapan sembilan karakter nilai dasar antikorupsi di lingkungan sekolah akan menciptakan siswa yang memiliki moral dan mental baik,” ungkapnya.
Melihat banyaknya manfaat yang bisa dituai dari pendidikan antikorupsi, Ali Ngatmin bertekad lebih menjadikan pembelajaran nilai kejujuran, disiplin, tanggung jawab, adil, peduli, berani, sederhana, kerja keras, dan mandiri sebagai budaya di lingkungan sekolah yang ia pimpin.
“Sedikit banyak SD Negeri Karangroto 1 sudah menerapkan kegiatan-kegiatan yang orientasinya untuk penanaman nilai tersebut. Namun setelah ada program ini, ke depan kami berencana semakin mengaktualisasikannya menjadi budaya sekolah,” ungkapnya.
Alasan lain yang membuatnya semakin serius menjadikan nilai dasar antikorupsi sebagai budaya di sekolahnya karena dirinya yakin jika guru mampu menerapkan pendidikan antikorupsi.
“Selama ini mereka sudah menerapkan, tinggal mengoptimalkannya,” tegasnya. (niam)
Label:
Pendidikan,
SD
09.26
Ajarkan Komputer di Semua Kelas
SD Negeri Wonolopo 1
HARUS sabar dan telaten. Itulah yang harus terus dikedepankan Febiristiani dalam menjalankan tugas sebagai pengajar pendidikan komputer di SD Negeri Wonolopo 1. Pasalnya, selama seminggu penuh dirinya harus mengajarkan komputer kepada semua siswa dari kelas I hingga kelas VI di sekolah yang berada di Kecamatan Mijen tersebut.
Kesabaran dan ketelatenan itu sangat terlihat saat ia mengajarkan pendidikan komputer untuk siswa kelas III pada Kamis, (14/10) kemarin. Dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di ruang komputer tersebut dirinya terlihat harus pontangpanting karena hampir seluruh anak didiknya meminta dirinya mengajari.
“Ya beginilah keadaan hampir setiap harinya. Belum selesai menjelaskan pada satu murid, murid-murid lain sudah berteriak minta diajari atau dikoreksi. Maklum namanya juga anakanak” jelasnya.
Dirinya juga dituntut harus lebih bersabar ketika menghadapi anak yang manja. Seperti yang sempat terjadi ketika Harsem bertandang ke kelasnya kemarin. Di tengah kegiatan belajar-mengajar sehabis jam sekolah itu kegaduhan juga sempat terjadi.
Seorang siswa menangis gara-gara tidak mau mempelajari materi yang dia berikan, dan merengek minta dibukakan aplikasi game yang ada dalam komputer.
Namun berkat ketelatenannya mengajar akhirnya anak tersebut pun bersedia mengikuti materi
yang ia ajarkan, yakni mempelajari aplikasi Wordstar.
Dalam pembelajaran komputer ini, Febiristianti menjelaskan setiap siswa mendapat materi pembelajaran yang berbeda.
Misal untuk siswa kelas I hingga II, materi yang diberikan adalah menggambar dengan memakai aplikasi Paint. Kemudian siswa kelas III hingga kelas V, materi adalah Wordstar. Sedangkan bagi siswa kelas VI, mereka diajarkan pengoperasionalan aplikasi Microsoft Exel.
Menurut Sunari salah satu guru yang dituakan di sekolah, pembelajaran komputer di semua kelas yang diterapkan SD Negeri Wonolopo 1 ini merupakan salah satu program yang sudah dijalankan sejak dua tahun lalu. Tujuannya mengenalkan dan meningkatkan pengetahuan serta keilmuan siswa dalam penguasaan teknologi sejak dini.
Pembelajarannya dilakukan setelah jam sekolah selesai. Program ini berhasil terwujud berkat kerjasama yang dilakukan sekolah dengan sebuah lembaga pendidikan komputer.
Dengan menarik iuran sebesar Rp 10 ribu setiap siswa, lembaga pendidikan komputer yang digandeng bersedia memberikan fasilitas 10 unit komputer untuk pembelajaran di sekolah, sekaligus tenaga pengajarnya.
“Hal ini ditempuh karena sekolah tidak mempunyai sarana sendiri. Jumlah iuran yang harus dikeluarkan siswa relatif murah dibanding jika kursus sendiri di luar,” jelas Sunari. (niam)
HARUS sabar dan telaten. Itulah yang harus terus dikedepankan Febiristiani dalam menjalankan tugas sebagai pengajar pendidikan komputer di SD Negeri Wonolopo 1. Pasalnya, selama seminggu penuh dirinya harus mengajarkan komputer kepada semua siswa dari kelas I hingga kelas VI di sekolah yang berada di Kecamatan Mijen tersebut.
Kesabaran dan ketelatenan itu sangat terlihat saat ia mengajarkan pendidikan komputer untuk siswa kelas III pada Kamis, (14/10) kemarin. Dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di ruang komputer tersebut dirinya terlihat harus pontangpanting karena hampir seluruh anak didiknya meminta dirinya mengajari.
“Ya beginilah keadaan hampir setiap harinya. Belum selesai menjelaskan pada satu murid, murid-murid lain sudah berteriak minta diajari atau dikoreksi. Maklum namanya juga anakanak” jelasnya.
Dirinya juga dituntut harus lebih bersabar ketika menghadapi anak yang manja. Seperti yang sempat terjadi ketika Harsem bertandang ke kelasnya kemarin. Di tengah kegiatan belajar-mengajar sehabis jam sekolah itu kegaduhan juga sempat terjadi.
Seorang siswa menangis gara-gara tidak mau mempelajari materi yang dia berikan, dan merengek minta dibukakan aplikasi game yang ada dalam komputer.
Namun berkat ketelatenannya mengajar akhirnya anak tersebut pun bersedia mengikuti materi
yang ia ajarkan, yakni mempelajari aplikasi Wordstar.
Dalam pembelajaran komputer ini, Febiristianti menjelaskan setiap siswa mendapat materi pembelajaran yang berbeda.
Misal untuk siswa kelas I hingga II, materi yang diberikan adalah menggambar dengan memakai aplikasi Paint. Kemudian siswa kelas III hingga kelas V, materi adalah Wordstar. Sedangkan bagi siswa kelas VI, mereka diajarkan pengoperasionalan aplikasi Microsoft Exel.
Menurut Sunari salah satu guru yang dituakan di sekolah, pembelajaran komputer di semua kelas yang diterapkan SD Negeri Wonolopo 1 ini merupakan salah satu program yang sudah dijalankan sejak dua tahun lalu. Tujuannya mengenalkan dan meningkatkan pengetahuan serta keilmuan siswa dalam penguasaan teknologi sejak dini.
Pembelajarannya dilakukan setelah jam sekolah selesai. Program ini berhasil terwujud berkat kerjasama yang dilakukan sekolah dengan sebuah lembaga pendidikan komputer.
Dengan menarik iuran sebesar Rp 10 ribu setiap siswa, lembaga pendidikan komputer yang digandeng bersedia memberikan fasilitas 10 unit komputer untuk pembelajaran di sekolah, sekaligus tenaga pengajarnya.
“Hal ini ditempuh karena sekolah tidak mempunyai sarana sendiri. Jumlah iuran yang harus dikeluarkan siswa relatif murah dibanding jika kursus sendiri di luar,” jelas Sunari. (niam)
Label:
Pendidikan,
SD
09.20

Sedikitnya 180 bangunan sekolah dari 460 SD dan SMP negeri di Kota Semarang kondisinya memprihatinkan. Sebagian rusak parah dan tidak layak digunakan kegiatan belajar mengajar. Pemkot menargetkan perbaikan dan pembangunan gedung sekolah selesai tahun 2013.
TARGET perbaikan itu masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD) 2010-2015. “Kerusakannya ada yang berat, sedang, dan ringan. Diharapkan dua sampai tiga tahun perbaikan selesai 100%,” tutur Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Akhmat Zaenuri, kemarin.
Lebih lanjut, Zaenuri yang juga menduduki posisi Plt Sekda Kota Semarang ini menambahkan, kerusakan tersebut merata di sejumlah daerah di Semarang.
Untuk perbaikan tahun ini, pemkot memprioritaskan perbaikan sekolah yang rusak berat dan berada di wilayah pinggiran. Seperti Kecamatan Semarang Utara, Genuk, dan Mijen.
“Tahun ini anggaran (perbaikan) diambilkan dari Dana Percepatan Infrastruktur Pendidikan (DPIP), yakni Rp 3,5 miliar dari pusat dan Rp 1,5 miliar dari provinsi,” ujar dia.
Terpisah, Direktur Kajian Strategis Demokrasi dan Sosial (KrisiS) Semarang Suwignyo Rahman meminta Pemkot mengidentifikasi dan mengklasifikasi kondisi kerusakan sesuai kenyataan di lapangan. Setelah itu, skala prioritas perbaikan harus lebih diarahkan ke sekolah dengan tingkat
kerusakan berat.
“Jika ternyata hasilnya tidak sesuai klasifikasi kerusakan, berarti ada kesalahan prioritas perencanaan dalam anggaran perbaikan. Dan itu jelas mengindikasikan adanya permainan proyek. Tahun ini kan ada anggaran dari DPIP dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan.
Dana itu harus dipergunakan secara baik sesuai aturan yang ada dan mengacu skala prioritas,” tegas Suwignyo.
Sementara itu dalam pembukaan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) membahas RPJMD Kota Semarang 2010-2015, Walikota Soemarmo HS menegaskan masalah pendidikan dan peningkatan sarana prasarana pendukungnya masuk dalam Sapta Program yang telah dicanangkan, yakni perbaikan pelayanan pendidikan.
Alokasi anggaran pendidikan di tahun ini bahkan sudah melebihi amanat undang-undang, yakni mencapai 30%. Dari paparan RPJMD, diketahui ada delapan sasaran pendidikan yang akan diwujudkan dalam lima tahun mendatang.
Di antaranya, peningkatan peme rataan dan jangkauan akses pelayanan pendidikan hingga mencapai 90%, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana pendidikan hingga 75 %, penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus serta mengembangkan budaya baca.
Sasaran-sasaran itu akan diwujudkan dengan enam program pendidikan yang ditangani Dinas Pendidikan.
Kalangan DPRD sendiri memberi 19 poin masukan agar RPJMD yang dimusrenbangkan sesuai dengan harapan semua pihak. Di bidang pendidikan, wakil rakyat yang diwakili Wakil Ketua DPRD Ahmadi meminta pemerintah membuat skala prioritas pemanfaatan anggaran pendidikan.
Tujuannya, agar perbaikan pendidikan yang dilakukan bisa terukur dan rampung dengan target
waktu yang jelas. (abas)
180 Sekolah di Semarang Rusak
Perbaikan dengan Dana Percepatan Insfrastruktur Pendidikan (DPIP)
Sedikitnya 180 bangunan sekolah dari 460 SD dan SMP negeri di Kota Semarang kondisinya memprihatinkan. Sebagian rusak parah dan tidak layak digunakan kegiatan belajar mengajar. Pemkot menargetkan perbaikan dan pembangunan gedung sekolah selesai tahun 2013.
TARGET perbaikan itu masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD) 2010-2015. “Kerusakannya ada yang berat, sedang, dan ringan. Diharapkan dua sampai tiga tahun perbaikan selesai 100%,” tutur Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Akhmat Zaenuri, kemarin.
Lebih lanjut, Zaenuri yang juga menduduki posisi Plt Sekda Kota Semarang ini menambahkan, kerusakan tersebut merata di sejumlah daerah di Semarang.
Untuk perbaikan tahun ini, pemkot memprioritaskan perbaikan sekolah yang rusak berat dan berada di wilayah pinggiran. Seperti Kecamatan Semarang Utara, Genuk, dan Mijen.
“Tahun ini anggaran (perbaikan) diambilkan dari Dana Percepatan Infrastruktur Pendidikan (DPIP), yakni Rp 3,5 miliar dari pusat dan Rp 1,5 miliar dari provinsi,” ujar dia.
Terpisah, Direktur Kajian Strategis Demokrasi dan Sosial (KrisiS) Semarang Suwignyo Rahman meminta Pemkot mengidentifikasi dan mengklasifikasi kondisi kerusakan sesuai kenyataan di lapangan. Setelah itu, skala prioritas perbaikan harus lebih diarahkan ke sekolah dengan tingkat
kerusakan berat.
“Jika ternyata hasilnya tidak sesuai klasifikasi kerusakan, berarti ada kesalahan prioritas perencanaan dalam anggaran perbaikan. Dan itu jelas mengindikasikan adanya permainan proyek. Tahun ini kan ada anggaran dari DPIP dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan.
Dana itu harus dipergunakan secara baik sesuai aturan yang ada dan mengacu skala prioritas,” tegas Suwignyo.
Sementara itu dalam pembukaan musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) membahas RPJMD Kota Semarang 2010-2015, Walikota Soemarmo HS menegaskan masalah pendidikan dan peningkatan sarana prasarana pendukungnya masuk dalam Sapta Program yang telah dicanangkan, yakni perbaikan pelayanan pendidikan.
Alokasi anggaran pendidikan di tahun ini bahkan sudah melebihi amanat undang-undang, yakni mencapai 30%. Dari paparan RPJMD, diketahui ada delapan sasaran pendidikan yang akan diwujudkan dalam lima tahun mendatang.
Di antaranya, peningkatan peme rataan dan jangkauan akses pelayanan pendidikan hingga mencapai 90%, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana pendidikan hingga 75 %, penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus serta mengembangkan budaya baca.
Sasaran-sasaran itu akan diwujudkan dengan enam program pendidikan yang ditangani Dinas Pendidikan.
Kalangan DPRD sendiri memberi 19 poin masukan agar RPJMD yang dimusrenbangkan sesuai dengan harapan semua pihak. Di bidang pendidikan, wakil rakyat yang diwakili Wakil Ketua DPRD Ahmadi meminta pemerintah membuat skala prioritas pemanfaatan anggaran pendidikan.
Tujuannya, agar perbaikan pendidikan yang dilakukan bisa terukur dan rampung dengan target
waktu yang jelas. (abas)
Label:
Pendidikan,
SD
09.11
Kinerja Komite Pengaruhi Prestasi Sekolah
KINERJA komite sekolah merupakan salah satu faktor penentu pretasi sekolah. Kepala SMAN 15 Semarang S Panca Mulyadi menjelaskan pihaknya banyak dibantu komite sekolah dalam mengembangkan prestasi sekolah.
“Karena banyak ekstrakurikuler yang membutuhkan dana untuk operasional. Kami banyak dibantu komite sekolah dalam meningkatkan prestasi ekstrakurikuler,” paparnya ketika ditemui di ruang kerjanya di Jalan Kedungmundu Raya 34.
Senada, Kepala SMP Negeri 8 Semarang Djoko Suprayitno, menjelaskan pihaknya banyak dibantu komite sekolah dalam meningkatkan mutu dan prestasi sekolah.
“Kami sering meminta bantuan komite sekolah untuk ikut mensosialisasikan program sekolah kepada orangtua murid,” katanya.
Bahkan, kerapkali komite sekolah bersedia membantu permasalahan dana yang dihadapi sekolah. “Salah satu contohnya dalam pelaksanaan ulangan terprogram. Ada sejumlah siswa yang nilainya kurang memenuhi standar. Akhirnya kami mewajibkan untuk mengikuti ulangan
terprogram,” jelasnya.
“Untuk menjalankan program kami butuh biaya. Oleh karena itu komite sekolah membantu biaya operasional. Juga ketika guru memberikan jam tambahan di luar kurikulum yang memang
itu merupakan program khusus,” urainya di ruang kerjanya di Jalan Cinde Raya 18.
Tanpa dukungan orangtua, sekolah tak akan berjalan dengan baik. Hal itu diungkapkan Kepala SD Negeri Gayamsari 02,05 M Yahmin. Dikatakan, setiap sekolah mengeluarkan kebijakan dan program baru terkait siswa, maka sekolah selalu mendiskusikan dengan orangtua murid. “Kami tidak dapat lepas dari dukungan dan motivasi orangtua murid,” jelasnya.
Dirinya juga menjelaskan, komunikasi sering dilakukan sekolah dengan orangtua murid. “Kami sering mengundang orangtua siswa, tujuannya mendiskusikan program sekolah atau kesulitan-kesulitan yang dialami. Dari dialog muncul kesepakatankesepakatan yang memang dibentuk orangtua murid dengan sekolah,” paparnya.
Salah satu yang sering didiskusikan adalah prestasi siswa. “Kalau ada siswa yang tertinggal prestasi belajarnya, kami mengajak orangtua untuk berdiskusi. Dari sini akan muncul komitmen orangtua, misalnya memberi bimbingan belajar di luar jam sekolah,” urainya.
Juga banyak siswa yang mendapat gelar juara dari sejumlah perlombaan yang diikuti. “Itu merupakan salah satu buah dukungan serta motivasi orangtua siswa. Salah satunya dengan berhasilnya siswa menjadi juara lomba mata pelajaran IPA serta Matematika,” jelasnya.
Sekolah yang pada tahun lalu menduduki rangking 7 tingkat kota ini juga memiliki prestasi di luar bidang akademis. “Ada salah satu siswa kami yang mengikuti kejuaraan tingkat nasional,” imbuhnya.
Kepala SD Negeri Lamper Tengah 02 Sri Watmanti mengakui untuk mencetak siswa berprestas tak lepas dari dukungan orangtua. “Kami banyak memiliki siswa dengan latar belakang ekonomi
menengah ke bawah. Itu merupakan tugas besar kami untuk terus memotivasi agar anak berprestasi,” kata dia.
Pihaknya telah banyak melibatkan orangtua siswa dalam program peningkatan prestasi siswa. “Kami kerap mengundang orangtua siswa untuk berdiskusi mengenai prestasi siswa di sekolah,” tutupnya. (aris)
“Karena banyak ekstrakurikuler yang membutuhkan dana untuk operasional. Kami banyak dibantu komite sekolah dalam meningkatkan prestasi ekstrakurikuler,” paparnya ketika ditemui di ruang kerjanya di Jalan Kedungmundu Raya 34.
Senada, Kepala SMP Negeri 8 Semarang Djoko Suprayitno, menjelaskan pihaknya banyak dibantu komite sekolah dalam meningkatkan mutu dan prestasi sekolah.
“Kami sering meminta bantuan komite sekolah untuk ikut mensosialisasikan program sekolah kepada orangtua murid,” katanya.
Bahkan, kerapkali komite sekolah bersedia membantu permasalahan dana yang dihadapi sekolah. “Salah satu contohnya dalam pelaksanaan ulangan terprogram. Ada sejumlah siswa yang nilainya kurang memenuhi standar. Akhirnya kami mewajibkan untuk mengikuti ulangan
terprogram,” jelasnya.
“Untuk menjalankan program kami butuh biaya. Oleh karena itu komite sekolah membantu biaya operasional. Juga ketika guru memberikan jam tambahan di luar kurikulum yang memang
itu merupakan program khusus,” urainya di ruang kerjanya di Jalan Cinde Raya 18.
Tanpa dukungan orangtua, sekolah tak akan berjalan dengan baik. Hal itu diungkapkan Kepala SD Negeri Gayamsari 02,05 M Yahmin. Dikatakan, setiap sekolah mengeluarkan kebijakan dan program baru terkait siswa, maka sekolah selalu mendiskusikan dengan orangtua murid. “Kami tidak dapat lepas dari dukungan dan motivasi orangtua murid,” jelasnya.
Dirinya juga menjelaskan, komunikasi sering dilakukan sekolah dengan orangtua murid. “Kami sering mengundang orangtua siswa, tujuannya mendiskusikan program sekolah atau kesulitan-kesulitan yang dialami. Dari dialog muncul kesepakatankesepakatan yang memang dibentuk orangtua murid dengan sekolah,” paparnya.
Salah satu yang sering didiskusikan adalah prestasi siswa. “Kalau ada siswa yang tertinggal prestasi belajarnya, kami mengajak orangtua untuk berdiskusi. Dari sini akan muncul komitmen orangtua, misalnya memberi bimbingan belajar di luar jam sekolah,” urainya.
Juga banyak siswa yang mendapat gelar juara dari sejumlah perlombaan yang diikuti. “Itu merupakan salah satu buah dukungan serta motivasi orangtua siswa. Salah satunya dengan berhasilnya siswa menjadi juara lomba mata pelajaran IPA serta Matematika,” jelasnya.
Sekolah yang pada tahun lalu menduduki rangking 7 tingkat kota ini juga memiliki prestasi di luar bidang akademis. “Ada salah satu siswa kami yang mengikuti kejuaraan tingkat nasional,” imbuhnya.
Kepala SD Negeri Lamper Tengah 02 Sri Watmanti mengakui untuk mencetak siswa berprestas tak lepas dari dukungan orangtua. “Kami banyak memiliki siswa dengan latar belakang ekonomi
menengah ke bawah. Itu merupakan tugas besar kami untuk terus memotivasi agar anak berprestasi,” kata dia.
Pihaknya telah banyak melibatkan orangtua siswa dalam program peningkatan prestasi siswa. “Kami kerap mengundang orangtua siswa untuk berdiskusi mengenai prestasi siswa di sekolah,” tutupnya. (aris)
Label:
Dinas Pendidikan
08.58
Disdik Galakkan Pamsimas
DINAS Pendidikan (Disdik) Kota Semarang menggalakkan program penyediaan air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) bidang pendidikan pada seluruh kepala sekolah.
Kepala Bidang Monitoring dan Pengembangan Disdik Kota Semarang Nana Storada mengatakan program ini meliputi berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. “Program ini harus didukung perilaku hidup bersih yang disertai penyediaan sarana sanitasi yang baik, karena kebersihan sangat berpengaruh pada kesehatan,” tandasnya kemarin.
Program ini tuturnya bisa dilaksanakan dengan kerjasama beberapa pihak terkait seperti guru, siswa, komite sekolah, serta masyarakat sekitar sekolah.
Demi suksesnya pelaksanaan program ini, tuturnya, Disdik melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas. Hal tersebut juga telah disosialisasikan pada seluruh kepala sekolah beberapa waktu lalu.
“Program ini terus disosialisasikan, terutama untuk sekolah di wilayah pinggiran, sekolah di daerah rob atau banjir serta sekolah di daerah kumuh serta sekolah dengan kondisi yang memperihatinkan,” tambahnya.
Ia menambahkan, sosialisasi gerakan hidup bersih di sekolah selama ini memang belum optimal sehingga terdapat sekolah yang belum memiliki ssistem sanitasi yang baik. Pihaknya akan melakukan pendatan sekolah-sekolah tersebut untuk dilakukan perbaikan sarana dan prasarana yang mendukung terciptanya pola hidup sehat di sekolah.
“Agar lebih optimal, pola hidup sehat akan selalu disisipkan dalam mata pelajaran tertentu sehingga siswa bisa memahaminya dengan baik. Bersih tidaknya sekolah juga bisa dilihat dari kondisi kantin. Karena ini juga sangat berpengaruh pada kesehatan siswa,” jelasnya.
Ia menambahkan, para dokter dari puskesmas nantinya akan melakukan kunjungan secara berkala ke sekolah untuk mengecek kesehatan siswanya. Selain itu pihaknya juga akan menginstruksikan setiap sekolah untuk membuat tempat sampah sesuai jenis limbah yang dibuang, yakni tempat sampah organik dan anorganik.
“Setelah semuanya berjalan, kami akan melombakan kebersihan sekolah sesuai jenjang dengan mengambil lima peringkat sekolah yang mendapat nilai kebersihan tertinggi dan terendah,” tambahnya. (puji)
Kepala Bidang Monitoring dan Pengembangan Disdik Kota Semarang Nana Storada mengatakan program ini meliputi berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. “Program ini harus didukung perilaku hidup bersih yang disertai penyediaan sarana sanitasi yang baik, karena kebersihan sangat berpengaruh pada kesehatan,” tandasnya kemarin.
Program ini tuturnya bisa dilaksanakan dengan kerjasama beberapa pihak terkait seperti guru, siswa, komite sekolah, serta masyarakat sekitar sekolah.
Demi suksesnya pelaksanaan program ini, tuturnya, Disdik melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas. Hal tersebut juga telah disosialisasikan pada seluruh kepala sekolah beberapa waktu lalu.
“Program ini terus disosialisasikan, terutama untuk sekolah di wilayah pinggiran, sekolah di daerah rob atau banjir serta sekolah di daerah kumuh serta sekolah dengan kondisi yang memperihatinkan,” tambahnya.
Ia menambahkan, sosialisasi gerakan hidup bersih di sekolah selama ini memang belum optimal sehingga terdapat sekolah yang belum memiliki ssistem sanitasi yang baik. Pihaknya akan melakukan pendatan sekolah-sekolah tersebut untuk dilakukan perbaikan sarana dan prasarana yang mendukung terciptanya pola hidup sehat di sekolah.
“Agar lebih optimal, pola hidup sehat akan selalu disisipkan dalam mata pelajaran tertentu sehingga siswa bisa memahaminya dengan baik. Bersih tidaknya sekolah juga bisa dilihat dari kondisi kantin. Karena ini juga sangat berpengaruh pada kesehatan siswa,” jelasnya.
Ia menambahkan, para dokter dari puskesmas nantinya akan melakukan kunjungan secara berkala ke sekolah untuk mengecek kesehatan siswanya. Selain itu pihaknya juga akan menginstruksikan setiap sekolah untuk membuat tempat sampah sesuai jenis limbah yang dibuang, yakni tempat sampah organik dan anorganik.
“Setelah semuanya berjalan, kami akan melombakan kebersihan sekolah sesuai jenjang dengan mengambil lima peringkat sekolah yang mendapat nilai kebersihan tertinggi dan terendah,” tambahnya. (puji)
Label:
Dinas Pendidikan
03.30
BANTUAN Operasional Sekolah atau dikenal dengan istilah BOS rupanya tak selamanya membawa dampak positif. Segi positifnya adalah siswa tak perlu membayar biaya sekolah, namun negatifnya ekstrakurikuler kurang berkembang.
Beberapa kepala sekolah SD mengakui jumlah ekstrakurikuler berkurang karena keterbatasan ruang gerak guru dalam mengandalkan dana BOS. Kepala SD Negeri Sompok Semarang, Marsiati menjelaskan, beberapa ekstrakurikuler terpaksa ditiadakan karena ketiadaan dana operasional.
“Dulu banyak ekstrakurikuler yang kami miliki, namun setelah ada dana BOS kami dilarang pemerintah untuk
menarik dana dari orang tua murid. Padahal dana BOS juga terbatas,” ungkapnya kepada Harsem.
Meski begitu, pihaknya tak lantas berdiam diri. “Kami berusaha untuk berprestasi meski dana yang kami miliki sifatnya terbatas. Ada beberapa kejuaran yang dapat kami menangkan,” jelasnya.
Hingga saat ini, jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler memang banyak yang vakum, namun tetap ada beberapa yang masih diaktifkan. “Contohnya karawitan, renang, serta taekwondo,” imbuhnya.
Khusus untuk kegiatan renang, pihaknya mengakui hanya menyediakan guru saja. “Karena justru orangtua siswa yang memiliki kesadaran tinggi untuk membayar akomodasi,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala SDN Citarum 02, Darminto menjelaskan, hingga saat ini pihak sekolah untuk sementara menonaktifkan ekstrakurikuler drumband.
“Karena biaya operasionalnya sangat tinggi padahal sekolah tidak memiliki dana. Kami harus mengandalkan dana BOS dan tidak boleh meminta sumbangan dari orang tua murid. Jadi untuk sementara ekstrakurikuler drumband kami vakumkan,” jelasnya.
Dijelaskan, untuk sekali mengikuti festival saja, sekolah harus merogoh kocek hingga Rp 50 juta.
“Belum lagi untuk membayar pengajarnya, sebenarnya banyak dari orang tua murid yang meminta ekstrakurikuler drumband diaktifkan kembali. Namun apa daya belum ada dana. Sebenarnya banyak juga pihak yang menawarkan diri untuk mengajar drumband, tapi saat ini belum bisa direalisasikan,” lanjutnya.
Dijelaskan, hingga saat ini, beberapa ekstrakurikuler bisa bertahan karena biaya operasionalnya tidak sebanyak drumband. Di antaranya pramuka dan karawitan.
“Untuk karawitan, sekali mengikuti lomba biaya operasionalnya sekitar Rp 1 juta. Pramuka juga sekitar itu,” ungkapnya. Senada, Kepala SDN Kalicari 05, Heri Yulianto menjelaskan, hingga saat ini pihaknya tidak sanggup mengikutkan ekstrakurikuler drumband ke festivalfestival.
“Hingga saat ini kami hanya latihan saja. Karena tidak memiliki dana kalau harus mengikutsertakan di festival
drumband. Latihan juga salah satu tujuannya agar peralatan yang dimiliki sekolah tidak mubadzir. Kan peralatan yang kami miliki lumayan lengkap,” jelasnya.
Selain itu, untuk perangkat komputer juga masih sangat terbatas. “Hingga saat ini kami memiliki 10 perangkat
komputer. Sebenarnya kalau dilihat dari jumlah peminatnya perangkat komputer tersebut masih kurang, tapi bagaimana lagi kalau memang tidak ada dana untuk membelinya,” keluhnya. (aris)
Andalkan BOS, Ekskul Kurang Berkembang
Written By Harian Semarang on Rabu, 13 Oktober 2010 | 03.30

Beberapa kepala sekolah SD mengakui jumlah ekstrakurikuler berkurang karena keterbatasan ruang gerak guru dalam mengandalkan dana BOS. Kepala SD Negeri Sompok Semarang, Marsiati menjelaskan, beberapa ekstrakurikuler terpaksa ditiadakan karena ketiadaan dana operasional.
“Dulu banyak ekstrakurikuler yang kami miliki, namun setelah ada dana BOS kami dilarang pemerintah untuk
menarik dana dari orang tua murid. Padahal dana BOS juga terbatas,” ungkapnya kepada Harsem.
Meski begitu, pihaknya tak lantas berdiam diri. “Kami berusaha untuk berprestasi meski dana yang kami miliki sifatnya terbatas. Ada beberapa kejuaran yang dapat kami menangkan,” jelasnya.
Hingga saat ini, jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler memang banyak yang vakum, namun tetap ada beberapa yang masih diaktifkan. “Contohnya karawitan, renang, serta taekwondo,” imbuhnya.
Khusus untuk kegiatan renang, pihaknya mengakui hanya menyediakan guru saja. “Karena justru orangtua siswa yang memiliki kesadaran tinggi untuk membayar akomodasi,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala SDN Citarum 02, Darminto menjelaskan, hingga saat ini pihak sekolah untuk sementara menonaktifkan ekstrakurikuler drumband.
“Karena biaya operasionalnya sangat tinggi padahal sekolah tidak memiliki dana. Kami harus mengandalkan dana BOS dan tidak boleh meminta sumbangan dari orang tua murid. Jadi untuk sementara ekstrakurikuler drumband kami vakumkan,” jelasnya.
Dijelaskan, untuk sekali mengikuti festival saja, sekolah harus merogoh kocek hingga Rp 50 juta.
“Belum lagi untuk membayar pengajarnya, sebenarnya banyak dari orang tua murid yang meminta ekstrakurikuler drumband diaktifkan kembali. Namun apa daya belum ada dana. Sebenarnya banyak juga pihak yang menawarkan diri untuk mengajar drumband, tapi saat ini belum bisa direalisasikan,” lanjutnya.
Dijelaskan, hingga saat ini, beberapa ekstrakurikuler bisa bertahan karena biaya operasionalnya tidak sebanyak drumband. Di antaranya pramuka dan karawitan.
“Untuk karawitan, sekali mengikuti lomba biaya operasionalnya sekitar Rp 1 juta. Pramuka juga sekitar itu,” ungkapnya. Senada, Kepala SDN Kalicari 05, Heri Yulianto menjelaskan, hingga saat ini pihaknya tidak sanggup mengikutkan ekstrakurikuler drumband ke festivalfestival.
“Hingga saat ini kami hanya latihan saja. Karena tidak memiliki dana kalau harus mengikutsertakan di festival
drumband. Latihan juga salah satu tujuannya agar peralatan yang dimiliki sekolah tidak mubadzir. Kan peralatan yang kami miliki lumayan lengkap,” jelasnya.
Selain itu, untuk perangkat komputer juga masih sangat terbatas. “Hingga saat ini kami memiliki 10 perangkat
komputer. Sebenarnya kalau dilihat dari jumlah peminatnya perangkat komputer tersebut masih kurang, tapi bagaimana lagi kalau memang tidak ada dana untuk membelinya,” keluhnya. (aris)
Label:
Pendidikan,
SD
03.19
Bertekad lawan korupsi, kepala SMP se- Kota Semarang menandatangani prasasti antikorupsi. Mereka juga berjanji transparan dalam pengelolaan anggaran.
SELURUH civitas pendidikan di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Semarang secara serempak telah sepakat untuk berperang terhadap korupsi.
Bentuk sikap ini dibuktikan dengan kesediaan mereka menandatangani pernyataan menolak korupsi dalam baliho raksasa yang telah disiapkan.
Penandatangan komitmen dilakukan usai acara penyuluhan antikorupsi bertema Menyongsong Penerapan Pendidikan Anti Korupsi yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Kota Semarang dan KP2KKN Jawa Tengah, pada Selasa (12/10) lalu di Gedung Brayat Minulyo Jl Guntur 20 Gajahmungkur Semarang.
Hadir dalam kegiatan itu Sekretaris Disdik Kota Semarang Bunyamin, Ketua KP2KKN Jateng Jabir Al-Faruqi, kepala UPTD dinas pendidikan dan kepala sekolah se-Kota Semarang.
Dalam isi komitmen yang disodorkan penyelenggara itu, mereka secara bersama-sama sepakat menggunakan DAK, BOS dan APBS secara transparan sesuai ketentuan dan penuh tanggung jawab.
Kemudian akan menyelenggarakan PSB dengan jujur, transparan, dan dapat diakses masyarakat. Serta akan menerapkan kurikulum antikorupsi dalam proses belajarmengajar.
Ketua KP2KKN Jateng Jabir Al- Faruqi menjelaskan upaya ini penting dilakukan sebagai bentuk riil yang harus dilakukan para pendidik dalam upaya pencegahan dan pemberangusan korupsi.
Komitmen tidak hanya diperuntukkan bagi Kepala Sekolah tingkat SMP dan Kepala UPTD saja, namun sesuai jadwal yang telah dibuat, esok pagi (hari ini, red) komitmen tersebut juga akan ditandatangani seluruh kepala SD dan SMA se- Kota Semarang.
“Hal ini merupakan salah satu bagian dalam upaya mencegah korupsi di dunia pendidikan, yang dimungkinkan juga telah terjadi penyimpangan (korupsi),” jelasnya.
Pernyataan senada disampaikan Ade Irawan Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW dan Sekretaris
Sosialisasi Pendidikan.
Di sela pemberian penyuluhan dalam acara tersebut, menurutnya praktek korupsi di dunia pendidikan telah terjadi di semua tingkatan penyelenggara. Mulai dari kementerian pendidikan hingga tingkat sekolah.
Jika praktek korupsi tidak segera dihilangkan dari dunia pendidikan, maka yang harus dikhawatirkan adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan atau sekolah. Karena sekolah tidak mengajarkan konsep politik yang benar, hak asasi manusia, solidaritas, dan keberpihakan kepada publik.
“Komitmen pemerintah dan pendidik merupakan kunci penting untuk mengangkat pendidikan dari kubangan masalah, termasuk membersihkan praktek korupsi yang telah tumbuh subur di semua institusi penyelenggara
pendidikan,” tegas Ade.
Siap Menjalankan
Menanggapi program pendidikan antikorupsi di sekolah yang ditargetkan penerapannya mulai tahun 2011 ini, Kepala SMP Negeri 16 Puryadi, menyatakan bahwa dirinya sepakat dan siap untuk dilakukannya pendidikan korupsi sejak dini tersebut.
Bahkan sebelum ada program, dirinya mengaku sudah menerapkan dari salah satu isi komitmen yang baru saja ia tandatangani bersama kepala sekolah lainnya.
“Sebelum ada program ini, SMP Negeri 16 juga sudah menggunakan sistem pelaporan penggunaan DAK, BOS dan APBS secara transparan,” jelas Kepala Sekolah yang masuk dalam Tim Penyusun Modul Pendidikan Nilai bentukan PSU UNIKA Soegijapranata itu.
Kesiapan serupa juga dilontarkan Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat. Kepala UPTD Sri Yuliastuti bertekad akan menjunjung tinggi isi komitmen yang telah ia tandatangani.
Jika suplemen untuk pelaksanaan program itu sudah ada, pihaknya menyatakan akan langsung menerapkannya sampai tingkat gugus hingga terus ke sekolah di lingkungannya.
“Karena ini adalah aturan maka kami tentu siap menjalankannya, terutama ketika sudah ada suplemen yang dibutuhkan untuk pelaksanaan dari program tersebut,” jelasnya. (niam)
Lawan Korupsi, Kepala Sekolah Teken Prasasti

SELURUH civitas pendidikan di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Semarang secara serempak telah sepakat untuk berperang terhadap korupsi.
Bentuk sikap ini dibuktikan dengan kesediaan mereka menandatangani pernyataan menolak korupsi dalam baliho raksasa yang telah disiapkan.
Penandatangan komitmen dilakukan usai acara penyuluhan antikorupsi bertema Menyongsong Penerapan Pendidikan Anti Korupsi yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Kota Semarang dan KP2KKN Jawa Tengah, pada Selasa (12/10) lalu di Gedung Brayat Minulyo Jl Guntur 20 Gajahmungkur Semarang.
Hadir dalam kegiatan itu Sekretaris Disdik Kota Semarang Bunyamin, Ketua KP2KKN Jateng Jabir Al-Faruqi, kepala UPTD dinas pendidikan dan kepala sekolah se-Kota Semarang.
Dalam isi komitmen yang disodorkan penyelenggara itu, mereka secara bersama-sama sepakat menggunakan DAK, BOS dan APBS secara transparan sesuai ketentuan dan penuh tanggung jawab.
Kemudian akan menyelenggarakan PSB dengan jujur, transparan, dan dapat diakses masyarakat. Serta akan menerapkan kurikulum antikorupsi dalam proses belajarmengajar.
Ketua KP2KKN Jateng Jabir Al- Faruqi menjelaskan upaya ini penting dilakukan sebagai bentuk riil yang harus dilakukan para pendidik dalam upaya pencegahan dan pemberangusan korupsi.
Komitmen tidak hanya diperuntukkan bagi Kepala Sekolah tingkat SMP dan Kepala UPTD saja, namun sesuai jadwal yang telah dibuat, esok pagi (hari ini, red) komitmen tersebut juga akan ditandatangani seluruh kepala SD dan SMA se- Kota Semarang.
“Hal ini merupakan salah satu bagian dalam upaya mencegah korupsi di dunia pendidikan, yang dimungkinkan juga telah terjadi penyimpangan (korupsi),” jelasnya.
Pernyataan senada disampaikan Ade Irawan Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW dan Sekretaris
Sosialisasi Pendidikan.
Di sela pemberian penyuluhan dalam acara tersebut, menurutnya praktek korupsi di dunia pendidikan telah terjadi di semua tingkatan penyelenggara. Mulai dari kementerian pendidikan hingga tingkat sekolah.
Jika praktek korupsi tidak segera dihilangkan dari dunia pendidikan, maka yang harus dikhawatirkan adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan atau sekolah. Karena sekolah tidak mengajarkan konsep politik yang benar, hak asasi manusia, solidaritas, dan keberpihakan kepada publik.
“Komitmen pemerintah dan pendidik merupakan kunci penting untuk mengangkat pendidikan dari kubangan masalah, termasuk membersihkan praktek korupsi yang telah tumbuh subur di semua institusi penyelenggara
pendidikan,” tegas Ade.
Siap Menjalankan
Menanggapi program pendidikan antikorupsi di sekolah yang ditargetkan penerapannya mulai tahun 2011 ini, Kepala SMP Negeri 16 Puryadi, menyatakan bahwa dirinya sepakat dan siap untuk dilakukannya pendidikan korupsi sejak dini tersebut.
Bahkan sebelum ada program, dirinya mengaku sudah menerapkan dari salah satu isi komitmen yang baru saja ia tandatangani bersama kepala sekolah lainnya.
“Sebelum ada program ini, SMP Negeri 16 juga sudah menggunakan sistem pelaporan penggunaan DAK, BOS dan APBS secara transparan,” jelas Kepala Sekolah yang masuk dalam Tim Penyusun Modul Pendidikan Nilai bentukan PSU UNIKA Soegijapranata itu.
Kesiapan serupa juga dilontarkan Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Semarang Barat. Kepala UPTD Sri Yuliastuti bertekad akan menjunjung tinggi isi komitmen yang telah ia tandatangani.
Jika suplemen untuk pelaksanaan program itu sudah ada, pihaknya menyatakan akan langsung menerapkannya sampai tingkat gugus hingga terus ke sekolah di lingkungannya.
“Karena ini adalah aturan maka kami tentu siap menjalankannya, terutama ketika sudah ada suplemen yang dibutuhkan untuk pelaksanaan dari program tersebut,” jelasnya. (niam)
Label:
Guru,
Pendidikan,
SMP
02.52
SD Negeri Gayamsari 05
PENDIDIKAN berbasis budaya dan karakter bangsa mulai diterapkan di sekolah khususnya sekolah dasar. Seperti di SD Negeri Gayamsari 05 Semarang yang ditunjuk sebagai salah satu pilot project pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Kepala SDN Gayamsari 05 M Yahmin, menjelaskan hingga saat ini pihaknya masih berproses untuk menerapkan pendidikan tersebut di semua mata pelajaran.
“Kami sudah mulai melakukan sosialisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa sejak September lalu. Mungkin baru diterapkan sekitar 10%,” jelasnya di ruang kerjanya kemarin.
Dijelaskan saat ini baru tiga nilai yang diterapkan di SDN Gayamsari 05. “Tiga nilai tersebut yakni kejujuran, religiusitas, serta kedisiplinan,” kata dia.
Untuk nilai kejujuran, salah satu yang dilakukan sekolah antara lain melarang siswa menyontek saat ujian. Ketika ujian, siswa diwajibkan menitipkan ponsel di ruang guru.
“Sekolah juga menyediakan kotak penemuan barang. Jika ada siswa yang menemukan barang yang bukan miliknya, wajib menaruhnya di kotak penemuan. siswa yang menemukan juga harus menulis nama dan barang yang ditemukan di buku yang sudah disediakan,” ujarnya.
Selanjutnya siswa yang kehilangan bisa mengambil di kotak penemuan. juga harus menulis nama serta barang yang hilang.
Selanjutnya, untuk nilai religiusitas, beberapa yang telah diterapkan di SDN Gayamsari 05 ini antara lain memulai pelajaran dengan doa bersama serta memberikan waktu beribadah bagi siswa yang beragama Islam untuk sholat Dhuhur berjamaah.
“Selama ini siswa selalu menerapkan toleransi beragama dengan baik dan melalui bimbingan dari guru,” imbuhnya.
Untuk nilai disiplin, pihaknya menerapkan kepada siswa untuk selalu datang ke sekolah tepat waktu serta mengikuti upacara bendera.
“Sukses atau tidaknya, hal itu tak lepas dari peran serta contoh pemimpin. Karena di sini pemimpinnya saya, maka saya harus memberikan contoh yang baik kepada siswa. Salah satunya datang tepat waktu,” urainya.
Dia mengungkapkan, untuk memberikan contoh yang baik kepada siswa serta guru lain dalam hal kedisiplinan, dirinya selalu datang ke sekolah tepat pukul 06.00 WIB.
”Saya datang dan langsung siap di depan gerbang untuk menyambut siswa. Sebagai bentuk pendidikan karakter, kami mengharuskan siswa bersalaman dengan guru di gerbang sekolah. Kalau saya berhalangan hadir ke sekolah, saya juga harus izin. Tidak mentang-mentang kepala sekolah maka tidak perlu izin,” tegasnya.
Agar semangat nasionalisme tidak pupus di hati para siswa, di meja guru di setiap kelas dihiasi merah putih. “Kami meletakkan bendera merah putih beruikuran di meja guru di setiap kelas,” ungkapnya.
Dengan meningkatnya jiwa nasionalisme siswa, dia yakin akan tercetak generasi muda berkualitas dan berbudi pekerti luhur. “Jangan sampai setelah anak-anak pandai, lantas kepandaiannya disalahgunakan dengan berperilaku tidak terpuji. Misalnya korupsi yang terus menjadi isu nasional akhir-akhir ini,” harapnya.
Kendala yang dihadapi sekolah dengan populasi 504 siswa ini antara lain karena yang dihadapi siswa SD. “Mereka masih kecil-kecil, jadi program berjalan relatif lambat. Tapi kami terus berusaha karena kami tidak ingin mengecewakan pihak yang sudah menunjuk kami sebagai pilot project penerapan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa ini,” pungkasnya. (aris)
Jadi Pilot Project Pendidikan Karakter

PENDIDIKAN berbasis budaya dan karakter bangsa mulai diterapkan di sekolah khususnya sekolah dasar. Seperti di SD Negeri Gayamsari 05 Semarang yang ditunjuk sebagai salah satu pilot project pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Kepala SDN Gayamsari 05 M Yahmin, menjelaskan hingga saat ini pihaknya masih berproses untuk menerapkan pendidikan tersebut di semua mata pelajaran.
“Kami sudah mulai melakukan sosialisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa sejak September lalu. Mungkin baru diterapkan sekitar 10%,” jelasnya di ruang kerjanya kemarin.
Dijelaskan saat ini baru tiga nilai yang diterapkan di SDN Gayamsari 05. “Tiga nilai tersebut yakni kejujuran, religiusitas, serta kedisiplinan,” kata dia.
Untuk nilai kejujuran, salah satu yang dilakukan sekolah antara lain melarang siswa menyontek saat ujian. Ketika ujian, siswa diwajibkan menitipkan ponsel di ruang guru.
“Sekolah juga menyediakan kotak penemuan barang. Jika ada siswa yang menemukan barang yang bukan miliknya, wajib menaruhnya di kotak penemuan. siswa yang menemukan juga harus menulis nama dan barang yang ditemukan di buku yang sudah disediakan,” ujarnya.
Selanjutnya siswa yang kehilangan bisa mengambil di kotak penemuan. juga harus menulis nama serta barang yang hilang.
Selanjutnya, untuk nilai religiusitas, beberapa yang telah diterapkan di SDN Gayamsari 05 ini antara lain memulai pelajaran dengan doa bersama serta memberikan waktu beribadah bagi siswa yang beragama Islam untuk sholat Dhuhur berjamaah.
“Selama ini siswa selalu menerapkan toleransi beragama dengan baik dan melalui bimbingan dari guru,” imbuhnya.
Untuk nilai disiplin, pihaknya menerapkan kepada siswa untuk selalu datang ke sekolah tepat waktu serta mengikuti upacara bendera.
“Sukses atau tidaknya, hal itu tak lepas dari peran serta contoh pemimpin. Karena di sini pemimpinnya saya, maka saya harus memberikan contoh yang baik kepada siswa. Salah satunya datang tepat waktu,” urainya.
Dia mengungkapkan, untuk memberikan contoh yang baik kepada siswa serta guru lain dalam hal kedisiplinan, dirinya selalu datang ke sekolah tepat pukul 06.00 WIB.
”Saya datang dan langsung siap di depan gerbang untuk menyambut siswa. Sebagai bentuk pendidikan karakter, kami mengharuskan siswa bersalaman dengan guru di gerbang sekolah. Kalau saya berhalangan hadir ke sekolah, saya juga harus izin. Tidak mentang-mentang kepala sekolah maka tidak perlu izin,” tegasnya.
Agar semangat nasionalisme tidak pupus di hati para siswa, di meja guru di setiap kelas dihiasi merah putih. “Kami meletakkan bendera merah putih beruikuran di meja guru di setiap kelas,” ungkapnya.
Dengan meningkatnya jiwa nasionalisme siswa, dia yakin akan tercetak generasi muda berkualitas dan berbudi pekerti luhur. “Jangan sampai setelah anak-anak pandai, lantas kepandaiannya disalahgunakan dengan berperilaku tidak terpuji. Misalnya korupsi yang terus menjadi isu nasional akhir-akhir ini,” harapnya.
Kendala yang dihadapi sekolah dengan populasi 504 siswa ini antara lain karena yang dihadapi siswa SD. “Mereka masih kecil-kecil, jadi program berjalan relatif lambat. Tapi kami terus berusaha karena kami tidak ingin mengecewakan pihak yang sudah menunjuk kami sebagai pilot project penerapan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa ini,” pungkasnya. (aris)
Label:
Pendidikan,
SD
08.11
263 Makalah Transportasi Dipaparkan
Written By Harian Semarang on Senin, 11 Oktober 2010 | 08.11

FORUM Studi Transportasi antar- Perguruan Tinggi (FSTPT) untuk ketiga belas kalinya menggelar kegiatan simposium. Mengangkat tema Peran Penelitian, Perencanaan dan Penerapan Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Transportasi yang Berkelanjutan, kegiatan rutin FSTPT kali ini diselenggarakan di UNIKA Soegijapranata, Sabtu (9/10).
Pada kegiatan yang mengutamakan presentasi hasil pemikiran dan penelitian mahasiswa S1, S2 dan S3 di bidang transportasi yang berasal dari perguruan tinggi negeri maupun swasta kali ini, semangat yang dibangun FSTPT adalah satu makalah untuk satu juta penduduk Indonesia.
Artinya, setidaknya ada 210 makalah yang harus dikumpulkan oleh Komite Ilmiah FSTPT dalam simposium ini. Namun kenyataannya, komite mampu mengumpulkan tidak kurang dari 263 makalah hasil penelitian dan perencanaan dengan berbagai topik yang berasal dari berbagai perguruan tinggi.
Sebagai forum ilmiah yang terkait dengan masalah transportasi, Yohanes Yuni Mulyanto Ketua Pantitia Simposium berharap, hasil simposium ini tidak sekedar menjadi wacana. Melainkan dapat diterapkan menjadi kebijakan oleh pemerintah pusat atau pun daerah dalam mengembangkan transportasi yang berkelanjutan.
“Kita semua berharap, karya ilmiah dari anggota FSTPT dapat diterapkan oleh pemerintah atau
sekurang-kurangnya mewarnai kebijakan pemerintah. Agar pemecahan masalah transportasi dapat diselesaikan sampai ke akar-akarnya tanpa mengganggu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat luas,” ungkapnya di sela acara yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo.
Hal senada disampaikan Rektor UNIKA Soegijapranata. Dalam sambutannya Y Budi Widianarko
mengatakan masalah transportasi telah dan akan terus menjadi isu strategis.
Memperbincangkan transportasi tidak bisa hanya berpaku pada dimensi teknologi belaka. Aspek
sosal, ekonomi, budaya dan bahkan lingkungan kini masuk dalam arus utama permasalahan transportasi.
Satu misal, jejak karbon sektor transportasi belakangan ini telah mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan.
“Bahkan di Indonesia aspek fundamental sektor transportasi terbilang masih jauh dari yang diharapkan. Dari maraknya kecelakaan transportasi di berbagai moda, maka aspek keamanan harus mendapatkan perhatian serius dari para pakar, pelaku teknis, dan pemerintah sebegai pengambil kebijakan,” ujarrnya.
Menurutnya, harapan banyak pihak, simposium ini mampu memberi jawaban bagi permasalahan kunci pada sektor transportasi di Indonesia.
Agar semua hasil penelitian dan desain rancangan tersebut dapat optimal dan berbobot, Yohanes Yuli Mulyanoto menambahkan FSTPT akan memanfaatkan internet dengan membuat situs eksklusif.
Dengan demikian para anggota FSPT akan lebih menghemat waktu, biaya dan tenaga serta dapat memberikan komentar ataupun usulan koreksi ke karya-karya ilmiah tersebut. (niam)
Pada kegiatan yang mengutamakan presentasi hasil pemikiran dan penelitian mahasiswa S1, S2 dan S3 di bidang transportasi yang berasal dari perguruan tinggi negeri maupun swasta kali ini, semangat yang dibangun FSTPT adalah satu makalah untuk satu juta penduduk Indonesia.
Artinya, setidaknya ada 210 makalah yang harus dikumpulkan oleh Komite Ilmiah FSTPT dalam simposium ini. Namun kenyataannya, komite mampu mengumpulkan tidak kurang dari 263 makalah hasil penelitian dan perencanaan dengan berbagai topik yang berasal dari berbagai perguruan tinggi.
Sebagai forum ilmiah yang terkait dengan masalah transportasi, Yohanes Yuni Mulyanto Ketua Pantitia Simposium berharap, hasil simposium ini tidak sekedar menjadi wacana. Melainkan dapat diterapkan menjadi kebijakan oleh pemerintah pusat atau pun daerah dalam mengembangkan transportasi yang berkelanjutan.
“Kita semua berharap, karya ilmiah dari anggota FSTPT dapat diterapkan oleh pemerintah atau
sekurang-kurangnya mewarnai kebijakan pemerintah. Agar pemecahan masalah transportasi dapat diselesaikan sampai ke akar-akarnya tanpa mengganggu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat luas,” ungkapnya di sela acara yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo.
Hal senada disampaikan Rektor UNIKA Soegijapranata. Dalam sambutannya Y Budi Widianarko
mengatakan masalah transportasi telah dan akan terus menjadi isu strategis.
Memperbincangkan transportasi tidak bisa hanya berpaku pada dimensi teknologi belaka. Aspek
sosal, ekonomi, budaya dan bahkan lingkungan kini masuk dalam arus utama permasalahan transportasi.
Satu misal, jejak karbon sektor transportasi belakangan ini telah mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan.
“Bahkan di Indonesia aspek fundamental sektor transportasi terbilang masih jauh dari yang diharapkan. Dari maraknya kecelakaan transportasi di berbagai moda, maka aspek keamanan harus mendapatkan perhatian serius dari para pakar, pelaku teknis, dan pemerintah sebegai pengambil kebijakan,” ujarrnya.
Menurutnya, harapan banyak pihak, simposium ini mampu memberi jawaban bagi permasalahan kunci pada sektor transportasi di Indonesia.
Agar semua hasil penelitian dan desain rancangan tersebut dapat optimal dan berbobot, Yohanes Yuli Mulyanoto menambahkan FSTPT akan memanfaatkan internet dengan membuat situs eksklusif.
Dengan demikian para anggota FSPT akan lebih menghemat waktu, biaya dan tenaga serta dapat memberikan komentar ataupun usulan koreksi ke karya-karya ilmiah tersebut. (niam)
Label:
Pendidikan,
Perguruan Tinggi
08.08
Tiap Pagi, Guru Menyambut Siswa

MENGAJARKAN karakter dan nilai kehidupan dapat dilakukan dengan kegiatan sepele. Seperti diterapkan SMP Negeri 40 Semarang. Untuk menanamkan pendidikan karakter dan nilai pada siswa, SMPN 40 menerapkan program yang mereka namakan “Salam Sapa Pagi”.
Wakasek Bidang Kesiswaan Yuni Widati menjelaskan program sudah dijalankan sekolah yang terletak di Jl Suyudono 130 itu sejak beberapa tahun lalu dan menjadi tradisi sekolah hingga saat ini.
Program Salam Sapa Pagi lebih menitikberatkan peran guru sebagai teladan bagi siswa. Setiap pagi, ketika siswa mulai datang ke sekolah, guru yang bertugas sudah berada di pintu gerbang untuk menyambut kedatangan siswa.
“Setiap pagi kami menugaskan empat guru untuk menyambut kedatangan siswa. Guru yang bertugas harus sudah berada di gerbang sekolah sejak pukul setengah tujuh,” jelas Yuni Widati.
Dalam kegiatan itu, yang pertama harus dilakukan guru adalah menyambut siswa dengan bersalaman. Kemudian menyapa mereka dengan memberikan motivasi untuk giat dan serius belajar.
Selain memotivasi, aktivitas menyapa juga dipergunakan untuk memantau kedisiplinan dan kerapian siswa dalam berpenampilan. Jika ditemukan anak didik yang kurang rapi atau kurang disiplin dalam penampilan maka seketika guru langsung menegur atau merapikan.
Menurut Yuni, manfaat dari program ini adalah mempererat kedekatan siswa dan guru. Selain itu, juga mengajarkan kepada siswa tentang nilai ramah-tamah yang sudah menjadi karakter masyarakat Indonesia sejak dulu.
“Juga bermanfaat menjadikan siswa lebih disiplin terutama dalam hal penampilan Senada dengan ungkapan Jawa ajining diri ana ing lati, ajining raga ana ing busana,” jelas Yuni.
Ungkapan ini juga terinspirasi bangunan sekolah yang masih kuno dan asli. “Seperti bangunan kuno yang tetap terjaga, kami juga berharap siswa tetap berpijak etika ketimuran meski sebagian menganggap ketinggalan zaman,” pungkasnya. (niam)
Wakasek Bidang Kesiswaan Yuni Widati menjelaskan program sudah dijalankan sekolah yang terletak di Jl Suyudono 130 itu sejak beberapa tahun lalu dan menjadi tradisi sekolah hingga saat ini.
Program Salam Sapa Pagi lebih menitikberatkan peran guru sebagai teladan bagi siswa. Setiap pagi, ketika siswa mulai datang ke sekolah, guru yang bertugas sudah berada di pintu gerbang untuk menyambut kedatangan siswa.
“Setiap pagi kami menugaskan empat guru untuk menyambut kedatangan siswa. Guru yang bertugas harus sudah berada di gerbang sekolah sejak pukul setengah tujuh,” jelas Yuni Widati.
Dalam kegiatan itu, yang pertama harus dilakukan guru adalah menyambut siswa dengan bersalaman. Kemudian menyapa mereka dengan memberikan motivasi untuk giat dan serius belajar.
Selain memotivasi, aktivitas menyapa juga dipergunakan untuk memantau kedisiplinan dan kerapian siswa dalam berpenampilan. Jika ditemukan anak didik yang kurang rapi atau kurang disiplin dalam penampilan maka seketika guru langsung menegur atau merapikan.
Menurut Yuni, manfaat dari program ini adalah mempererat kedekatan siswa dan guru. Selain itu, juga mengajarkan kepada siswa tentang nilai ramah-tamah yang sudah menjadi karakter masyarakat Indonesia sejak dulu.
“Juga bermanfaat menjadikan siswa lebih disiplin terutama dalam hal penampilan Senada dengan ungkapan Jawa ajining diri ana ing lati, ajining raga ana ing busana,” jelas Yuni.
Ungkapan ini juga terinspirasi bangunan sekolah yang masih kuno dan asli. “Seperti bangunan kuno yang tetap terjaga, kami juga berharap siswa tetap berpijak etika ketimuran meski sebagian menganggap ketinggalan zaman,” pungkasnya. (niam)
Label:
Pendidikan,
SMP
07.44
Perusahaan Antre Lulusan

SMKN 3 Semarang
Banyak perusahaan mengantri demi memperoleh lulusan SMK Negeri 3 Semarang. Bukti kehandalan alumni sekolah “khusus” laki-laki itu.
DIJELASKAN Kepala Sekolah Felik Yuniarto kepada Harsem, pihaknya me miliki sekitar 140 institusi mitra yang siap dan tertarik menampung lulusan dari SMKN 3 Semarang.
“Sebelumnya, institusi mitra berperan menjadi tempat magang para siswa, tapi mereka juga tertarik merekrut lulusan kami,” jelasnya di ruang kerjanya.
Menurutnya, sejumlah perusahaan tersebut tidak hanya berasal dari Kota Semarang, namun juga dari luar Kota Semarang. Bahkan ada yang berasal dari luar Jawa. “Dari luar Kota Semarang antara lain Jakarta dan Kalimantan,” ungkap Felik.
Menurutnya, agar siswa benarbenar siap menghadapi dunia kerja, sekolah memberi pembekalan terlebih dahulu siswa. “Baik teori maupun praktek. Ditambah pembekalan dan motivasi yang penanganannya melibatkan pihak luar, misalnya Polytron maupun perusahaan lain,” imbuhnya.
Ditambahkan pula untuk menyalurkan siswa agar bekerja di perusahaan- perusahaan tersebut, sekolah juga membentuk Tim Bursa Kerja Khusus (BKK). “Perusahaan-perusahaan yang membutuhkan lulusan kami biasanya akan menghubungi BKK sekolah.
Dengan demikian sekolah juga akan lebih mudah mengkoordinir siswa untuk masuk ke perusahaanperusahaan yang menginginkan siswa kami,” paparnya.
Waka Humas Aziz Sholeh mengungkapkan populasi lulusan SMKN 3 Semarang yang dapat disalurkan kepada instansi pasangan mitra sekitar 15% pertahun. “Karena banyak juga siswa yang memilih meneruskan ke perguruan tinggi, jumlahnya sekitar 20%,” urainya.
Dikatakan, dari 15% lulusan yang dapat tersalur melalui tim BKK ini, di antaranya bekerja di Indonesia Power serta Astra. “Tapi banyak juga yang diterima di perusahaan elektronik,” tambahnya.
Sekolah yang memiliki hampir seribu siswa ini memiliki lima jurusan, yakni Listrik Instalasi, Audio Video, Konstruksi Batu beton, Gambar Bangunan, serta Teknik Otomotif atau Kendaraan Ringan. “Mayoritas siswa kami laki-laki. Ada perempuan tapi minoritas hanya sekitar 5%,” ujar Aziz.
Dijelaskan, SMKN 3 Semarang setiap hari mengadakan pelajaran praktek. “Untuk pelajaran praktek, setiap hari ada dua kelas dari masingmasing jurusan. Praktek berlangsung sehari penuh, tidak ada pelajaran teori pada hari itu,” tuturnya.
Dikatakan, hal tersebut ditujukan untuk mengasah skill siswa. “Kami ingin siswa mandiri setelah lulus dari sini,” lanjutnya.
Kendala yang dialami hingga saat ini adalah keengganan siswa untuk menerima pekerjaan yang jauh dari tempat tinggal. “Dulu pernah ada siswa yang diterima kerja di Jakarta, tapi beberapa hari kemudian pulang.
Ternyata dia tidak kerasan menghadapi suasana kerja di Jakarta. Untuk itu kami memberi pembekalan, salah satunya agar siswa berani menghadapi dunia kerja di manapun berada,” pungkasnya. (aris)
Banyak perusahaan mengantri demi memperoleh lulusan SMK Negeri 3 Semarang. Bukti kehandalan alumni sekolah “khusus” laki-laki itu.
DIJELASKAN Kepala Sekolah Felik Yuniarto kepada Harsem, pihaknya me miliki sekitar 140 institusi mitra yang siap dan tertarik menampung lulusan dari SMKN 3 Semarang.
“Sebelumnya, institusi mitra berperan menjadi tempat magang para siswa, tapi mereka juga tertarik merekrut lulusan kami,” jelasnya di ruang kerjanya.
Menurutnya, sejumlah perusahaan tersebut tidak hanya berasal dari Kota Semarang, namun juga dari luar Kota Semarang. Bahkan ada yang berasal dari luar Jawa. “Dari luar Kota Semarang antara lain Jakarta dan Kalimantan,” ungkap Felik.
Menurutnya, agar siswa benarbenar siap menghadapi dunia kerja, sekolah memberi pembekalan terlebih dahulu siswa. “Baik teori maupun praktek. Ditambah pembekalan dan motivasi yang penanganannya melibatkan pihak luar, misalnya Polytron maupun perusahaan lain,” imbuhnya.
Ditambahkan pula untuk menyalurkan siswa agar bekerja di perusahaan- perusahaan tersebut, sekolah juga membentuk Tim Bursa Kerja Khusus (BKK). “Perusahaan-perusahaan yang membutuhkan lulusan kami biasanya akan menghubungi BKK sekolah.
Dengan demikian sekolah juga akan lebih mudah mengkoordinir siswa untuk masuk ke perusahaanperusahaan yang menginginkan siswa kami,” paparnya.
Waka Humas Aziz Sholeh mengungkapkan populasi lulusan SMKN 3 Semarang yang dapat disalurkan kepada instansi pasangan mitra sekitar 15% pertahun. “Karena banyak juga siswa yang memilih meneruskan ke perguruan tinggi, jumlahnya sekitar 20%,” urainya.
Dikatakan, dari 15% lulusan yang dapat tersalur melalui tim BKK ini, di antaranya bekerja di Indonesia Power serta Astra. “Tapi banyak juga yang diterima di perusahaan elektronik,” tambahnya.
Sekolah yang memiliki hampir seribu siswa ini memiliki lima jurusan, yakni Listrik Instalasi, Audio Video, Konstruksi Batu beton, Gambar Bangunan, serta Teknik Otomotif atau Kendaraan Ringan. “Mayoritas siswa kami laki-laki. Ada perempuan tapi minoritas hanya sekitar 5%,” ujar Aziz.
Dijelaskan, SMKN 3 Semarang setiap hari mengadakan pelajaran praktek. “Untuk pelajaran praktek, setiap hari ada dua kelas dari masingmasing jurusan. Praktek berlangsung sehari penuh, tidak ada pelajaran teori pada hari itu,” tuturnya.
Dikatakan, hal tersebut ditujukan untuk mengasah skill siswa. “Kami ingin siswa mandiri setelah lulus dari sini,” lanjutnya.
Kendala yang dialami hingga saat ini adalah keengganan siswa untuk menerima pekerjaan yang jauh dari tempat tinggal. “Dulu pernah ada siswa yang diterima kerja di Jakarta, tapi beberapa hari kemudian pulang.
Ternyata dia tidak kerasan menghadapi suasana kerja di Jakarta. Untuk itu kami memberi pembekalan, salah satunya agar siswa berani menghadapi dunia kerja di manapun berada,” pungkasnya. (aris)
Label:
Pendidikan,
SMK
02.27
“Dadah, cium tangan mama dulu, ya,” ujar Sumarti, ibu muda warga Jalan Panda Utara IIIA/6 Semarang. Setelah memeluk Nouval (4) anak lelakinya, ibu muda itu segera melajukan sepeda motornya menuju SMP Negeri 14 Semarang, tempat dia bekerja sebagai guru fisika.
SI kecil itu memandangi ibunya yang menghilang di kejauhan. Kemudian dia asyik mengisi harinya dengan bermain, belajar, tidur, dan makan.
Sesekali, dia juga bertengkar atau berebut mainan dengan anak yang juga dititipkan di tempat itu. Wajar, namanya juga anak-anak. Pemandangan seperti itu terlihat saban pagi di Yogatama Kids Nursery Center di Ruko Arthamas Jalan Supriyadi 17 Semarang.
Jam operasional baru dibuka pukul 07. Namun kesibukan sudah terlihat sejak setengah menit sebelumnya. Dua puluhan anak tampak silih berganti dititipkan di tempat itu. Chandra Virgia Saptaningsih, pemilik Yogatama tampak sibuk menerima orangtua yang menitipkan buah hatinya. “Beginilah kesibukan saya setiap hari,” ujar alumnus Akademi Farmasi Tujuhbelas Agustus Semarang itu.
Dengan dibantu tiga pengasuh dan tiga pendidik, saban hari dia melayani 20-an anak, dari bayi hingga maksimal empat tahun.
Usai “ijab kabul” penerimaan anak, Chandra membawa anak-anak ke ruang bermain di lantai dua. Tak lama kemudian, anak-anak itu tenggelam dalam keasyikan masing-masing. Ada yang bermain kolam bola, mobil-mobilan, ada pula yang mendorong-dorog kursi.
Orangtua kini cenderung lebih percaya pada tempat penitipan anak (TPA) ketimbang meninggalkan si buah hati bersama baby sitter atau pembantu di rumah.
Selain jaminan keamanan, kebersihan dan perlakuan yang baik terhadap anak, orangtua juga tak perlu cemas anak kesepian. Karena di tempat penitipan anak, banyak teman-teman dan pengasuhnya yang bisa diajak bermain.
Tempat penitipan anak pun kini makin berkualitas. Karena orangtua juga tak mau sembarangan
memilih tempat penitipan anak. Orangtua banyak yang melihat visi dan misinya, apakah sama dengan tempat penitipan anak tersebut.
“Anak saya sudah lama titip di sini. Saya merasa lebih aman, daripada diasuh pembantu paling nonton televisi. Kalau di sini kan bisa bergaul dan bersosialisasi dengan anak lain,” ujar Sumarti yang tengah mengandung.
Inspirasi Jepang
Menurut Chandra, taman penitipan anak memang telah merebut hari para orangtua. Apalagi banyak yang berkualitas. “Jelek-jelek gini, inspirasinya dari Jepang lho,” ujar istri dari pegawai Bea Cukai yang bertugas di Jakarta ini.
Taman ini berdiri sejak 2006 lalu. Saat itu suaminya menjalani tugas belajar di Jepang bercerita, anak-anak di Negeri Sakura lebih banyak diajari sopan santun dan kreativitas. “Di Jepang, anak mulai dikenalkan baca tulis saat kelas empat SD,” ujar wanita berjilbab ini.
Adapun pendidikan karakter dan kemandirian lebih ditekankan. Dengan dorongan suaminya, dia mendirikan taman penitipan anak. Motivasinya lebih ke arah sosial. “Nggak komersil, lebih ke unsur sosial. Kami ingin membantu merawat anak dari orangtua yang sibuk. Bagaimanapun anak adalah amanah Tuhan,” ujarnya.
Dia mengaku tak mau berdebat perihal sistem pendidikan di Indonesia yang kerap memaksa anak belajar membaca pada usia dini. Bahan TK sudah dicekoki baca tulis. “Saya juga tak fanatik Jepang, tapi saya kira sistem pembelajaran mereka bisa kita selami,” jelasnya.
Apa saja yang dilakukan anak-anak di taman penitipan anak? Selain bermain dan tidur, anak juga dikenalkan dengan berbagai kebiasaan. “Misalnya cara makan, bersosialisasi dengan teman, atau konsep berbagai. Semua ada indikatornya tergantung usia anak,” jelasnya.
Jadwal tidur juga diatur. Anak tak boleh bermain terus-terusan sampai lupa tidur. “Kebiasaan ini juga penting,” ujarnya yang memeroleh “kurikulum” pendidikan anak dari koleganya yang bekerja di instansi pendidikan.
Beberapa kegiatan misalnya belajar mengenakan sepatu sendiri untuk melatih kemandirian, berbagi mainan, serta meminta maaf jika melakukan kesalahan. “Intinya, materinya adalah pendidikan karakter,” ujarnya.
Dia menepis kesan taman pendidikan anak merupakan tempat “buangan”. Yakni sebagai tempat penampungan anak saat orangtua sibuk bekerja. “Justru di TPA anak memperoleh pendidikan usia dini. Insya Allah anak akan lebih kreatif dan mandiri,” ujarnya. (panji)
Titip Buah Cinta saat Bekerja

SI kecil itu memandangi ibunya yang menghilang di kejauhan. Kemudian dia asyik mengisi harinya dengan bermain, belajar, tidur, dan makan.
Sesekali, dia juga bertengkar atau berebut mainan dengan anak yang juga dititipkan di tempat itu. Wajar, namanya juga anak-anak. Pemandangan seperti itu terlihat saban pagi di Yogatama Kids Nursery Center di Ruko Arthamas Jalan Supriyadi 17 Semarang.
Jam operasional baru dibuka pukul 07. Namun kesibukan sudah terlihat sejak setengah menit sebelumnya. Dua puluhan anak tampak silih berganti dititipkan di tempat itu. Chandra Virgia Saptaningsih, pemilik Yogatama tampak sibuk menerima orangtua yang menitipkan buah hatinya. “Beginilah kesibukan saya setiap hari,” ujar alumnus Akademi Farmasi Tujuhbelas Agustus Semarang itu.
Dengan dibantu tiga pengasuh dan tiga pendidik, saban hari dia melayani 20-an anak, dari bayi hingga maksimal empat tahun.
Usai “ijab kabul” penerimaan anak, Chandra membawa anak-anak ke ruang bermain di lantai dua. Tak lama kemudian, anak-anak itu tenggelam dalam keasyikan masing-masing. Ada yang bermain kolam bola, mobil-mobilan, ada pula yang mendorong-dorog kursi.
Orangtua kini cenderung lebih percaya pada tempat penitipan anak (TPA) ketimbang meninggalkan si buah hati bersama baby sitter atau pembantu di rumah.
Selain jaminan keamanan, kebersihan dan perlakuan yang baik terhadap anak, orangtua juga tak perlu cemas anak kesepian. Karena di tempat penitipan anak, banyak teman-teman dan pengasuhnya yang bisa diajak bermain.
Tempat penitipan anak pun kini makin berkualitas. Karena orangtua juga tak mau sembarangan
memilih tempat penitipan anak. Orangtua banyak yang melihat visi dan misinya, apakah sama dengan tempat penitipan anak tersebut.
“Anak saya sudah lama titip di sini. Saya merasa lebih aman, daripada diasuh pembantu paling nonton televisi. Kalau di sini kan bisa bergaul dan bersosialisasi dengan anak lain,” ujar Sumarti yang tengah mengandung.
Inspirasi Jepang
Menurut Chandra, taman penitipan anak memang telah merebut hari para orangtua. Apalagi banyak yang berkualitas. “Jelek-jelek gini, inspirasinya dari Jepang lho,” ujar istri dari pegawai Bea Cukai yang bertugas di Jakarta ini.
Taman ini berdiri sejak 2006 lalu. Saat itu suaminya menjalani tugas belajar di Jepang bercerita, anak-anak di Negeri Sakura lebih banyak diajari sopan santun dan kreativitas. “Di Jepang, anak mulai dikenalkan baca tulis saat kelas empat SD,” ujar wanita berjilbab ini.
Adapun pendidikan karakter dan kemandirian lebih ditekankan. Dengan dorongan suaminya, dia mendirikan taman penitipan anak. Motivasinya lebih ke arah sosial. “Nggak komersil, lebih ke unsur sosial. Kami ingin membantu merawat anak dari orangtua yang sibuk. Bagaimanapun anak adalah amanah Tuhan,” ujarnya.
Dia mengaku tak mau berdebat perihal sistem pendidikan di Indonesia yang kerap memaksa anak belajar membaca pada usia dini. Bahan TK sudah dicekoki baca tulis. “Saya juga tak fanatik Jepang, tapi saya kira sistem pembelajaran mereka bisa kita selami,” jelasnya.
Apa saja yang dilakukan anak-anak di taman penitipan anak? Selain bermain dan tidur, anak juga dikenalkan dengan berbagai kebiasaan. “Misalnya cara makan, bersosialisasi dengan teman, atau konsep berbagai. Semua ada indikatornya tergantung usia anak,” jelasnya.
Jadwal tidur juga diatur. Anak tak boleh bermain terus-terusan sampai lupa tidur. “Kebiasaan ini juga penting,” ujarnya yang memeroleh “kurikulum” pendidikan anak dari koleganya yang bekerja di instansi pendidikan.
Beberapa kegiatan misalnya belajar mengenakan sepatu sendiri untuk melatih kemandirian, berbagi mainan, serta meminta maaf jika melakukan kesalahan. “Intinya, materinya adalah pendidikan karakter,” ujarnya.
Dia menepis kesan taman pendidikan anak merupakan tempat “buangan”. Yakni sebagai tempat penampungan anak saat orangtua sibuk bekerja. “Justru di TPA anak memperoleh pendidikan usia dini. Insya Allah anak akan lebih kreatif dan mandiri,” ujarnya. (panji)
02.18
Dengan galon dan kaleng bekas, siswa SDN Tembalang 02 menciptakan musik alam. Tak terlampau merdu memang, tapi paduan bunyi galon yang ditabuh dan guncangan kaleng bekas mampu mengalunkan bunyi ritmis.
ITULAH cara yang dilakukan sekolah untuk mendekatkan siswanya dengan alam. Guru kesenian Surti memang kerap mengajak siswa kelas VI belajar musik menggunakan barang bekas yang ditemui di sekitarnya. Latihan digelar di halaman sekolah.
“Kami memang ingin mengembangkan bakat ekspresi mereka memperoleh wadah dari sekolah,”
jelasnya.
Selain itu juga agar siswa kreatif membuat nada. “Siswa lebih kreatif menciptakan nada ritmis, yakni nada yang tidak solmisasi namun bisa dimainkan menjadi sebuah lagu,” urainya.
Aksi kreatif siswa itu mirip karakter Bolang di sebuah televisi swasta. Sehari sebelumnya, siswa membawa barang bekas dari rumah musik. “Ada botol air mineral diisi pasir atau batu, ada juga ember dan botol kaca. Yang penting tidak keluar biaya untuk memperolehnya.
Saya juga tidak menentukan alat apa yang harus dibawa. Biar mereka menggunakan ide kreatif sendiri,” terangnya.
Praktikum kesenian dengan memanfaatkan barang bekas ini sudah dikenalkan sejak kelas V serta kelas VI. “Dulu kelas IV juga, tapi karena saya merangkap guru komputer, waktunya tidak cukup kalau harus mengajar kelas IV,” imbuhnya.
Lagu yang sering dimainkan anak antara lain lagu daerah, lagu wajib, serta lagu dolanan. Praktikum seni musik di SDN Tembalang 02 ini tidak hanya memanfaatkan barang-barang bekas saja. “Namun juga menggunakan alat musik sungguhan seperti pianika serta seruling,” tambahnya.
Kepala SDN Tembalang 02 Meiningrum menjelaskan antusiasme siswa tidak hanya sebatas pada mata pelajaran seni namun juga pramuka.
“Kami banyak meraih gelar juara untuk lomba kelompok penggalang tingkat kecamatan. Antara lain lomba materi sandi, menaksir tinggi, isyarat semaphore dan morse, serta baris berbaris (PBB),” paparnya.
Untuk bidang akademis, mereka juga berpartisipasi dalam lomba siswa teladan dan lomba mata pelajaran tingkat kecamatan. “Kami ingin siswa selalu berprestasi. Caranya dengan menggunakan metode yang disukai siswa, yakni belajar dengan alam,” lanjutnya.
Salah satu siswa Dandi (12) mengatakan, senang bisa memainkan alat-alat musik bekas ini. “Meski belum bisa memainkannya menjadi lagu, saya senang,” jelasnya.
Dia menggunakan botol yang diisi dengan batu-batuan kecil. “Ini inisiatif saya sendiri, agar kalau
digoyang dapat menimbulkan suara ritmis,” kata dia. (aris)
Si Bolang dari SD Tembalang

ITULAH cara yang dilakukan sekolah untuk mendekatkan siswanya dengan alam. Guru kesenian Surti memang kerap mengajak siswa kelas VI belajar musik menggunakan barang bekas yang ditemui di sekitarnya. Latihan digelar di halaman sekolah.
“Kami memang ingin mengembangkan bakat ekspresi mereka memperoleh wadah dari sekolah,”
jelasnya.
Selain itu juga agar siswa kreatif membuat nada. “Siswa lebih kreatif menciptakan nada ritmis, yakni nada yang tidak solmisasi namun bisa dimainkan menjadi sebuah lagu,” urainya.
Aksi kreatif siswa itu mirip karakter Bolang di sebuah televisi swasta. Sehari sebelumnya, siswa membawa barang bekas dari rumah musik. “Ada botol air mineral diisi pasir atau batu, ada juga ember dan botol kaca. Yang penting tidak keluar biaya untuk memperolehnya.
Saya juga tidak menentukan alat apa yang harus dibawa. Biar mereka menggunakan ide kreatif sendiri,” terangnya.
Praktikum kesenian dengan memanfaatkan barang bekas ini sudah dikenalkan sejak kelas V serta kelas VI. “Dulu kelas IV juga, tapi karena saya merangkap guru komputer, waktunya tidak cukup kalau harus mengajar kelas IV,” imbuhnya.
Lagu yang sering dimainkan anak antara lain lagu daerah, lagu wajib, serta lagu dolanan. Praktikum seni musik di SDN Tembalang 02 ini tidak hanya memanfaatkan barang-barang bekas saja. “Namun juga menggunakan alat musik sungguhan seperti pianika serta seruling,” tambahnya.
Kepala SDN Tembalang 02 Meiningrum menjelaskan antusiasme siswa tidak hanya sebatas pada mata pelajaran seni namun juga pramuka.
“Kami banyak meraih gelar juara untuk lomba kelompok penggalang tingkat kecamatan. Antara lain lomba materi sandi, menaksir tinggi, isyarat semaphore dan morse, serta baris berbaris (PBB),” paparnya.
Untuk bidang akademis, mereka juga berpartisipasi dalam lomba siswa teladan dan lomba mata pelajaran tingkat kecamatan. “Kami ingin siswa selalu berprestasi. Caranya dengan menggunakan metode yang disukai siswa, yakni belajar dengan alam,” lanjutnya.
Salah satu siswa Dandi (12) mengatakan, senang bisa memainkan alat-alat musik bekas ini. “Meski belum bisa memainkannya menjadi lagu, saya senang,” jelasnya.
Dia menggunakan botol yang diisi dengan batu-batuan kecil. “Ini inisiatif saya sendiri, agar kalau
digoyang dapat menimbulkan suara ritmis,” kata dia. (aris)
Label:
Pendidikan,
SD
02.09
AKIBAT mengkritik, Widodo, seorang siswa kelas IX MTs Matholi’ul Anwar Desa Sarimulya, Kecamatan Kebonagung, Demak, dihajar oleh gurunya. Peristiwa main tangan itu berbuntut demo. Ratusan siswasiswi dan orangtua murid menuntut kepala sekolah MTs tersebut,, Maysaroh, untuk dipecat.
Persoalan berawal dari kecurigaan Widodo, yang menduga sekolahnya telah menerima dana Bantuan Siswa Miskin (BSM), namun bantuan itu tidak pernah diberikan kepada siswa. Kejengkelan Widodo dilampiaskan dalam coretan gambar di dinding sekolah yang berisikan kritik bahwa Maysaroh, Kepala MTs Matholi’ul Anwar korupsi, makan uang bantuan siswa.”
Ternyata tulisan siswa kritis itu mengganggu fikiran M Bisri (50), guru kelas yang juga Wakil Kepala MTs Matholi’ul Anwar. Setelah Bisri ketemu dengan Widodo. Spontan M Bisri yang tidak lain juga suami Maysaroh, menghajar Widodo. Akibatnya, leher dan wajah Widodo mengalami memar, sehingga sempat dirawat di RSUD Sunan Kalijaga Demak.
Tak terima perlakuan gurunya, ratusan siswa-siswi MTs bersama Widodo melakukan aksi demo dengan membawa poster. Aksi ratuasan pelajar tersebut dikawal anggota Polsek, Koramil, dan Kecamatan Kebonagung.
Dicopot
Aksi solidaritas siswa ini berusaha merangsek masuk ke Kantor MTs Matholi’ul Anwar, Sabtu (9/10). Meski langit tampak mendung, terasa semakin gerah dengan amarah massa. Satu regu Dalmas dari Polsek Kebonagung, hampir kewalahan meredam amuk massa. “Untungnya, pendemo yang sudah izin ini, mau diajak musyawarah oleh pihak yayasan,” kata Kapolsek Kebonagung, AKP Supriyadi yang memimpin pengamanan.
Pendemo yang berembuk ditemui oleh perwakilan dari yayasan, yaitu Ketua Yayasan Matholi’ul Anwar KH Ulil Habab, Dewan Pembina HM Pujiono Cahyo Widianto (Syeh Pudji), Ketua Badan Pembina Ahmad Multazim, dan sejumlah anggota yayasan lainnya.
Perwakilan pendemo menghendaki kepala MTs harus dipecat dan tidak boleh mengajar di sekolah itu lagi. Nadhirin (39), seorang kerabat Widodo mengatakan, keponakannya dipukul oleh gurunya saat i ngin tahu BSM belum diberikan ke siswanya. “Sekarang tidak zamannya guru main pukul, pecat Maysaroh sang kepala sekolah,” teriak puluhan siswa.
Syeh Pudji, mencoba menengahi. Pihaknya akan mencopot jabatan Maysaroh sebagai kepala MTs, namun Maysaroh masih diperbolehkan mengajar di sekolah. Ke depan, kualitas pendidikan lebih ditingkatkan, mendidik generasi penerus sebaikmungkin.
“Bila Bu Maysaroh harus dikeluarkan itu kurang bijak, manusia kilaf itu wajar. Kita beri kesempatan baginya untuk mengajar, ikut berjuang memperbaiki sekolah bersama,” jelas syeh Puji.
Camat Kebonagung, M Fathkurokhman yang ikut sebagai saksi, memandang keputusan yayasan sudah baik, dan menyarankan para siswa dan warga yang datang untuk menerima kebijakan dari yayasan dengan legowo. (sukma)
Siswa Dihajar Guru, Kepala MTs Dicopot

Persoalan berawal dari kecurigaan Widodo, yang menduga sekolahnya telah menerima dana Bantuan Siswa Miskin (BSM), namun bantuan itu tidak pernah diberikan kepada siswa. Kejengkelan Widodo dilampiaskan dalam coretan gambar di dinding sekolah yang berisikan kritik bahwa Maysaroh, Kepala MTs Matholi’ul Anwar korupsi, makan uang bantuan siswa.”
Ternyata tulisan siswa kritis itu mengganggu fikiran M Bisri (50), guru kelas yang juga Wakil Kepala MTs Matholi’ul Anwar. Setelah Bisri ketemu dengan Widodo. Spontan M Bisri yang tidak lain juga suami Maysaroh, menghajar Widodo. Akibatnya, leher dan wajah Widodo mengalami memar, sehingga sempat dirawat di RSUD Sunan Kalijaga Demak.
Tak terima perlakuan gurunya, ratusan siswa-siswi MTs bersama Widodo melakukan aksi demo dengan membawa poster. Aksi ratuasan pelajar tersebut dikawal anggota Polsek, Koramil, dan Kecamatan Kebonagung.
Dicopot
Aksi solidaritas siswa ini berusaha merangsek masuk ke Kantor MTs Matholi’ul Anwar, Sabtu (9/10). Meski langit tampak mendung, terasa semakin gerah dengan amarah massa. Satu regu Dalmas dari Polsek Kebonagung, hampir kewalahan meredam amuk massa. “Untungnya, pendemo yang sudah izin ini, mau diajak musyawarah oleh pihak yayasan,” kata Kapolsek Kebonagung, AKP Supriyadi yang memimpin pengamanan.
Pendemo yang berembuk ditemui oleh perwakilan dari yayasan, yaitu Ketua Yayasan Matholi’ul Anwar KH Ulil Habab, Dewan Pembina HM Pujiono Cahyo Widianto (Syeh Pudji), Ketua Badan Pembina Ahmad Multazim, dan sejumlah anggota yayasan lainnya.
Perwakilan pendemo menghendaki kepala MTs harus dipecat dan tidak boleh mengajar di sekolah itu lagi. Nadhirin (39), seorang kerabat Widodo mengatakan, keponakannya dipukul oleh gurunya saat i ngin tahu BSM belum diberikan ke siswanya. “Sekarang tidak zamannya guru main pukul, pecat Maysaroh sang kepala sekolah,” teriak puluhan siswa.
Syeh Pudji, mencoba menengahi. Pihaknya akan mencopot jabatan Maysaroh sebagai kepala MTs, namun Maysaroh masih diperbolehkan mengajar di sekolah. Ke depan, kualitas pendidikan lebih ditingkatkan, mendidik generasi penerus sebaikmungkin.
“Bila Bu Maysaroh harus dikeluarkan itu kurang bijak, manusia kilaf itu wajar. Kita beri kesempatan baginya untuk mengajar, ikut berjuang memperbaiki sekolah bersama,” jelas syeh Puji.
Camat Kebonagung, M Fathkurokhman yang ikut sebagai saksi, memandang keputusan yayasan sudah baik, dan menyarankan para siswa dan warga yang datang untuk menerima kebijakan dari yayasan dengan legowo. (sukma)
Label:
MTs,
Pendidikan
01.39
UNTUK melawan korupsi, budaya antikorupsi harus ditanamkan sejak dini. Demikian ungkap Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dedie A Rachim dalam Seminar dan Diseminasi Modul “Peran Pendidikan Antikorupsi Berbasis Nilai dalam Upaya Pencegahan Korupsi Sejak Dini” di Gedung Thomas Aquinas Unika Soegijopranata, Senin (4/10).
Dia menjelaskan anak-anak dan pelajar harus mengaplikasikan sembilan nilai kehidupan. Yakni, kejujuran, kepedulian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, bersih, dan adil. Pembelajaran sembilan nilai kehidupan itu bisa diintegrasikan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Misal, nilai keadilan bisa diselipkan di mapel matematika, kejujuran di bahasa Inggris, kemandirian di bahasa Indonesia, dan lainnya. Seperti yang telah dimodulkan Tim Penyusunan Modul Pendidikan Nilai.
Bertindak sebagai moderator Digdo Hertomo Koordinator Unit Pendidikan Antikorupsi Pusat Studi Urban (PSU)-LPPM Unika Soegijopranata. Menurutnya penyebarluasan modul dilakukan sejak 2005. Rencananya pendidikan nilai akan diberikan hingga perguruan tinggi.
Lilin di Kegelapan
Senada, tim penyusun Modul Pendidikan Nilai Thomas Budi Santoso yang juga salah satu pembicara seminar menjelaskan pihaknya telah mendistribusikan ratusan modul ke sekolahsekolah.
Ia berharap, modul bisa diterapkan dengan optimal. Atau bahkan dijadikan sebagai suatu mata pelajaran tersendiri.
“Sebenarnya korupsi hanya salah satu akibat hilangnya pendidikan nilai. Sistem pendidikan kita seakan silau oleh gemerlap modernisasi dan pragmatisme. Sehingga sekolah hanya mengajarkan ilmu. Misalnya, pendidikan agama dan PPkn atau Kewarganegaraan diajarkan hanya sebatas sebagai keilmuan,” tambah Thomas.
Menurut Thomas, mengembalikan nilai kehidupan ke dunia pendidikan seperti menyalakan lilin di kegelapan. “Yang dibutuhkan dunia pendidikan untuk memperbaiki kondisi yang sudah carut-marut hanyalah penerapan pendidikan nilai di sekolah dan perguruan tinggi,” jelasnya kepada Harsem di sela seminar. (niam)
Unika Sumbang Modul Pendidikan Antikorupsi

Dia menjelaskan anak-anak dan pelajar harus mengaplikasikan sembilan nilai kehidupan. Yakni, kejujuran, kepedulian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, bersih, dan adil. Pembelajaran sembilan nilai kehidupan itu bisa diintegrasikan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Misal, nilai keadilan bisa diselipkan di mapel matematika, kejujuran di bahasa Inggris, kemandirian di bahasa Indonesia, dan lainnya. Seperti yang telah dimodulkan Tim Penyusunan Modul Pendidikan Nilai.
Bertindak sebagai moderator Digdo Hertomo Koordinator Unit Pendidikan Antikorupsi Pusat Studi Urban (PSU)-LPPM Unika Soegijopranata. Menurutnya penyebarluasan modul dilakukan sejak 2005. Rencananya pendidikan nilai akan diberikan hingga perguruan tinggi.
Lilin di Kegelapan
Senada, tim penyusun Modul Pendidikan Nilai Thomas Budi Santoso yang juga salah satu pembicara seminar menjelaskan pihaknya telah mendistribusikan ratusan modul ke sekolahsekolah.
Ia berharap, modul bisa diterapkan dengan optimal. Atau bahkan dijadikan sebagai suatu mata pelajaran tersendiri.
“Sebenarnya korupsi hanya salah satu akibat hilangnya pendidikan nilai. Sistem pendidikan kita seakan silau oleh gemerlap modernisasi dan pragmatisme. Sehingga sekolah hanya mengajarkan ilmu. Misalnya, pendidikan agama dan PPkn atau Kewarganegaraan diajarkan hanya sebatas sebagai keilmuan,” tambah Thomas.
Menurut Thomas, mengembalikan nilai kehidupan ke dunia pendidikan seperti menyalakan lilin di kegelapan. “Yang dibutuhkan dunia pendidikan untuk memperbaiki kondisi yang sudah carut-marut hanyalah penerapan pendidikan nilai di sekolah dan perguruan tinggi,” jelasnya kepada Harsem di sela seminar. (niam)
Label:
Perguruan Tinggi
03.34
MELALUI Program Berbagi Untuk Maju, Frisian Flag Indonesia dan Matahari Food Business (Hypermart dan
Rp 405 Juta dari Susu Bendera untuk Siswa Indonesia
Written By Harian Semarang on Sabtu, 09 Oktober 2010 | 03.34

Foodmart) menyumbangkan dana sebesar Rp 405 juta. SD Negeri Mangunharjo Kecamatan Tugu merupakan
salah satu penerima.
Bantuan sebesar Rp 405 juta itu merupakan bantuan tahap kedua yang dialokasikan kepada 1.917 siswa SD dan SMP yang terancam putus sekolah. Bantuan diberikan secara simbolis oleh President Director Frisian Flag, Cees Rugrok. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen Susu Bendera.
“Program ini untuk mendukung Millennium Development Goals (MDGs), yakni pencapaian wajib belajar sembilan tahun untuk seluruh anak Indonesia,” ujar Cess dengan bahasa Indonesia patah-patah.
Pencapaian wajar sembilan tahun, lanjut Cess, merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat dan swasta. “Kami prihatin dengan tingginya angka putus sekolah usia 7-15 di Indonesia yang mencapai 13,6 juta,” tuturnya.
Ditambahkan Director Merchandising & Marketing Matahari Food Business PT Matahari Putra Prima Tbk Meshvara Kanjaya, sejak diluncurkan tiga bulan lalu banyak masyarakat ikut berpartisipasi.
“Tanpa dukungan pelanggan, program ini tak mungkin sukses. Tahun ini kami targetkan 12 ribu siswa SD dan SMP dapat melanjutkan pendidikan dasar. Angka ini lebih kecil dibanding yang terancam putus sekolah,” ujarnya.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga GNOTA Jeannette Sudjunadi, pihaknya akan terus berupaya membantu pendidikan anak-anak Indonesia.
“Kami bekerja sama dengan camat, komite sekolah, dan kepala sekolah mendata siswa yang terancam putus sekolah. Tahun ini GNOTA menargetkan membantu 60 ribu siswa terancam putus sekolah di seluruh Indonesia,” tandasnya.
Kepala SDN Mangunharjo Khoiri menyatakan terima kasih. “Kami mengucapkan banyak terima kasih, semoga anak-anak SD dan SMP di Jawa Tengah terbebas dari putus sekolah. Bantuan akan turun dua bulan lagi, tadi penyerahan secara simbolis,” tandasnya. (lissa)
salah satu penerima.
Bantuan sebesar Rp 405 juta itu merupakan bantuan tahap kedua yang dialokasikan kepada 1.917 siswa SD dan SMP yang terancam putus sekolah. Bantuan diberikan secara simbolis oleh President Director Frisian Flag, Cees Rugrok. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen Susu Bendera.
“Program ini untuk mendukung Millennium Development Goals (MDGs), yakni pencapaian wajib belajar sembilan tahun untuk seluruh anak Indonesia,” ujar Cess dengan bahasa Indonesia patah-patah.
Pencapaian wajar sembilan tahun, lanjut Cess, merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat dan swasta. “Kami prihatin dengan tingginya angka putus sekolah usia 7-15 di Indonesia yang mencapai 13,6 juta,” tuturnya.
Ditambahkan Director Merchandising & Marketing Matahari Food Business PT Matahari Putra Prima Tbk Meshvara Kanjaya, sejak diluncurkan tiga bulan lalu banyak masyarakat ikut berpartisipasi.
“Tanpa dukungan pelanggan, program ini tak mungkin sukses. Tahun ini kami targetkan 12 ribu siswa SD dan SMP dapat melanjutkan pendidikan dasar. Angka ini lebih kecil dibanding yang terancam putus sekolah,” ujarnya.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga GNOTA Jeannette Sudjunadi, pihaknya akan terus berupaya membantu pendidikan anak-anak Indonesia.
“Kami bekerja sama dengan camat, komite sekolah, dan kepala sekolah mendata siswa yang terancam putus sekolah. Tahun ini GNOTA menargetkan membantu 60 ribu siswa terancam putus sekolah di seluruh Indonesia,” tandasnya.
Kepala SDN Mangunharjo Khoiri menyatakan terima kasih. “Kami mengucapkan banyak terima kasih, semoga anak-anak SD dan SMP di Jawa Tengah terbebas dari putus sekolah. Bantuan akan turun dua bulan lagi, tadi penyerahan secara simbolis,” tandasnya. (lissa)
Label:
Pendidikan,
SD